Akhir-akhir ini kita sering mendengar istilah badai sitokin pada penderita Covid-19. Tentunya kita ingin mengetahui lebih jauh tentang badai sitokin. Badai sitokin sebenarnya bukan istilah baru, sudah lama digambarkan sejak tahun 1990 saat ada wabah SARS, wabah flu burung tahun 2002 dan wabah MERS pada tahun 2012.
Istilah badai sitokin bahkan sejak 27 tahun yang lalu sudah diperkenalkan pada saat terjadinya permasalahan atau respon yang tidak diinginkan pada pasien yang dilakukan transplantasi sel induk darah (stem cell darah). Pandemi Covid-19 membawa begitu banyak istilah yang dulu tidak begitu familiar di telinga masyarakat awam, namun sekarang kita lihat dimana-mana orang berbicara tentang swab PCR, pemeriksaan antigen dan juga badai sitokin.
Apa yang terjadi saat tubuh dinfeksi oleh virus SARS-CoV-2?
Pada saat terjadi infeksi oleh virus, maka tubuh akan memberikan perlawanan melalui 2 mekanisme yaitu melalui respon imun alamiah dan respon imun didapat. Respon imun ini melibatkan banyak sekali sel dan protein-protein dalam darah yang bekerja secara bersama dan terkoordinasi dengan baik.
Respon imun ini diatur sedemikian rupa oleh protein pengatur (protein regulator) yang kita kenal dengan nama sitokin. Melalui sitokin terjadi komunikasi antar sel radang dan dengan sitokin juga terjadi pengaktifan sel radang yang terlibat dalam respon imun alamiah maupun respon imun didapat.
Respon imun yang cukup atau adekuat biasanya akan memberikan efek berupa kesembuhan dan kekebalan terhadap infeksi berikutnya. Jika respon imun tidak sanggup melawan virus, maka virus akan berkesempatan untuk memperbanyak diri sehingga jumlahnya menjadi jauh meningkat dibandingkan saat pertama masuk ke tubuh. Jumlah virus yang sangat besar ini akhirnya memicu respon imun yang sangat kuat dari tubuh berupa badai sitokin.
Apa yang dimaksud dengan badai sitokin?
Badai sitokin berarti terjadi produksi sitokin dalam jumlah yang sangat besar sehingga menyebabkan kerusakan organ bahkan kematian karena terjadi gangguan dalam koordinasi sistem imun. Sitokin sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu sito yang berarti sel dan kine yang berarti bergerak, sehingga pengertian sitokin adalah protein yang dihasilkan oleh sel radang yang mengatur pergerakan sel-sel yang bekerja dalam sistem pertahanan tubuh terhadap benda asing atau patogen seperti bakteri dan virus.
Ada 2 macam sitokin yaitu sitokin yang bersifat mengaktifkan radang (pro inflamasi) dan ada sitokin yang berfungsi menghentikan proses radang (sitokin anti inflamasi). Kedua sitokin ini diproduksi dalam proporsi tertentu sehingga jumlah sitokin proinflamasi tidak berlebihan dan sitokin anti inflamasi tidak terlalu sedikit diproduksi.
Sitokin anti inflamasi berperan sebagai protein yang mengurangi kerja sitokin pro inflamasi serta menjaga agar produksi dan aktifitas sitokin proinflamasi tidak berlebihan dan terkontrol sehingga hanya menyerang virus dan tidak membahayakan atau merusak organ tubuh sendiri. Jika terjadi produksi sitokin dalam jumlah yang sangat besar, maka sitokin-sitokin ini akan mengaktifkan sel-sel radang juga dalam jumlah besar dan menyebabkan peradangan hebat ditempat terjadinya infeksi maupun ditempat lain yang memiliki reseptor sitokin. Pada keadaan ini jumlah sitokin anti inflamasi tidak sanggup mengontrol proses radang yang dipicu oleh sitokin pro inflamasi. Peradangan yang hebat dapat menimbulkan gangguan secara anatomi maupun fungsional terhadap organ yang terkena seperti paru, hati, sistem saraf, jantung, darah dan ginjal. Jika peradangan tersebut sampai menyebabkan kegagalan fungsi beberapa organ vital seperti otak, jantung, ginjal dan paru maka dapat terjadi kondisi multi organ failure (MOF) yang dapat berakhir dengan kematian jika tidak mendapat penanganan dan pengobatan secara cepat dan tepat.
Penyebab badai sitokin
Badai sitokin tidak hanya ditemukan pada penderita Covid-19, tapi dapat ditemukan juga pada kondisi lain seperti infeksi oleh bakteri, virus, kanker, penyakit autoimun pengobatan imunoterapi dan kelainan gen. Namun umumnya badai sitokin terjadi pada penderita infeksi virus. Sampai sekarang penyebab pasti yang menyebabkan timbulnya badai sitokin pada seorang penderita Covid-19 belum diketahui, banyak faktor yang berpengaruh dan proses terjadinya juga sangat rumit (kompleks). Faktor genetik, faktor imunitas tubuh manusia yang berbeda-beda membuat risiko badai sitokin juga berbeda-beda pada tiap individu.
Gejala badai sitokin
Adanya badai sitokin dapat diketahui dari keluhan pasien, tanda-tanda pada pemeriksaan fisik dan dari pemeriksaan laboratorium, Oleh karena sitokin berada di dalam darah dan bekerja hampir di seluruh tubuh maka gejala badai sitokin dapat muncul pada berbagai organ seperti paru, system saraf pusat (otak), jantung, darah, ginjal, hati, saluran cerna, kulit dan tungkai. Pasien yang mengalami badai sitokin biasanya akan terlihat sakit berat, demam, sesak, batuk, penurunan kesadaran, sakit kepala, kejang, penurunan tekanan darah, gangguan koordinasi, mual dan muntah dan lain lain.
Gejala gejala seperti ini dapat juga ditemukan pada penyakit kritis lain seperti infeksi bakteri yang berat (sepsis), pasien keganasan atau pasien dengan penyakit autoimun berat. Untuk memastikan adanya badai sitokin dapat dilakukan serangkaian pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan hemoglobin, pemeriksaan leukosit, pemeriksan trombosit, jumlah netrofil, jumlah limfosit, LED, pemeriksaan CRP, PT, APTT, LDH, Feritin, D-Dimer, interleukin-6 (IL-6) dan pemeriksaan procalcitonin. Dilakukan juga pemeriksaan lain seperti pemeriksaan kadar gula darah, serta pemeriksaan ureum dan kreatinin darah untuk mengetahui fungsi ginjal serta pemeriksaan SGOT dan SGPT untuk mengetahui fungsi hati. Berdasarkan keluhan, hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium baru dapat dientukan adanya badai sitokin dan dokter yang merawat dapat mengambil keputusan pengobatan yang sesuai dengan kondisi pasien saat itu.
Bahaya badai sitokin
Badai sitokin dapat mengancam nyawa karena adanya peradangan menyeluruh (sistemik) akibat peningkatan sitokin di dalam darah dan hiperaktifitas sel-sel radang. Badai sitokin harus diketahui secara dini sehingga bisa diobati secara tepat dan cepat agar didapatkan kemungkinan sembuh yang lebih besar. Badai sitokin kadang dapat terus berlanjut meskipun pasien sudah dinyatakan negatif dengan pemeriksaan swab PCR. Hal ini bisa terjadi pada penyintas Covid -19 sehingga penyintas Covid-19 terutama yang berada dalam masa penyembuhan tetap harus menjaga stamina dan menjalankan prokes dengan ketat karena kemungkinan mengalami badai sitokin masih ada, meskipun kecil kemungkinan terjadinya. Banyaknya penderita Covid yang meninggal, umumnya karena badai sitokin yang sangat tinggi, berkelanjutan dan tidak bisa diatasi. Pasien yang mengalami badai sitokin biasanya kondisinya sudah parah dan memerlukan bantuan ventilator serta perawatan di ruang intensif (ICU).
Dapatkah badai sitokin diobati?
Pengobatan badai sitokin yang spesifik sampai sekarang belum ditemukan. Banyak pengobatan yang masih dalam masa pengembangan, namun beberapa kombinasi pengobatan telah digunakan untuk mengatasi badai sitokin ternyata memberikan hasil yang cukup baik, sehingga bisa mengurangi angka kematian akibat badai sitokin. Prinsip pengobatan badai sitokin adalah menekan jumlah virus, mengurangi atau mebersihkan sitokin yang beredar dalam darah serta menekan respon imun yang berlebihan. Pengobatan terhadap badai sitokin harus tetap mempertimbangkan keseimbangan terapi dengan kondisi pasien sehingga didapatkan respon imun yang cukup; tidak terlalu kuat sehingga membahayakan organ vital dan juga tidak terlalu lemah sehingga virus tetap bertahan di dalam tubuh. Diantara pengobatan yang diberikan pada penderita badai sitokin adalah pengobatan untuk mempertahankan fungsi organ vital seperti pemberian oksigen, pengobatan dengan antivirus, vitamin dan obat-obatan untuk mengatasi gejala klinis yang muncul akibat badai sitokin. Penggunaan obat-obat anti radang baik yang non spesifik seperti kortikosteroid ataupun pengobatan dengan anti radang spesifik seperti penggunaan obat anti reseptor interleukin-6 (Anti IL-6R) juga dilakukan untuk meredam proses radang yang berlebihan. Disamping itu juga diberikan obat anti pembekuan darah untuk mengatasi aktifitas pembekuan darah yang juga mengalami peningkatan pada penderita Covid-19 yang mengalami badai sitokin.
Bagaimana cara mencegah badai sitokin?
Pencegahan badai sitokin dapat dilakukan dengan cara mecegah agar virus yang masuk ke dalam tubuh tidak dapat memperbanyak diri, karena jumlah virus yang besar adalah salah satu faktor pemicu terjadinya badai sitokin. Jika seseorang terinfeksi virus dan masih tanpa gejala atau dengan gejala ringan maka segera dilakukan tindakan-tindakan untuk memperkuat pertahanan tubuh pasien agar tidak mengalami badai sitokin. Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah berjemur di bawah sinar matahari pagi, olah raga ringan, cukup istirahat, meminum obat dari dokter secara teratur, konsumsi makanan bergizi, meminum multivitamin dan mineral yang cukup. Pemberian antivirus, terapi plasma konvalesen dan vaksinasi juga merupakan bagian dari upaya pencegahan badai sitokin. Bagi penderita yang berusia tua, atau memiliki penyakit penyerta (komorbid) seperti penderita hipertensi, obesitas, diabetes, penyakit jantung harus melakukan pemeriksaan diri ke dokter agar penyakit penyerta tersebut terkontrol, karena pasien berusia tua atau pasien dengan penyakit penyerta adalah pasien dengan risiko tinggi atau mengalami kemungkinan besar untuk mengalami badai sitokin.***
dr Fatmawati Sp.PK, Dokter spesialis patologi klinik RS Awal Bros