BEIJING (RIAUPOS.CO) - "Saya ingin berterima kasih dengan tulus kepada semua pihak atas kepercayaan yang diberikan kepada kami." Itu adalah sepenggal pidato Xi Jinping setelah dia ditunjuk sebagai Sekjen Partai Komunis Cina (CCP) untuk kali ketiga.
Xi kini menjadi orang terkuat dalam politik Cina setelah Mao Zedong. Mao memimpin CCP selama 33 tahun. Setelah era kekuasaannya, kekuasaan partai dibagi rata antara para elite politiknya, yakni satu orang satu periode yaitu 5 tahun. Pengangkatan Xi sebagai Sekjen partai sekali lagi membuat Cina kembali ke era pemerintahan satu orang.
Xi juga sudah memilih para anggota Komite Tetap Politburo (PSC). Yakni, Li Qiang, Zhao Leji, Wang Huning, Cai Qi, Ding Xuexiang, dan Li Xi. Mereka adalah orang-orang terdekat Xi Jinping. PSC setara dengan kabinet presidensial Cina. Untuk mencapai puncak, bukan hanya rekam jejak yang luar biasa, melainkan juga manuver politik yang cekatan.
Dengan posisi barunya, Xi bisa dipastikan akan menjabat presiden Cina untuk periode ketiga pada rapat legislatif tahunan Maret tahun depan. Posisi Li Qiang yang berada di urutan pertama jajaran Politburo setelah Xi menunjukkan bahwa dia adalah kandidat teratas untuk menggantikan Perdana Menteri (PM) Li Keqiang Maret nanti.
"Li mungkin cukup cakap dan mungkin menjadi perdana menteri yang baik, tetapi sulit untuk melihat bagaimana dia sampai di sana selain melalui bantuan pribadi Xi," ujar Richard McGregor, pengamat di Lowy Institute, Sydney, seperti dikutip Agence France-Presse.
Li adalah pemimpin Shanghai. Karena itu, bukan hal yang aneh baginya untuk dipromosikan ke peringkat teratas partai. Namun, tidak seperti PM sebelumnya, Li dinilai tidak memiliki pengalaman di tingkat pemerintah pusat. Lockdown di Shanghai beberapa waktu lalu juga menjadi sorotan karena 25 juta penduduk di kota bisnis itu berjuang mengakses makanan dan perawatan medis dasar.
Semua anggota baru PSC dianggap memiliki loyalitas dan sangat dekat dengan Xi. Pengamat di Jamestown Foundation Willy Lam mengungkapkan bahwa kemenangan satu faksi saja dalam partai komunis Tiongkok itu adalah hal yang tidak normal. Kalau dulu, pasti ada keseimbangan.
"Ini artinya tidak akan ada pengecekan dan penyeimbang. Xi Jinping juga memiliki kendali penuh atas Politburo dan Komite Sentral," terangnya.
Tidak semua penduduk Tiongkok senang dengan terpilihnya Xi. Mereka menganggap pemimpin 69 tahun itu sebagai diktator. Namun, untuk memprotes secara langsung, banyak yang tidak bernyali. Kamis (13/10) beberapa hari sebelum kongres Partai Komunis, seorang warga memasang spanduk di Sitong Bridge sebagai aksi tunggal.
"Kehidupan, bukan kebijakan nol Covid. Kebebasan, bukan penguncian darurat militer. Martabat, bukan kebohongan. Reformasi, bukan revolusi budaya. Memilih, bukan kediktatoran. Warga negara, bukan budak," bunyi spanduk yang terbentang di jembatan tersebut.
Tidak diketahui siapa sosok yang memasang spanduk tersebut. Yang jelas, dia dan spanduk protesnya sudah diamankan. Sosok itu kini dijuluki Bridge Man.
Sementara itu, gejolak politik juga terjadi di Inggris setelah pengunduran diri Liz Truss sebagai PM. Para petinggi di Partai Konservatif mulai memperebutkan kursi Truss. Kemarin Rishi Sunak memastikan bahwa dirinya akan ikut dalam pemilihan PM.
Mantan menteri keuangan Inggris itu mendapatkan dukungan dari 145 anggota parlemen. Boris Johnson hanya mendapatkan 57 suara, disusul Penny Mordaunt 23 suara. Kandidat pemimpin Partai Konservatif membutuhkan minimal 100 dukungan dan batas akhirnya, Senin (24/10) hari ini.
"Saya ingin memperbaiki perekonomian kita, menyatukan partai kita, dan merealisasikan (janji) untuk negara kita," ujar pesaing Truss dalam pemilihan sebelumnya itu.(sha/c12/bay/jpg)