JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Pemerintah Amerika Serikat (AS) bersikeras menuduh pemerintah Iran sebagai pelaku serangan kilang minyak Abqaiq, Arab Saudi, pekan lalu. Presiden AS Donald Trump pun memberi sinyal bahwa AS siap membalas. Perkembangan tersebut membuat banyak negara merasa was-was.
"Kami punya alasan untuk merasa yakin siapa pelakunya. (AS) sudah terkokang dan tinggal menunggu verifikasi dari Kerajaan (Arab Saudi, Red)," tulis Trump melalui Twitter-nya Ahad (15/9).
Gedung Putih seperti yakin 100 persen bahwa pemerintah Hassan Rouhani-lah yang melumpuhkan salah satu kilang terbesar Saudi Aramco itu. Akibat serangan Sabtu itu, 5 persen pasokan minyak dunia hilang dari peredaran. Harga minyak global pun naik lebih dari 10 persen.
AS juga tak mau disebut tukang fitnah. Pemerintah pun membeberkan data-data yang dirasa mendukung klaim mereka. Salah satunya, fakta bahwa ada 19 target yang terkena serangan. Padahal, Houthi hanya mengaku mengerahkan 10 drone untuk aksi tersebut.
"Dilihat dari sudut serangan, serangan itu kemungkinan besar datang dari wilayah Iran atau Iraq," ujar salah satu pejabat pemerintah yang menolak diungkap identitasnya kepada CNN.
AS juga menambahkan bahwa Kuwait juga melaporkan adanya drone yang tanpa izin melewati ruang angkasanya sebelum serangan kilang Aramco. Hal itu memperkuat dugaan bahwa serangan datang dari Barat Laut Arab Saudi.
Pakar-pakar militer lainnya setuju bahwa serangan tersebut dilakukan oleh kekuatan militer negara. Namun, mereka mengatakan hal itu tak langsung memastikan bahwa Iran-lah pelakunya.
"Serangannya memang sangat akurat. Tapi itu tidak memastikan apa pun," papar pensiunan angkatan laut AS John Kirby.
Mungkin Pemerintah AS, juga sadar bahwa bukti mereka belum kuat. Karena itu, beberapa petinggi gedung putih buru-buru menghaluskan nada yang dikeluarkan. Kepala Staf Wakil Presiden Marc Short menjelaskan bahwa kata terkokang artinya bahwa pasokan energi AS aman dari serangan-serangan tersebut.
"Presiden selalu terbuka terhadap semua pilihan," ucap penasihat senior Gedung Putih Kellyanne Conway kepada Fox News.
Presiden Iran Hassan Rouhani terus menyangkal tuduhan tersebut, Dia berpendapat bahwa wajar jika warga Yaman ingin membalas kejahatan yang dilakukan koalisi Arab Saudi. Sangkalan itu juga diperkuat oleh pihak Houthi.
"Kami mengonfirmasi bahwa pasukan Yaman-lah yang menyerang kilang tersebut. Kami tak perlu memberikan bukti apa pun," ujar jubir Houthi Mohammed Albukhaiti kepada Agence France-Presse.
Negara-negara lainnya pun meminta agar semua pihak yang terkait bisa menahan diri. Jika memang perang terjadi di wilayah Timur Tengah, maka pasokan minyak dunia bakal terganggu. Langkah AS untuk melepas cadangan minyak di Strategic Petroleum Reserve pun tak akan bertahan lama.
Tuduhan AS terhadap Iran
Iran terlibat memasok rudal balistik kepada kelompok Houthi untuk menyerang ibu kota Arab Saudi pada 2017.
Iran diam-diam mengembangkan nuklir tak sesuai kesepakatan nuklir alias Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA). Tuduhan itu menjadi dasar bagi Presiden Donald Trump keluar dari JCPOA pada 2018.
Iran menyerang kapal-kapal tanker di perairan Teluk pada Juni. Iran ingin memasok minyak ke rezim Syria dengan kapal Adrian Darya 1. Kapal tersebut sempat ditahan otoritas Gibraltar Juli lalu atas dugaan yang sama. Iran menyerang jaringan produksi minyak Abqaiq milik Saudi Aramco.
Sumber: The Guardian, Agence France-Presse, dan BBC
Sumber : Jawapos.com
Editor : Rinaldi