JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Anak zaman sekarang, kecil-kecil sudah memakai kacamata. Mereka umumnya mengalami myopia (mata minus). Gaya hidup dan kebiasaan ternyata menjadi salah satu faktor penyebabnya.
Dokter Spesialis Mata dr. Zoraya Ariefia Feranthy SpM mengatakan, myopia (mata minus) adalah kelainan refraksi yang mana penderitanya kesulitan melihat objek di jarak jauh. Hal ini tentu sangat mempengaruhi aktivitas keseharian dan proses belajar penderitanya.
“Myopia yang diderita anak sejak usia dini, memiliki resiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan myopia yang terjadi pada usia anak yang lebih lanjut,” kata dr. Zoraya kepada wartawan baru-baru ini.
Apa Itu Myopia?
Kondisi ini terjadi ketika bayangan jatuh di depan retina mata. Hal ini terjadi akibat kekuatan optik (optical power) tidak sesuai dengan panjang axial bola mata. Kesulitan untuk melihat objek dengan jarak yang jauh menjadi gejala utama dari myopia.
Gejala Mata Minus
Bagi anak-anak usia sekolah, kesulitan melihat papan tulis menjadi salah satu cirinya. Selain itu, gejala myopia pada anak juga bisa diperhatikan jika seorang anak kerap mengalami sakit kepala, kelelahan mata, menyipitkan mata, atau bahkan memiliki postur kepala yang tidak normal.
Faktor Penyebab
Menurut penelitian terdapat dua faktor utama penyebab myopia, yakni faktor genetika dan faktor kebiasaan. Saat ini banyak sekali penelitian terkait gen yang diduga sebagai penyebab myopia yang dilakukan di berbagai pusat penelitian di dunia termasuk di Singapura.
“Penelitian mengenai gen terkait myopia masih terus dikembangkan, dengan harapan suatu hari dapat menjadi salah satu pilihan terapi pencegahan dan pengobatan mata dengan myopia,” ungkapnya.
Menurutnya, dikatakan bahwa anak yang memiliki orangtua dengan myopia memiliki risiko lebih tinggi untuk menderita myopia. Namun hal tersebut dipengaruhi oleh faktor gizi, lingkungan, kebiasaan, dan faktor eksternal lainnya.
Faktor kedua yang menyebabkan myopia adalah faktor lingkungan dan kebiasaan anak. Berbagai penelitian terbaru telah membuktikan bahwa kurangnya aktivitas di luar ruangan, membaca buku atau menggunakan perangkat elektronik secara menerus dan kurangnya kadar vitamin D dalam tubuh dapat membuat seseorang beresiko lebih tinggi mengalami myopia.
Dampak Myopia
Menurut dr. Zoraya, mata myopia dengan ukuran minus yang tinggi memiliki resiko yang lebih tinggi terhadap terjadinya katarak dini, glaukoma, kelainan retina seperti retinal detachment dan kelainan makula yang dapat menjadi penyebab kebutaan dikemudian hari. Oleh karena itu, para ahli di seluruh dunia berusaha untuk mencari metode pengendalian myopia (myopia control) untuk dapat mencegah dan menahan laju pertumbuhan myopia.
Cara Mengatasi Myopia
Sejauh ini, penelitian membuktikan bahwa terdapat tiga metode yang dapat dijadikan pilihan untuk upaya mengendalikan myopia khususnya pada anak. Adapun pilihan tersebut adalah pemberian obat atropine dosis rendah, lensa kacamata khusus myopia control, dan lensa kontak khusus myopia control.
Secara umum, keberhasilan myopia control dipengaruhi oleh faktor usia, durasi perawatan, dan kepatuhan (compliance) terhadap terapi. Oleh karena itu, pemilihan terapi untuk anak disesuaikan dengan kondisi mata anak, usia, laju pertumbuhan myopianya, dan tetap mempertimbangkan faktor kebiasaan anak, hobi, cara belajar, dan kegemarannya.
Cara Mencegah
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah mata myopia pada anak. Misalnya periksakan mata anak secara rutin, perbanyak aktivitas diluar ruangan, batasi penglihatan jarak dekat seperti penggunaan gawai dan membaca buku, dan konsumsi makanan bergizi.
Pembatasan penglihatan jarak dekat dapat dengan menerapkan rumus 20:20:20. Caranya dengan mengistirahatkan mata selama 20 detik, setelah melihat jarak dekat selama 20 menit, dengan melihat objek pada jarak 20 kaki (6 meter).
“Jika anak dicurigai menderita myopia, segera periksakan mata anak ke ahlinya untuk mendapat terapi terbaik sesuai kebutuhannya,” ungkapnya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Edwar Yaman