TELUKKUANTAN(RIAUPOS.CO) - Gagalnya pengesahan RAPBD Perubahan menjadi APBD Perubahan 2022, menyisakan persoalan baru, termasuk pelaksanaan Porprov X, November mendatang di Kuantan Singingi (Kuansing). Pasalnya, di dalam RAPBD Perubahan itu diusulkan anggaran sejumlah kegiatan penting. Misalnya, fasilitas venue dan operasional Porprov, gaji PPPK yang dijanjikan beberapa bulan lalu, tambahan TPP untuk tiga bulan terakhir, penambahan anggaran hampir di semua OPD, perbaikan sejumlah infrastruktur sekolah, jalan dan lainnya. Semuanya menjadi tanpa kepastian.
“Dengan gagalnya pengesahan RAPBD Perubahan menjadi APBD Perubahan, saya selaku Plt Bupati Kuansing, tidak bisa memastikan jadi apa tidaknya Porprov X November mendatang di Kuansing. Begitu juga soal PPPK, TPP dan lainnya,” kata Plt Bupati Kuansing Drs H Suhardiman Amby AK MM didampingi Kepala Bappeda Litbang/Plt Kadis Kominfo, H Samsir Alam dalam jumpa pers, Sabtu (1/10) di sebuah kedai kopi di Telukkuantan.
Suhardiman mengatakan, meski RAPBD-P gagal disahkan, ada ruang pemerintah daerah bisa menggunakan silpa. Namun itu tidak dengan serta merta bisa digunakan. Melainkan harus ada persetujuan Mendagri bisa atau tidaknya digunakan silpa itu sekali pun untuk urusan wajib.
Kalau Mendagri mengatakan bisa, maka silpa baru bisa digunakan. Dirinya wajib melaporkan itu ke Mendagri sesuai Permendagri yang ada. Dengan kondisi seperti itu, lanjut Suhardiman, dirinya tidak bisa menjanjikan bisa atau tidaknya meng-SK-kan dan penambahan gaji pegawai PPPK, menambah TPP maupun pelaksanaan Porprov.
“Belum bisa saya mengatakan, bisa atau tidak meng-SK-Kan pegawai PPPK dengan gajinya, menambah TPP, penggunaan untuk Porprov dan lainnya saat ini. Jangan katakan ini bisa, ini bisa. Semuanya menunggu persetujuan Mendagri. Syukur-syukur Pak Mendagri menyetujuinya,” kata Suhardiman.
Karena itu, ia segera memberangkatkan tim TAPD ke Kemendagri untuk berkonsultasi soal itu. Dirinya pun akan segera berkonsultasi dengan Gubernur Riau Syamsuar untuk membahas alternatif lain yang bisa dilakukan untuk pelaksanaan Porprov mendatang.
Dalam RAPBD Perubahan itu, sebut Suhardiman, pemkab mengusulkan anggaran sekitar Rp2,6 miliar untuk operasional pelaksanaan Porprov. Ia berharap ada solusi dari Gubernur Riau untuk pelaksanaan Porprov. Misalnya, dana pinjam pakai dari Pemprov Riau atau dana CSR Bank Riau.
“Namun jika tidak ada dana lain yang bisa digunakan, lebih baik kami menyerah daripada berdampak lain. Porprov diundur Januari 2023 atau Pak gubernur pinjam pakai dana lain atau ada izin dari Pak Mendagri menggunakan dana silpa. Jika itu disetujui, maka Porprov Riau tetap dilaksanakan di Kuansing,” ujar Suhardiman.
Suhardiman tak menapik, untuk Porprov ada dana bantuan keuangan khusus yang sudah disiapkan Pemprov Riau, yakni sebesar Rp10 miliar di KONI untuk penyiapan atlet dan Rp15 miliar di PB Porprov untuk pelaksanaan. Dana ini tidak bisa diganggu karena sudah ada pos penggunaannya. Sementara operasional dan penyiapan sarana ditanggulangi daerah melalui APBD.
Soal dilakukan pergeseran, menurutnya itu tidak serta merta bisa dilakukan. Selain ada aturan dan persyaratan yang harus diikuti. Pergeseran anggaran APBD murni untuk menutupi usulan dalam RAPBD-P yang gagal disahkan, justru akan mengganggu kegiatan yang disusun oleh masing-masing OPD. Justru, karena adanya kebutuhan yang tidak bisa dipenuhi dalam APBD murni, maka perlu dilakukan perubahan anggaran.
Ia berharap, semua pihak harus berjalan sesuai kewenangan masing-masing agar masyarakat Kuansing bisa diurusi dengan baik.
Pihak eksekutif, sebut Suhardiman, dari awal sudah merencanakan dengan baik sesuai dengan aturan yang berlaku, baik aturan perundang-undangan maupun peraturan menteri yang ada. Proses yang diikuti eksekutif normal sesuai dengan tahapan. Di mana seharusnya yang dibahas sesuai mata anggaran yang berubah, sehingga bisa tuntas sesuai batas waktu 30 September 2022.
Dengan batas waktu yang tersisa, dan tahapan yang masih banyak harus dilalui laporan Banggar, kemudian paripurna pandangan umum, fraksi, komisi dan pengesahan dengan sisa waktu tinggal dua jam, tidak mungkin dilakukan. “Kalau dipaksakan akan prematur. Kita tidak ingin melanggar itu,” ujarnya.
Proses penyusunan diawali dengan meminta BPK RI untuk melakukan audit atas pelaksanaan APBD 2021, sebagai syarat menyusun APBD Perubahan. Kemudian menyusun perubahan RKPD dan perubahan KUA dan PPAS.
Di samping taat asas seperti penyusunan yang sesuai ketentuan juga secara substansi, dokumen perencanaan tetap mempedomani RPJMD, serta proses top down dan bottom up planning, termasuk mendengar, melihat kondisi ril di masyarakat untuk dimasukkan dalan program sepanjang sejalan dengan kewenangan, prioritas serta kemampuan keuangan daerah.
Dari proses perjalanan waktu, Pemkab mencatat aspirasi dan kondisi ril di lapangan antara lain kondisi sarana dan prasarana sekolah, khususnya meubeler sekolah yang memprihatinkan. Nasib PPPK, khususnya gaji mereka. Infrastruktur jalan, irigasi, jaringan usaha tani serta harapan besar dari masyarakat agar ada perubahan wajah ibukota kabupaten, ibukota kecamatan dan perbaikan pasar.
Semua aspirasi dibahas, didiskusikan jika sudah sesuai dengan ketentuan. Selanjutnya diformulasikan dalam dokumen perencanaan perubahan seperti di RKPD, KUA, PPAS dan memasukkan dana hibah untuk Porprov dan pembayaran sesuai rekomendasi dari BPK RI.
Semua dokumen perencanaan yang tertuang dalam KUA dan PPAS sesuai tugas dan kewenangan. Eksekutif selanjutnya menyerahkan secara resmi kepada DPRD untuk dibahas dan disepakati dengan memperhatikan waktu batas akhir yaitu tiga bulan sebelum tahun anggaran berakhir.
Sesuai ketentuan semua proses pembahasan selanjutnya diatur oleh DPRD sesuai Tatib dengan memperhatikan Permendagri tentang Pedoman Penyusunan Anggaran. Semua tahapan ada rentang waktu, agar kualitas dan akuntabitasnya tetap terjaga.
“Dan saya mengapresiasi TAPD yang telah membahas secara maraton hingga dinihari,” ujarnya.(dac)