DR. FATMAWATI SP PK

Mengenal Plasma Konvalesen untuk Pengobatan Covid-19

Kesehatan | Minggu, 07 Februari 2021 - 10:18 WIB

Mengenal Plasma Konvalesen untuk Pengobatan Covid-19
dr. Fatmawati Sp PK

Pada tanggal 31 Desember 2019, WHO mendapatkan informasi tentang beberapa kasus pneumonia yang penyebabnya tidak diketahui. Pertama kali terdeteksi di  Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Tiongkok. Kasus episenter pertama di RRT tersebut akhirnya menyebar ke 26 negara lainnya. Penetapan Novel Coronavirus (2019-nCoV menjadi Covid-19) sebagai Public Health Emergency and International Concern (PHEIC) atau Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Global per tanggal 30 Januari 2020 oleh WHO.

WHO telah menetapkan pandemi Covid-19 pada tanggal 11 maret 2020  karena ditemukan penyebaran kasus yang cukup luas yaitu meliputi 114 negara. Awal Maret, ditemukan kasus Covid-19 yang pertama di Indonesia dengan adanya pengumuman dua kasus baru oleh Presiden Jokowi. Setahun pandemi Covid-19 berlangsung, jumlah pasien yang terinfeksi virus corona terus bertambah setiap hari. Meski banyak pasien Covid-19 sembuh, tapi sejauh ini belum ada obat khusus untuk mengobati orang yang terinfeksi virus corona. Dalam ketiadaan atau belum ditentukan protokol cara pengobatan dan pencegahan yang betul-betul efektif, berbagai otoritas pengawasan obat dan makanan serta badan-badan kesehatan dunia ‘memperbolehkan’ pemberian plasma konvalesen pada penderita Covid-19.


Penggunaan Plasma Konvalesen yang berasal dari pasien yang sudah sembuh dari suatu penyakit infeksi dan memiliki antibodi sudah digunakan sejak hampir 100 tahun yang lalu. Baik digunakan sebagai profilaksis pasca pajanan maupun pengobatan. Konsep plasma konvalesens diketahui sejak tahun 1800-an untuk mengobati penyakit infeksi. Penggunaan pertama plasma konvalesen tercatat sejak tahun 1892 untuk tatalaksana penyakit dipteri dan 1970-an dipakai untuk pengobatan pertussis. Plasma konvalesen sebagai terapi telah banyak digunakan pada beragam penyakit menular pada saat terjadi  wabah misalnya polio, pandemi misalnya flu Spanyol dan sekarang Covid-19.

Contoh lain penggunaan plasma konvalesen untuk terapi termasuk untuk pengobatan rabies, hepatitis B, campak, influenza, ebola dan demam berdarah. Hasilnya menunjukkan bahwa penggunaan plasma konvalesen aman dan dapat memberikan manfaat klinis, termasuk melawan virus dengan lebih cepat, terutama bila diberikan pada awal perjalanan penyakit.

Pengertian
Sebagian besar pasien yang sembuh dari penyakit Covid-19 akan membentuk antibodi yang bersirkulasi di dalam darah dan akan bereaksi terhadap berbagai protein SARS-CoV-2 dalam 2-3 minggu setelah infeksi, yang dapat dideteksi dengan tes ELISA atau metode imunologi lainnya. Antibodi terhadap SARS-CoV-2 terdapat didalam plasma dari pasien yang telah sembuh COVID-19  yang diduga memiliki efek terapeutik bila ditransfusikan kepada pasien Covid-19, plasma masa penyembuhan yang mengandung antibosi terhadap SARS-CoV-2 inilah yang dikenal sebagai plasma konvalesen (konvalesen = penyembuhan).

Plasma Konvalesen adalah plasma darah yang diambil dari pasien yang terdiagnosa Covid-19 dan sudah 14 hari dinyatakan sembuh dari infeksi Covid-19 yang ditandai dengan pemeriksaan swab menggunakan RT-qPCR sebanyak 2 kali pemeriksaan dengan hasil negatif. Terapi plasma konvalesen adalah pemberian plasma dari pasien Covid-19 yang sudah sembuh yang kaya dengan antibodi poliklonal, yang ditransfusikan kepada pasien Covid-19, sebagai salah satu upaya pemberian terapi imunusasi pasif dengan segera.

Kandungan dan Manfaat Plasma Konvalesen
Di dalam plasma konvalesen didapatkan konsentrat antibodi, sitokin anti-inflamasi, faktor pembekuan dan protein C dan protein S dari pasien yang sebelumnya pernah terkena infeksi, sehingga bisa disimpulkan terapi plasma konvalesen merupakan bagian dari imunisasi pasif. Dengan terapi plasma konvalesen diharapkan didapatkan cukup banyak antibody netralisasi yang dapat berikatan dengan protein Spike (S) virus SARS-CoV2 sehingga menghambat masuknya  partikel virus ke dalam sel.

Antibodi dalam plasma konvalesen berfungsi untuk mengikat antigen SARS-CoV-2, menetralisasi virus, menurunkan jumlah limfosit B dan kadar IL-6 saat awal infeksi, meningkatkan fungsi imun pasien dan menghambat atau menurunkan produksi sitokin proinflamasi sehingga pada pasien akan terjadi peningkatkan oksigenasi, mengurangi proses radang/inflamasi, menurunkan jumlah virus (viral load), menurunkan protein/sitokin proinflamasi lain sehingga mencegah timbulnya badai sitokin (cytokine storm) dan tercapainya perbaikan klinis. Manfaat plasma konvalesen adalah memberikan kekebalan secara instan, proses relatif lebih mudah dan cepat (seperti transfusi darah) dengan biaya yang lebih terjangkau.

Mekanisme Kerja Plasma Konvalesen
Covid-19 merupakan sebuah sindroma hiperinflamasi, dimana terjadi interaksi imun antara virus SARS-CoV-2 dengan sel inang (dalam hal ini sel manusia) yang menyebabkan terjadinya peningkatan respons inflamasi yang dikaitkan dengan komplikasi dan mortalitas pada individu dengan faktor risiko. Kemungkinan mekanisme perlindungan dari plasma konvalesens adalah dengan efek antiviral melalui netralisasi virus patogen dengan delivery antibody dan efek imunomodulasi, meskipun sitotoksisitas seluler dan fagositosis yang bergantung pada antibodi.

Pemberian terapi plasma konvalesen bertujuan sebagai imunisasi pasif untuk mengatasi sindroma hiperinflamasi tersebut. Secara umum ada 2 bentuk dasar imunitas, yaitu imunitas aktif dan imunitas pasif. Vaksinasi adalah kekebalan aktif. Pemberian vaksin seperti protein virus, diberikan kepada seseorang, maka tubuh akan membentuk antibodi yang akan memberi perlindungan. Penggunaan plasma dari pasien yang telah sembuh dari SARS-CoV-2 adalah contoh dari imunitas pasif. Antibodi dari orang yang sudah sembuh ditransfusikan ke orang yang sakit dengan tujuan memberi antibody perlindungan melalui netralisasi virus. Hipotesisnya adalah pemberian antibodi pasif dari orang yang telah sembuh mungkin merupakan terapi yang efektif untuk pasien yang belum memiliki respons antibodi sendiri.

Pasien yang Mendapat Terapi Plasma Konvalesen
Terapi plasma konvalesen pada penderita Covid-19, acuannya adalah penyintas penyakit itu diharapkan sudah membentuk antibodi. Plasma penyintas Covid-19 itu kemudian diberikan kepada orang lain yang sedang menghadapi infeksi virus corona. Harapannya, antibodi yang diberikan melalui plasma ini tadi, membantu untuk melawan infeksi yang sedang berjalan. Terapi plasma konvalesen bisa dipahami sebagai transfer antibodi antara penyintas suatu infeksi kepada orang yang sedang menghadapi infeksi. Terapi plasma konvalesen diberikan dengan cara mengambil plasma darah yang mengandung antibodi dari donor, kemudian ditransfusikan kepada pasien yang membutuhkan.

Plasma konvalesen diberikan pada pasien dengan kondisi derajat sedang/moderat sampai gejala berat yang mengancam nyawa. Hasil akan baik apabila plasma diberikan pada awal perjalanan penyakit (dalam waktu < 14 hari sejak timbul gejala). Kemungkinan terbaik diberikan saat kondisi belum buruk, yakni pada saat pasien sudah memerlukan terapi oksigen suplementasi, namun belum gagal napas. Pasien yang tidak dapat diberikan terapi plasma konvalesen adalah pasien dengan riwayat alergi, kehamilan, menyusui, trombosis akut, defisiensi IgA, gagal jantung berat dan syok septic.

Donor Plasma Konvalesen
Donor adalah pasien yang telah sembuh dari Covid-19. Calon pendonor pernah didiagnosis positif Covid-19 melalui hasil pemeriksaan laboratorium dengan test diagnostic swab PCR positif dari sampel yang diambil pada nasofaringeal atau oropharyngeal swab pada saat sakit, tidak menunjukkan gejala klinis Covid-19 selama minimal 14 hari sebelum donasi disertai dengan hasil negatif SARS-CoV-2 melalui nasopharyngeal dan atau oropharyngeal swab sebanyak minimal 2 kali sebelum donasi.

Donor tidak memiliki riwayat transfusi sebelumnya, diutamakan donor laki-laki, untuk donor wanita dipersyaratkan tidak hamil, jika donor wanita pernah hamil, maka harus dibuktikan hasil tes antibodi anti–HLA yang dinyatakan negatif, memiliki titer antibodi netralisasi SARS-CoV-2 setidaknya 1:160. Titer antibody netralisasi 1:80 dapat dipertimbangkan jika tidak tersedia pilihan lain yang sesuai serta non reaktif terhadap uji saring infeksi menular lewat transfusi darah.

Selain itu donor harus memenuhi kriteria donor sehat yaitu usia 18-60 tahun, berat badan ≥ 55 kg, pemeriksaan tekanan darah 160/100 mmHg sampai  110-70 mmHg, denyut nadi teratur, frekuensi 50 – 100 x/menit, suhu tubuh < 37°C, kadar hemoglobin ≥12,5 sampai dengan ≤17 gr/dl, tidak mengkonsumsi obat – obatan tertentu, tidak sedang hamil atau menyusui bagi donor wanita, tidak mempunyai riwayat penyakit jantung, tidak menderita epilepsi atau sering mengalami kejang, tidak mengidap penyakit infeksi menular seperti HIV, Hepatitis B, Hepatitis C dan sifilis.

Donor yang telah memenuhi kriteria pada pre skrining akan dilakukan pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan sebagai berikut yaitu pemeriksaan golongan darah ABO dan Rhesus, pemeriksaan skrining antibody, pemeriksaan uji saring infeksi menular lewat transfusi darah terhadap  HIV, sifilis, hepatitis B dan hepatitis C, pemeriksaan titer antibodi dan netralisasi antibody serta pemeriksaan hematologic. Jika hasil pemeriksaan donor tersebut memeuhi persyartatn yang telah ditetapkan, baru donor tersebut akan dihubungi untuk menentukan jadwal pengambilan plasma konvalesen. ***

dr. Fatmawati Sp PK, Dokter Spesialis Patologi Klinik RS Awal Bros

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook