Penyakit Jantung Bawaan (PJB) merupakan suatu kelainan pada struktur dan fungsi jantung karena adanya kegagalan pembentukan dan perkembangan struktur jantung pada fase awal perkembangan janin di dalam kandungan. Kondisi ini dapat mengganggu aliran darah dari dan ke jantung, sehingga bisa berakibat fatal.
PJB merupakan kelainan kongenital yang paling sering ditemukan pada bayi dan anak, dan merupakan sepertiga dari seluruh kelainan kongenital. Manifestasi klinisnya bergantung dari berat ringannya penyakit, mulai dari tidaak bergejala hingga memiliki gejala berat seperti gagal jantung. Angka kejadian PJB adalah 8-10 setiap 1.000 kelahiran hidup dan merupakan kelainan yang terbanyak pada bayi. Jika jumlah penduduk Indonesia 268 juta, dan angka kelahiran 1,6 persen, maka jumlah penderita PJB bertambah 40.000 bayi setiap tahun.
PJB di Indonesia ikut bertanggung jawab terhadap besarnya angka kematian dan kesakitan pada anak khususnya balita, di samping penyakit lain, misalnya penyakit infeksi. PJB sekitar 1 persen dari keseluruhan bayi lahir hidup dan merupakan penyebab utama akibat kecacatan sewaktu kelahiran. Sebagian besar pengidap PJB tersebut meninggal dunia ketika masih bayi kecuali masalah ini dapat dideteksi lebih dini sehingga penanganan baik terhadap penyakit utama maupun penyakit penyerta dapat lebih optimal. Pada jenis PJB yang ringan, sering tidak ditemukan gejala, dan tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan klinis. Sedangkan pada PJB berat, gejala sudah tampak sejak lahir dan memerlukan tindakan segera.
Beberapa gejala pada anak dengan PJB yang harus dikenali oleh orangtua dan perlu dikonsultasikan dengan dokter, antara lain adalah :
• Menurunnya aktifitas fisik bayi tidak mampu menghisap susu dengan baik, terlihat capek, nafas memburu dan berkeringat saat menyusu sehingga sering berhenti-henti menghisap. Pada anak yang lebih besar terlihat mudah lelah atau sesak nafas bila bermain, berlari atau berjalan agak jauh.
• Infeksi saluran pernafasan berulang Sering sakit infeksi paru akibat aliran darah keparu yang berlebihan pada jenis PJB tertentu dan daya tahan tubuh yang rendah akibat asupan susu dan makanan yang tidak cukup.
• Pertambahan berat badan lambat atau tidak ada sama sekali akibat asupan susu atau makanan yang tidak mencukupi dan kerja jantung yang meningkat. Riwayat perkembangannya juga lambat dibandingkan dengan anak pada umumnya.
• Biru pada bibir dan kuku jari tangan dan kaki.
Biru terlihat dibibir dan kuku jari tangan dan kaki yang menetap sejak lahir atau sejak usia bayi dan mungkin akan bertambah seiring bertambahnya usia. Biru akan terlihat makin nyata saat menangis atau melakukan aktivitas fisik. Anak terlihat cepat lelah dan sesak nafas saat aktifitas fisik yang cukup banyak.
Ada berbagai jenis penyakit jantung bawaan yang bisa terjadi, dengan klasifikasi yang paling umum yaitu yang membuat biru (PJB sianotik) dan tidak membuat biru (PJB asianotik).
PJB tidak biru (PJB Asianotik), anak tidak terlihat biru dan tergantung pada berat kelainannya kadang-kadang baru memberikan gejala pada usia yang lebih besar. Seperti:
- Patent ductus arteriosus (PDA) yaitu kebocoran antara kedua pembuluh darah utama karena pembuluh (ductus arteriosus) tetap terbuka dan tidak menutup segera setelah lahir.
- Ventricular septal defect (VSD) yaitu lubang pada sekat bilik jantung sehingga terjadinya kebocoran darah antara kedua bilik jantung
- Atrial septal defect (ASD) yaitu lubang pada sekat serambi jantung sehingga terjadi kebocoran darah antara kedua serambi jantung
- Pulmonary stenosis (PS) yaitu penyempitan katup pada pembuluh darah utama dari bilik jantung kanan ke paru
- Aortic stenosis (AS) yaitu penyempitan katup pada pembuluh darah utama dari bilik jantung kiri keseluruh tubuh
Penyakit Jantung Bawaan Biru ( PJB Sianotik )
Pada kelompok PJB biru, anak terlihat biru pada bibir dan kuku yang akan bertambah bila anak menangis atau melakukan aktivitas fisik:
- Tetralogy of Fallot (TOF) terdiri gabungan 4 kelainanya yaitu, VSD, PS, aorta overriding dan penebalan dinding bilik kanan
- Transposition of the Great Arteries (TGA), yakni letak pembuluh darah utama (aorta dan arteri pulmoner) yang keluar dari jantung tertukar. Aorta yang harusnya keluar dari bilik kiri ternyata dari bilik kanan, dan arteri pulmoner yang harusnya keluar dari bilik kiri tetapi ternyata dari bilik kanan.
Tatalaksana pada sebagian besar kasus PJB harus diperbaiki dengan cara operasi, misalnya menutup lubang di sekat jantung, memperbaiki katup yang bocor ataupun mengembalikan letak pembuluh darah utama yang tidak pada tempatnya. Pada beberapa jenis PJB yang kompleks mungkin tindakan bedah harus dilakukan beberapa tahap. Tetapi, ada beberapa jenis PJB yang dapat ditangani tanpa operasi dengan teknik kateterisasi yaitu dengan cara memasukan kateter dan alat penutup atau alat lainnya yang diperlukan ke dalam jantung dan pembuluh darah.
Beberapa jenis tindakan yang dapat dilakukan tanpa operasi antara lain adalah
1. Penutupan defek atau lubang di sekat jantung dengan device/occluder (alat penutup) seperti pada PDA, ASD dan VSD.
2. Membuka atau melebarkan katup pembuluh darah yang menyempit seperti pada stenosis katup pulmoner dan stenosis katup aorta.
3. Menutup pembuluh darah yang tidak normal seperti pada fistula, kolateral dan malformasi arteri-vena.
4. Radiofrekuensi perforasi dan dilatasi balon pada atresia pulmonalis dengan septum ventrikel intak.
5. Pemasangan katup aorta dan pulmoner.
6. Pemasangan stent pada PDA.
Penanganan PJB yang dilakukan tanpa operasi sudah berkembang sangat pesat di berbagai pusat pelayanan jantung di dunia dan Indonesia. Penanganan PJB tanpa operasi melalui tindakan kateterisasi dinilai cukup sederhana dan lebih banyak memberikan keuntungan jika dibandingkan dengan penanganan PJB melalui tindakan bedah atau operasi.
Sehingga teknik ini merupakan terapi pilihan terkini untuk sebagian besar kasus PJB. Sebelum teknik kateterisasi ini berkembang, seluruh pasien PJB yang memerlukan tindakan harus menjalani operasi. Bagi orang tua, hal ini tentu saja menambah stres, karena begitu mendengar anaknya menderita PJB saja sudah merupakan beban yang berat apalagi terbayang bahwa anak harus menjalani operasi jantung.
Dengan berkembangnya teknik kateterisasi ini, sebagian PJB sudah dapat ditangani tanpa harus operasi. Hal ini merupakan kabar gembira bagi pasien PJB dan orangtuanya sehingga dapat tenang dan tidak berputus asa karena tindakan ini memiliki risiko yang lebih rendah daripada tindakan bedah. Adapun beberapa keuntungannya adalah lama rawatan rumah sakit yang relatif singkat, minimalis komplikasi karena tidak perlu membuka dada dan secara kosmetik lebih baik karena tidak ada meninggalkan jaringan parut bekas sayatan di dada pasien.****