MALANG (RIAUPOS.CO) - Jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Malang akhirnya tidak menjerat ZA dengan pasal pembunuhan dan pembunuhan berencana. Siswa SMA yang menjadi pesakitan karena membunuh begal yang hendak memerkosa pacarnya itu hanya dituntut hukuman berupa pembinaan selama setahun di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) Darul Aitam, Wajak, Kabupaten Malang.
Tuntutan tersebut diajukan karena jaksa menganggap ZA mempunyai niat untuk menyakiti Misnan, pelaku begal yang ditikam dengan pisau hingga tewas.
Dalam sidang tertutup di Pengadilan Negeri Kepanjen, Malang, itu, jaksa mengungkapkan bahwa ZA terbukti memenuhi unsur penganiayaan yang mengakibatkan seseorang meninggal. Unsur tersebut termuat dalam pasal 351 ayat 3.
Kristriawan, JPU Kejari Malang, membacakan tuntutan itu secara cepat. Hanya sekitar 10 menit sidang dinyatakan selesai. ”Menyatakan anak ZA bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 351 ayat 3 KUHP dalam dakwaan kesatu lebih subsider,” ucapnya di ruang sidang. Kendati sidang berlangsung tertutup, suara Kristriawan masih terdengar dari luar ruangan. Setelah sidang, Kristriawan enggan berbicara. Dia langsung meninggalkan ruang sidang tanpa sepatah kata pun.
Sementara itu, Kasipidum Kejari Malang Sobrani Binzar menyatakan, ada unsur niat yang membuat ZA dianggap melakukan perbuatan melawan hukum. Yakni, membuat Misnan terluka. ”Menyakiti dengan adanya luka disebut dengan penganiayaan. Itu sesuai dengan fakta persidangan,” katanya.
Sobrani mengungkapkan, unsur kesengajaan sudah terpenuhi. Selain itu, dalam fakta persidangan, ditemukan adanya unsur kesengajaan saat ZA mengambil pisau di dalam jok motor. Saat itu Misnan sedang berbicara dengan temannya. ”Perlu diingat, terdakwa juga menyembunyikan pisau tersebut,” tuturnya.
Sobrani menambahkan, unsur penganiayaan juga terbukti. Alasannya, korban mengalami luka tusuk. ”Terakhir, unsur menyebabkan matinya orang. Itu sudah terbukti karena Misnan meninggal dunia setelah mengalami luka tusuk,” ujarnya.
Pada bagian lain, penasihat hukum ZA, Bakti Riza Anugerah dan Afrizal Mukti Wibowo, merasa kecewa dengan tuntutan jaksa. Meski tidak dituntut pidana penjara, bagi mereka, penerapan pasal tersebut tidak sesuai. ”Kami akan jelaskan dalam pleidoi,” ucap Bakti.
Bagi dia, unsur penganiayaan dalam tuntutan ke kliennya tidak tepat. Sebab, tidak ada perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang. Sesuai fakta sidang, kliennya hanya bersikap refleks. Waktu itu, Misnan dan satu begal lainnya, Aliwafa, mengancam dan melakukan perampasan. Buktinya, handphone kliennya dan VN, teman perempuan ZA, tidak berada dalam genggaman mereka saat kejadian. ”Kami masih yakin perbuatan ZA menusuk itu karena ada ancaman sehingga dia melakukan pembelaan. Dalam pasal 49 KUHP, hal itu tidak dipidana,” tegas dia.
Hal yang sama disampaikan Afrizal. Menurut dia, perbuatan ZA tidak bisa dipidana. Sebab, saat kejadian, ada alasan ZA melakukan penusukan itu. Salah satunya, ZA dan VN menjadi target begal. ”Klien kami mengalami guncangan jiwa karena ancaman serangan dalam waktu dekat,” tuturnya.
Setelah sidang, ZA tampak murung. Dia langsung menuju orang tuanya dan pulang. Dihubungi melalui telepon, dia mengatakan bahwa tuntutan jaksa tidak sesuai dengan perkiraannya. Dia tak mengira bakal dijerat dengan pasal penganiayaan. ZA merasa hanya membela diri. ”Dua lawan satu, saya harus berani. Meski, secara jumlah saya kalah dan tak punya keahlian tarung. Tapi, koncoku diancem perkosa, yo khawatir dan ndredeg aku,” tuturnya. Bahkan, dia mengaku tak tahu bahwa pisau yang ditusukkannya membuat begal itu tewas.
Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman