Pemerintah Tak Konsisten, Mengadu ke DPR

Hukum | Kamis, 24 Januari 2019 - 09:06 WIB

Pemerintah Tak Konsisten, Mengadu ke DPR
PERTEMUAN: Wakil Ketua DPR Fadli Zon (tengah), Ketua Dewan Pembina Tim Pengacara Muslim (TPM) Mahendradatta (kiri), dan anak bungsu Ustaz Abu Bakar Baasyir, Abdur Rochim saat melakukan pertemuan di Gedung Nusantara III, Senayan, Jakarta, Rabu (23/1/2019). (HENDRA EKA/JPG)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Rencana pembebasan Ustaz Abu Bakar Ba’asyir yang tidak kunjung jelas sampai, Rabu sore (23/1) mendorong Tim Pengacara Muslim melapor kepada Wakil Ketua DPR Fadli Zon. Di­pimpin langsung oleh Mahendradatta, kemarin mereka mengadu kepada wakil ketua DPR bidang politik, hukum, dan keamanan itu.

Aduan disampaikan setelah mereka memastikan bahwa tidak ada pembebasan tanpa syarat sebagaimana dijanjikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya.
Baca Juga :Tangis Bahagia Luhut saat Maruli Simanjuntak Dilantik Presiden Jadi KSAD

Perubahan sikap tersebut muncul pascaada perbedaan pandangan di internal pemerintah terkait rencana pembebasan terpidana kasus terorisme tersebut.

”Menurut kami ada praktik ketatanegaraan yang janggal. Setelah Pak Presiden ngomong (pembebasan Ustaz Ba’asyir, red). Muncul pernyataan Menko Polhukam. Presiden jangan grusa-grusu. Ini kok menteri negur Presiden,” kata Mahendradatta.

Keterangan itu disampaikan Mahendradatta didampingi oleh Achmad Michdan dan putra Ustaz Ba’asyir, Abdul Rahim Ba’asyir. Mahendradatta menyebut, Ustaz Ba’asyir selama ini tidak pernah meminta dibebaskan. Namun, karena kliennya sejak 13 Desember 2018 telah melampaui dua per tiga masa tahanan, Tim Pengacara Muslim telah melakukan sejumlah kajian. Yang tujuannya untuk mengajukan pembebasan bersyarat terhadap Ustaz Ba’asyir.

 “Kami masih mengkaji apakah ustaz harus dikenakan pasal di peraturan Menkumham nomor 99 tahun 2012,” kata Mahendradatta.

Kajian itu, lanjut Mahendradatta, disebabkan Ustaz Ba’asyir telah berstatus narapidana atau napi sejak Februari 2012. Sedangkan permen itu baru muncul setelahnya. Yakni pada November 2012. Dia menilai, seharusnya kliennya tidak dikenakan peraturan yang muncul setelah ada putusan inkracht.  “Karena aturan di Indonesia mengenal azas nonretroaktif,” ujar Mahendradatta.

Dia menyebut, kajian itu belum pernah mereka buka. Namun, tiba – tiba pada 12 Januari lalu, Yusril Ihza Mahendra datang menemui Ustaz Ba’asyir. Pada pertemuan tersebut Ustaz Ba’asyir itu mendapat tawaran bebas tanpa syarat. Pernyataan tersebut ditegaskan Yusril pada 18 Januari. Saat itu Ustaz Ba’asyir didampingi Michdan dan Abdul Rahim.

“Yusril datang sebagai penasihat hukum calon presiden. Karena yang bisa menemui ustaz selama ini sangat dibatasi. Hanya keluarga dan kami selaku pengacara,” ujar Mahendradatta.

Dalam pernyataannya, Yusril disebut telah meyakinkan presiden terkait status pembebasan tanpa syarat. Mahendradatta pun menyampaikan bahwa Ustaz Ba’asyir sempat bertanya beberapa kali kepada Yusril. “Ustaz bilang, kalau pakai syarat-syarat nggak usahlah, tahanan rumah, ada polisi repot. Tetapi, disampaikan kalau nggak ada tahanan rumah,” terang Mahendradatta.

Pertanyaan Ustaz Ba’asyir ternyata tidak cukup di situ. Menurut Mahandradatta, kliennya sempat bertanya lagi kepada Yusril. Apa tidak sebaiknya diberi remisi besar. Ustaz Ba’asyir punya pandangan remisi besar bisa diberikan saat momen Idul Fitri nanti.

”Ustaz bilang, kalau mau tolong saya, kasih remisi yang besar. Kan ada itu bos Century yang dapat remisi 77 bulan (Robert Tantular, red). Itu pemikiran yang sangat simpel dari ustaz,” kata Mahendradatta. Namun demikian, tidak lama setelah pertemuan itu muncul pernyataan yang sama disampaikan Presiden Jokowi saat berada di Garut, Jawa Barat.









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook