Katarak merupakan keadaan dimana terjadinya kekeruhan pada lensa mata yang terjadi akibat hidrasi dan denaturasi protein lensa. Biasanya kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan progresif ataupun dapat tidak mengalami perubahan dalam waktu yang lama.
Katarak merupakan penyebab kebutaan yang paling banyak dijumpai di antara penyebab kebutaan lainnya. Buta katarak merupakan suatu penyakit degeneratif yang umumnya terjadi pada usia lanjut. Namun 16 persen dari buta katarak di Indonesia terdapat pada usia produktif (40-54 tahun). Berdasarkan penelitian World Health Organization (WHO), kurang lebih 37 juta penduduk dunia mengalami kebutaan, dan 47,8 persen dari jumlah tersebut disebabkan oleh katarak.
Penyebab dan mekanisme terjadinya katarak masih belum sepenuhnya dimengerti. Faktor penyebab katarak dapat berasal dari dalam tubuh sendiri (faktor intrinsik) dan faktor-faktor dari luar tubuh (faktor ekstrinsik) termasuk faktor demografik dan lingkungan. Faktor intrinsik antara lain adalah faktor usia, jenis kelamin, kelainan sistemik (metabolik) dan lokal (peradangan kronis pada mata), etnis dan genetik. Faktor ekstrinsik antara lain adalah faktor pajanan kronis terhadap ultra violet, trauma mata, radiasi infra merah, atau sinar matahari, merokok, nutrisi, alcohol, penggunaan obat-obatan tertentu dalam jangka waktu lama dan asupan multivitamin.
Paparan mata terhadap sinar UV dengan panjang gelombang yang berdekatan dengan panjang gelombang ultraviolet/UVB 300-400 nm berhubungan dengan terjadinya perubahan kimia dan fisik pada protein lensa. Selain itu, salah satu teori tentang penyebab katarak senilis yang banyak berkembang belakangan ini adalah mekanisme stres oksidatif. Stres oksidatif adalah suatu keadaan ketidakseimbangan antara radikal bebas dengan anti oksidan. Lensa mata sangat sensitif terhadap terjadinya stres oksidatif.
Lensa mata normal dilengkapi perlindungan dan sistem antioksidan untuk melawan stres oksidatif. Seiring bertambahnya usia dan adanya paparan yang terus-menerus oleh agen dari luar, akan menyebabkan gangguan mekanisme proteksi antioksidan lensa mata sehingga terjadi akumulasi radikal bebas yang berlebihan. Zat radikal bebas ini dapat merusak protein, asam lemak dan sehingga akan menyebabkan kerusakan sel lensa.
Jenis-jenis Katarak
Katarak Senilis
Seiring berjalannya usia, lensa mengalami kekeruhan, penebalan, serta penurunan daya akomodasi, kondisi ini dinamakan katarak senilis. Katarak senilis merupakan 90 persen dari semua jenis katarak. Katarak senilis merupakan bentuk katarak paling sering ditemukan dan diderita oleh usia lebih dari 50 tahun.
Keadaan ini biasanya mengenai kedua mata, akan tetapi dapat terjadi pada salah satu mata terlebih dahulu. Terdapat berbagai faktor resiko yang dapat mengakibatkan katarak senilis. Faktor usia terutama usia 50 tahun atau dapat juga terjadi pada usia 45 tahun yang biasa disebut dengan presenil. Paparan sinar ultraviolet yang semakin sering, defisiensi protein dan vitamin (ribovlafin, vitamin E, dan vitamin C), dan merokok berdasarkan penelitian dapat mempengaruhi denaturasi protein yang akan berkembang menjadi katarak.
Katarak Kongenital
Katarak kongenital adalah jenis katarak yang muncul sejak lahir. Katarak kongenital bisa bersifat parsial atau total, bisa mengenai satu mata (unilateral) atau kedua mata (bilateral). Katarak unilateral memerlukan penatalaksanaan yang lebih serius dibandingkan dengan katarak bilateral
Secara umum, penyebab terjadinya katarak kongenital adalah sebagai berikut :
1. Idiopatik (tidak diketahui penyebabnya)
2. Kelainan genetik
3. Infeksi selama kehamilan yang disebabkan oleh virus seperti rubella, cytomegalovirus ataupun juga toxoplasma
4. Prematuritas
5. Gangguan metabolik seperti pada keadaan galaktosemia , sindroma lowe ataupun sindroma alport.
Tanda utama yang dapat ditemukan pada pasien katarak kongenital adalah ditemukannya kekeruhan lensa pada saat lahir (leukokoria). Katarak kongenital sering hadir bersamaan dengan kelainan mata lainnya ataupun kelainan sistemik. Kelainan mata yang dapat ditemukan antara lain mikroptalmus, megalokornea, aniridia, koloboma, pigmentasi retina, atrofi retina, dan lain-lain. Sedangkan kelainan non okuler yang didapatkan antara lain : retardasi mental, gagal ginjal, anomali gigi, penyakit jantung kongenital, dan sebagainya.
Katarak Traumatik
Katarak traumatik merupakan kejadian sering dijumpai pada usia muda. Katarak dapat terjadi setelah terkena trauma tumpul maupun trauma penetrasi. Trauma dapat menyebabkan kerusakan langsung pada protein lensa sehingga mengakibatkan katarak. Katarak traumatik dapat meliputi sebagian atau seluruh lensa.
Pada trauma tumpul terjadi coup and contrecoup force. Coup terjadi akibat benturan langsung pada bola mata, sedangkan contrecoup terjadi akibat shockwave yang timbul setelah benturan pada bola mata.
Pada trauma penetrasi bola mata terjadi kerusakan pada kapsul lensa akibat penetrasi benda asing. Hal ini menyebabkan terjadinya kekeruhan cortex lensa pada daerah yang dikenai.Apabila robekan pada kapsul lensa cukup besar maka seluruh lensa akan mengalami kekeruhan secara cepat. Sedangkan apabila robekan kapsul kecil maka kekeruhan pada cortex hanya bersifat fokal
Penggunaan obat-obatan tertentu dalam jangka waktu lama juga dapat memicu terjadinya katarak. Beberapa obat – obatan yang terkait dengan munculnya katarak yaitu seperti kortikosteroid (baik yang dalam sediaan oral, topikal ataupun inhalasi) yang sering digunakan sebagai anti radang ataupun anti alergi, fenotiazine yang digunakan untuk mengobati gangguan mental, miotikum sebagai salah satu terapi pada keadaan glaucoma, amiodarone sebagai salah satu medikasi pada gangguan irama jantung, obat golongan statin yang digunakan mengontrol kadar kolesterol dalam darah, serta medikasi kemoterapi seperti tamoxifen juga dapat memicu terjadinya katarak.
Kelainan metabolik seperti diabetes melitus (DM) dapat menyebabkan berbagai macam komplikasi, salah satunya adalah katarak. Pada kondisi DM terjadi peningkatan kadar gula darah yang melebihi ambang normal. Dengan meningkatnya kadar gula darah, maka meningkat pula kadar glukosa dalam cairan bola mata ( akuos humor). Glukosa dari akuos akan masuk ke dalam lensa dengan cara difusi, sehingga kadar glukosa dalam lensa juga meningkat. Sebagian glukosa tersebut dirubah oleh enzim aldose reduktase menjadi sorbitol, yang tidak di metabolisme tetapi tetap berada dalam lensa, hal ini menyebabkan terjadinya perubahan osmotik yang akan menarik masuk cairan akuos ke dalam lensa mata, merusak arsitektur lensa dan terjadilah kekeruhan lensa (katarak).
Katarak berkembang secara perlahan dan tidak menimbulkan nyeri. Pasien dengan katarak mengeluh penglihatan seperti berasap dan tajam penglihatan yang menurun secara progresif. Gangguan penglihatan pada katarak tergantung pada letak kekeruhan lensa di bagian tepi, tengah atau sudah menyeluruh. Kekeruhan lensa ini mengakibatkan lensa tidak transparan, sehingga pupil akan berwarna putih atau abu-abu.
Gejala awal biasanya ditandai adanya penglihatan ganda, lebih peka atau silau terhadap cahaya sehingga mata hanya merasa nyaman bila melihat pada kondisi yang redup. Biasanya mata mengalami perubahan tajam penglihatan sehingga sering mengganti ukuran kaca mata. Pasien akan mengalami penurunan tajam penglihatan, jika dibiarkan dalam waktu yang lebih lama, pandangan akan semakin kabur, terlihat seperti tertutup oleh asap. Pada keadaan yang lebih lanjut bagian tengah mata (pupil) yang biasa berwarna hitam, terlihat lebih putih jika dilihat dengan seksama dan pandangan menjadi lebih gelap.
Tatalaksana definitif untuk katarak saat ini adalah tindakan bedah. Beberapa penelitian seperti penggunaan vitamin C dan E dapat memperlambat pertumbuhan katarak, namun tidak efektif untuk menghilangkan katarak.
Tujuan tindakan bedah katarak adalah untuk mengoptimalkan fungsi penglihatan. Keputusan melakukan tindakan bedah tidak spesifik tergantung dari derajat tajam penglihatan, namun lebih pada berapa besar penurunan tersebut mengganggu aktivitas pasien. Indikasi lainnya adalah bila terjadi gangguan stereopsis, hilangnya penglihatan perifer, rasa silau yang sangat mengganggu, Indikasi medis operasi katarak adalah apabila terjadi komplikasi pada mata akibat katarak, seperti glaukoma dan peradangan pada mata (uveitis). Indikasi diagnostik adalah apabila katarak sangat padat sehingga menghalangi visualisasi saat pemeriksaan saraf mata/retina yang menyulitkan dokter untuk menegakkan diagnosis kelainan retina seperti pada kondisi retinopati diabetika.
Beberapa jenis tindakan operasi katarak yang dapat dilakukan, yaitu ekstraksi katarak intrakapsular (ICCE), ekstraksi katarak ekstrakapsular (ECCE), Manual small incision cataract surgery (SICS) dan teknik fakoemulsifikasi. ICCE adalah jenis operasi katarak dengan membuang lensa dan kapsul secara keseluruhan, sedangkan ECCE adalah jenis operasi katarak dengan membuang nukleus dan korteks lensa dan meninggalkan kantong kapsul (capsular bag) sebagai tempat untuk menanamkan lensa intraokuler. Kedua teknik operasi ini memiliki beberapa kekurangan seperti besarnya ukuran luka sayatan yang mengakibatkan penyembuhan luka yang lama dan menginduksi astigmatisma pasca operasi.
Teknik SICS merupakan pengembangan dari teknik ECCE namun dengan lebar luka sayatan yang lebih kecil dan hampir tidak memerlukan jahitan. Oleh karena irisan yang sangat kecil, penyembuhan relatif lebih cepat dan risiko astigmatisma lebih kecil dibandingkan ECCE.
Tindakan fakoemulsifikasi sekarang ini merupakan tindakan gold standar, yaitu dengan mengeluarkan lensa menggunakan alat ultrasonik pada insisi yang kecil di kornea, sehingga tidak memerlukan luka penjahitan. Tindakan ini disebutkan dapat dilakukan pada semua kasus. Teknik fakoemulsifikasi ini menghasilkan insidensi komplikasi yang rendah, penyembuhan yang cepat dan rehabilitasi visual yang singkat.****
dr Haris Budiman SpM, Dokter Spesialis Mata Rumah Sakit Awal Bros Sudirman Pekanbaru.