Hakim menyatakan Idrus bersama-sama Eni M Saragih selaku wakil ketua Komisi VII DPR membantu Kotjo mendapatkan proyek di PT PLN. Kotjo sendiri berperan sebagai pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd (BNR) yang ingin mendapatkan proyek di PLN.
Selanjutnya, Kotjo menggandeng perusahaan bernama China Huadian Engineering Company Ltd (CHEC) asal Tiongkok sebagai investor. Namun, Kotjo sempat kesulitan berkomunikasi dengan pihak PLN sehingga meminta bantuan Setya Novanto sebagai kawan lamanya.
Novanto pun setuju dan mempertemukan Kotjo dengan Eni sebagai pimpinan Komisi VII DPR yang membidangi energi. Eni lantas membantu Kotjo dan melaporkan perkembangannya kepada Novanto selaku ketua umum Golkar. ’’Terdakwa berkomunikasi dengan Johanes B Kotjo untuk memenuhi permintaan Eni Maulani Saragih. Terdakwa minta Kotjo untuk membantu Eni Maulani Saragih untuk keperluan Pilkada Temanggung,’’ ungkap hakim.
Idrus kemudian mengarahkan Eni untuk meminta uang 2,5 juta dolar AS kepada Kotjo. Uang itu digunakan untuk keperluan Munaslub Golkar. Mereka berdua juga sempat bertemu untuk membahas uang untuk Munaslub Golkar. Saat itu, Idrus berkeinginan menjadi ketua umum Golkar menggantikan Novanto yang ditahan KPK.
’’Menimbang bahwa total jumlah uang yang diterima Eni Maulani Saragih dari Johanes Budisutrisno Kotjo adalah sebesar Rp4,750 miliar dan Rp2,250 miliar diterima oleh Eni Maulani Saragih dengan sepengetahuan dan persetujuan terdakwa dan uang tersebut direncanakan untuk pelaksanaan Munaslub Partai Golkar yang akan mengusung terdakwa Idrus Marham untuk menjadi ketua umum Partai Golkar menggantikan Setya Novanto,’’ jelas hakim.