BAGHDAD (RIAUPOS.CO) -- Ketegangan di Iraq belum tuntas. Ahad (26/1) tiga roket jatuh di kompleks Kedutaan Besar (Kedubes) AS. Insiden itu terjadi di saat demo anti pemerintah makin ricuh.
Menurut Agence France-Presse (AFP), roket pertama jatuh di kantin kedutaan besar saat momen makan malam. Dua roket yang menyusul jatuh di wilayah berdekatan dengan sasaran pertama. Koresponden AFP menyatakan telah mendengar dentuman dari tepi barat Sungai Tigris pukul 19.30 waktu setempat.
Serangan tersebut mengakibatkan satu korban luka ringan. Korban itu sudah dirawat dan bisa kembali bekerja. "Kami mengetahui tentang serangan yang terjadi di zona internasional. Kami meminta pemerintah Iraq memenuhi tanggung jawabnya untuk melindungi fasilitas diplomatik AS," ungkap juru bicara Kementerian Luar Negeri AS kepada CNN.
Sampai saat ini, belum ada kelompok yang mengklaim serangan tersebut. Namun, pemerintah AS sudah mengeluarkan tudingan. Tudingan mereka tak langsung mengarah ke Iran. Mereka menyalahkan kelompok militan Iraq yang disponsori negeri para mullah.
"Aksi kekerasan terhadap fasilitas diplomatik AS sama sekali tak bisa ditoleransi. Kita harus bisa menjamin keselamatan semua warga AS di Iraq," ungkap Michael McCaul, petinggi Fraksi Republik di Komisi Hubungan Luar Negeri Dewan Perwakilan AS.
Ketegangan memang belum hilang di Iraq pasca pembunuhan Jenderal Iran Qasem Soleimani. Insiden yang disulut serangan roket yang menewaskan satu kontraktor asal AS itu membuat tensi antara Iran dan AS memuncak. Namun, perhatian Iran sudah teralihkan ke insiden jatuhnya pesawat Boeing 737-800 di Teheran.
Padahal, banyak yang tak tahu bahwa massa anti-AS di Iraq masih belum menyerah. Ulama Iraq Moqtada Sadr baru saja memimpin aksi massal untuk memprotes keberadaan AS di Baghdad pekan lalu. Sadr yang beberapa bulan lalu mendukung demo anti pemerintah kini menyatakan lebih memilih berkampanye untuk mengusir 5.200 tentara AS yang bermarkas di Iraq.
Hal tersebut tentu membuat pemerintah Iraq pusing. Perdana Menteri Iraq Adil Abdul Mahdi dan Ketua Parlemen Mohammed Halbusi mengutuk insiden di Kedubes AS. Mereka sepertinya takut Trump kembali liar ketika mendengar perwakilan mereka diserang.
"Kami akan mengerahkan semua daya untuk menyelidiki serangan tersebut. Kami akan menangkap siapa yang bertanggung jawab agar serangan seperti ini tak terjadi lagi di masa depan," jelas Mahdi.
Pemerintah Iraq tak hanya punya tanggungan untuk menghadapi massa anti-AS. Mereka juga harus menghadapi demonstran yang menuntut pergantian pemerintah. Memang, kelompok pengunjuk rasa melemah setelah dukungan dari Sadr ditarik.
Tak lama setelah pengumuman tersebut, aparat langsung menyerang tenda-tenda pengunjuk rasa di Baghdad. Tentara pun mulai menggunakan peluru tajam saat mengusir demonstran pada Minggu (26/1). Akibatnya, satu demonstran tewas tertembak di Baghdad dan satu lainnya di Kota Nasiriyah. Segerombol orang tak dikenal pun sempat membakar tenda di Habbubi Square, Nasiriyah.(fiz)
Laporan: JPNN