melibatkan 640 bayi pada usia 11 bulan-4 tahun. Mereka memiliki alergi telur atau eksim yang meningkatkan risiko alergi kacang. Subyek muda menjalani tes tusuk kulit atau skin prick test dan uji tantangan makanan untuk menentukan sensitivitas mereka terhadap protein kacang.
Sisa dari subyek kemudian secara acak dibagi menjadi dua kelompok. Satu kelompok menghindari kacang sampai lima tahun. Kelompok lain mengonsumsi makanan ringan yang mengandung sekitar dua gram protein kacang (setara dengan sekitar delapan kacang) tiga kali per minggu.
Ketika anak-anak mencapai usia 5 tahun, para peneliti mengulangi tes tusuk kulit untuk memeriksa alergi kacang. Di antara anak-anak yang menunjukkan sensitivitas, sebanyak10,6 persen dari mereka yang makan snack ringan yang mengandung kacang menunjukkan hasil negatif terhadap alergi, ujar peneliti.