RENGAT (RIAUPOS.CO) - Bupati Indragiri Hulu (Inhu), Rezita Meylani Yopi SE menerima penghargaan sertifikat bebas frambusia tingkat nasional tahun 2022. Sertifikat dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI diterima langsung oleh Bupati Inhu pada puncak peringatan Hari Neglected Tropical Diseases (NTDs) Sedunia 2023 di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta Timur, Selasa (21/2).
Perhargaan tersebut diterima setelah Kabupaten Inhu berhasil menekan atau zero reporting atas pertumbuhan kasus penyakit menular di daerah itu. Di mana, penyakit frambusia, yaws, atau Patek merupakan penyakit infeksi kronik berulang (kambuhan dan menahun).
Demikian disampaikan Kepada Dinas Kesehatan (Kadiskes) Kabupaten Inhu, Elis Julinarti DCN MKes. ''Keberhasilan ini juga tidak terlepas arahan dan petunjuk bupati serta kerja sama lintas sektor terkait yang turut serta mendampingi dalam pelaksanaan eradikasi frambusia atau pembasmian berkelanjutan,'' ujar Elis.
Menurutnya, sertifikat bebas frambusia tersebut berdasarkan surat dari Kemenkes nomor PM.03.03/C/495/2023 pada tanggal 31 Januari 2023 lalu. Surat tersebut menyatakan bahwa, Diskes Inhu merupakan salah satu dari 103 kabupaten/kota di Indonesia yang mendapatkan penghargaan sertifikat bebas frambusia tingkat nasional tahun 2022.
Untuk sampai pada tahap ini, Kabupaten Inhu sebelumnya telah berusaha dan berupaya melewati tahap assessment yang dilakukan oleh tim penilai pada 19 Oktober 2022. Di mana, pada tahap pertama dimulai dari penilaian dari tim penilai Dinas Kesehatan (Diskes) Provinsi Riau baik secara administrasi maupun kunjungan lapangan.
Tahap selanjutnya berupa penilaian dari tim sertifikasi bebas Frambusia tingkat nasional. ''Ada 4 orang dari tim nasional yakni Wakil Ketua II Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia, Komite Ahli Frambusia Kemenkes, Sekretaris Kelompok Studi Morbus Hansen dan perhimpunan dokter spesialis kulit dan kelamin serta tim negleted tropical desease,'' ungkapnya.
Dari penilaian tersebut, Kabupaten Inhu dapat menekan angka penyakit frambusia yang disebabkan oleh kuman treponema pallidum pertenue. Di mana kulit mengalami infeksi akibat bakteri tersebut.
''Faktor risiko untuk tertular penyakit frambusia akibat sosial ekonomi rendah (kemiskinan, permukiman padat penduduk, status gizi buruk), perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) yang buruk, lingkungan buruk (akses air bersih, sanitasi yang buruk), dan adanya kasus pencetus sebagai reservoir,'' tambahnya.
Untuk itu harapnya, dengan adanya sertifikat bebas Frambusia hendaknya menjadi motivasi bagi Puskesmas agar tetap menyosialisakan tentang pencegahan dan pengendalian penyakit menular di lingkungan masyarakat. ''Semoga prestasi ini dapat meningkatkan kemampuan dan keinginan masyarakat untuk tetap menjalankan pola hidup sehat dan bersih,'' harapnya.(kas)
Laporan Raja Kasmedi, Rengat