Menurut Artono, pengoperasian implan itu bertahap. Sebab, anak perlu dibiasakan mendengar suara yang masuk. Pada satu bulan pertama pemakaian, alat akan diset pada level volume terendah. Pada bulan kedua atau ketiga pemakaian, dilakukan pemetaan atau evaluasi ’’penerimaan’’ terhadap suara. Pemetaan dilakukan secara rutin. Di samping evaluasi, perangkat lunak pengatur alat bantu dengar (ABD) diperbarui. Selanjutnya, anak bisa mengeset sendiri volume ABD mereka.
’’Setelah dapat ABD, anak diterapi wicara. Ibaratnya, anak baru lahir. Kemampuan bicara mereka masih selevel anak baru lahir,’’ ungkapnya.
Berdasar pengalaman, lanjutnya, anak dengan cochlear implant bisa beraktivitas normal. ’’Asal tidak kena benturan, aman. Cukup sekali operasi seumur hidup,’’ tegasnya. Beberapa kondisi bayi baru lahir juga mempengaruhi terjadinya gangguan organ pendengaran. Di antaranya, berat lahir bayi rendah, prematur, lahir kuning (hiperbilirubinemia), serta tidak menangis saat dilahirkan. Meski demikian, ketulian (deafness) mungkin baru terdeteksi saat anak cukup besar. (nhk)