SELATPANJANG (RIAUPOS.CO) - Layanan berobat gratis cukup dengan KTP yang baru saja diresmikan oleh Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti, HM Adil, di RSUD mengundang polemik baru.
Kejadian Kamis (5/8/2021) dikeluhkan oleh Rosihan, warga Kecamatan Tebingtinggi. Ketua organisasi sosial Mitra VJ itu juga mendapati pelayanan di rumah sakit plat merah tersebut tak melayani pasien sesuai dengan apa yang dijanjikan oleh kepala daerah setempat.
"Saya bawa istri ke poli kandungan. Kebetulan istri saya tak ada BPJS dan SKTM, jadi kami hanya membawa KTP. Setelah didaftarkan, istri saya dibawa ke poli kandungan. Setelah itu, istri saya memberi saya kwitansi biaya pengecekan untuk langsung melakukan pembayaran ke kasir sebesar Rp100 ribu," bebernya di media sosial.
Rosihan pun tak mempermasalahkan besaran uang atau biaya yang ia keluarkan. Yang dia sesalkan ialah apa yang dijanjikan oleh Bupati Kepulauan Meranti tidak sesuai dengan fakta di lapangan.
Menurutnya, jika masih seperti ini, program berobat gratis yang diusung oleh Bupati Meranti patut dipertanyakan. Apakah peruntukannya hanya untuk sebagian pelayanan saja atau seperti apa.
"Tentu ini jadi tanda tanya bagi kita semua. Kalau masyarakat yang berada di kampung mau berobat, hanya modal KTP dan tak membawa uang, bagaimana? Saya pribadi tidak mempermasalahkan duit 100 ribu ini, tapi saya tak mau masyarakat lain terbebankan," jelas Rosihan.
Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti, H Muhammad Adil merespons cepat isu yang beredar di media sosial terkait salah satu warga berobat di RSUD Meranti tetap bayar meskipun sudah membawa KTP.
Adil langsung meninjau proses pelayanan kesehatan di rumah sakit untuk mencari tahu kebenaran isu itu dihari yang sama.
Ia mendatangi bagian pendaftaran dan kasir di RSUD untuk mencari tahu kebenarannya. Setibanya ia di situ, Kepala Ruang Pendaftaran RSUD Meranti langsung menjelaskan secara rinci kronologis kejadian.
Dari keterangan Kepala Ruang Pendaftaran, pihaknya mengaku kedatangan warga yang ingin mendaftarkan pasien untuk berobat. Kemudian petugas meminta KTP untuk didaftarkan agar mendapatkan layanan berobat gratis.
Namun hal tersebut tidak dapat dipenuhi dengan alasan tidak membawa identitas diri. Otomatis pendaftaran berobat gratis kepada pasien bersangkutan tidak dapat dilakukan.
"Saat kami tanya ia (pendaftar, red) menjawab, kami tidak membawa identitas sama sekali," ucap Kepala Ruang Pendaftaran RSUD menirukan kata si pendaftar.
Pendaftar ngotot kepada petugas ingin pasien tetap dirawat, dengan mengatakan jika tidak bisa tanpa KTP memilih sebagai pasien umum saja.
Mendengar hal itu petugas pendaftaran tidak bisa berbuat apa-apa karena merupakan permintaan kerabat pasien itu sendiri.
"Ya sudah kami pakai layanan pasien umum saja," ujarnya kembali meniru.
Sesuai prosedur yang berlaku di RSUD Meranti selama ini, untuk pasien umum atau yang tidak mengantongi KTP tetap harus membayar biaya perawatan.
Menyikapi kejadian itu, Adil meminta kepada masyarakat untuk lebih bijak menyikapi isu yang beredar di media sosial. Apalagi untuk isu yang belum jelas duduk perkaranya.
Kembali ditegaskan Adil, layanan berobat gratis untuk masyarakat Meranti cukup menggunakan KTP sudah diresmikan dan akan terus berjalan selama masa kepemimpinannya.
Ihwal tersebut sesuai dengan komitmen dirinya saat pertama kali mencalon sebagai bupati, yakni meningkatkan pelayanan kesehatan untuk masyarakat Meranti dengan menjadikan RSUD sebagai rumah sakit rujukan, dan masyarakat berobat dengan konsep ketuk pintu melayani dengan hati.
Dia juga mengingatkan kepada warga jangan sembarangan membuat statmen atau isu yang hanya akan memancing kegaduhan di tengah masyarakat.
"Saya sebagai Bupati mengingatkan kepada masyarakat jangan sampai membuat isu yang tidak benar yang dapat memancing kegaduhan, hal itu bertentangan dengan UU dan bisa dituntut secara hukum," ujarnya.
Sementara itu, ketua organisasi sosial Mitra VJ, Rosihan Afrizal, yang juga merupakan suami dari pasien bersangkutan membenarkan jika yang mendaftarkan istrinya saat itu adalah relawan dari organisasinya.
Tapi di saat yang bersamaan, ia bersama sang istri masih dalam perjalanan menuju RSUD.
"Jadi saya minta bantu ke relawan untuk mendaftarkan istri saya. Lalu pihak RSUD meminta KTP, tapi tak dapat ditunjukkan sebab KTP itu sama istri saya. Saat relawan mendaftar, saya dan istri saat itu kan masih dalam perjalanan menuju RSUD," ceritanya.
Maksud dari Rosihan ialah, pada saat ia dan sang istri tiba di RSUD, proses pendaftaran sudah selesai dilakukan dan pasien dapat langsung mendapat pelayanan kesehatan.
"Kami di RSUD ini bukan awam lagi. Mengurusi masyarakat untuk mendapat pelayanan berobat sudah jadi semacam pekerjaan kami di organisasi Mitra VJ," tuturnya.
"Ketika saya dan istri sampai di rumah sakit, relawan yang mendaftarkan tadi langsung memberikan kertas antrian untuk dibawa ke poli kandungan," tambah Rosihan.
Rosihan pun masih beranggapan kalau sampai detik itu dia masuk dalam program berobat gratis yang jadi prioritas oleh pemerintah daerah. Sementara di bagian pendaftaran pun ia tak lagi dimintai KTP.
"Setelah itu, istri saya keluar sambil membawa kwitansi pembayaran dan diserahkan ke saya untuk melunasinya di bagian pendaftaran. Tentu saya kaget, sebab saat itu saya masih menganggap bahwa istri saya ini telah didaftar oleh relawan menggunakan KTP dan harusnya dapat program berobat gratis," terangnya.
Rosihan berkaca pada pengalamannya bersama Mitra VJ dalam membantu masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan di RSUD, biasanya mereka mendaftarkan pasien terlebih dahulu.
Tujuannya agar cepat mendapat nomor antrean, lalu persyaratan lainnya menyusul ketika pasien sudah sampai.
Dia juga merasa, ketika ada program berobat gratis, artinya tak ada lagi pasien umum, khusus pasien yang memiliki KTP Meranti.
"Kami sudah biasa dengan kepengurusan berobat di rumah sakit. Biasanya kami mendaftar dulu, lalu persyaratan lain menyusul. Lagi pun, kalau sudah ada yang namanya program berobat gratis, harusnya berobat lewat jalur umum itu tidak ada lagi," ujarnya mengakhiri.
Laporan: Wira Saputra (Selatpanjang)
Editor: Hary B Koriun