SURABAYA (RIAUPOS.CO) - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Surabaya mengecam laporan yang dilakukan Persebaya terhadap Jawa Pos di Polrestabes Surabaya. AJI mendesak manajemen Persebaya mencabut laporan dan mendorong Persebaya untuk menempuh jalur hak jawab atau melalui Dewan Pers. Menurut mereka, tindakan Persebaya sama dengan kriminalisasi para jurnalis dan media massa.
Ketua AJI Surabaya Miftah Faridl mengatakan, jika liputan investigasi Jawa Pos berjudul ‘Green Force pun Terseret’ dianggap mengandung fitnah atau pencemaran nama baik, maka Persebaya seharusnya meminta hak jawab kepada Jawa Pos. Sebab, masalah itu sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 atau UU Pers Pasal 1 (11, 12 dan 13) tentang hak jawab dan koreksi.
Serta Kode Etik Jurnalistik Pasal II dan 10 tentang melayani hak jawab serta prosedur pencabutan, ralat, memperbaiki berita yang tidak akurat. “Artinya, seluruh hak-hak orang, kelompok atau lembaga yang menjadi objek pemberitaan dan kewajiban media massa, diatur dan dijamin oleh undang-undang,” tulis Farid dalam pernyataan sikap AJI Surabaya, Selasa (8/1) siang.
AJI Surabaya juga menyayangkan karena laporan Persebaya langsung dibuatkan laporan polisi oleh Polrestabes Surabaya. Mereka mengingatkan tentang adanya nota kesepahaman (MoU) antara Dewan Pers dengan Polri. MoU ini bisa menjadi rujukan Polrestabes Surabaya untuk melindungi kemerdekaan pers.
“Hal ini menjadi pembelajaran bagi semua pihak termasuk media massa, tentang bagaimana seharusnya sengketa pemberitaan itu diselesaikan. Apalagi, pelapor merupakan mantan wartawan yang semestinya memahami masalah ini,” tutup Farid.
Sebelumnya Pemimpin Redaksi Jawa Pos Koran Abdul Rokhim mengatakan, siap mempertanggungjawabkan produk jurnalistik yang dipublikasikan ke publik. Dia menegaskan kalau laporan investigasi Jawa Pos berdasarkan data dan fakta yang telah diuji kebenarannya secara ketat. Sehingga, sesuai dengan kode etik jurnalistik.
“Saya menjamin, tidak ada niat buruk dari Jawa Pos untuk mencemarkan nama baik atau memfitnah pihak tertentu. Apalagi Persebaya, klub sepakbola kebanggaan pembaca Jawa Pos dan seluruh warga Jawa Timur,” ujarnya, Senin (7/1).
Lebih lanjut Abdul Rokhim mengatakan, laporan investigasi itu mengungkap temuan di lapangan atas dugaan praktik pengaturan skor dan pertandingan yang dilakukan mafia sepakbola di banyak klub. Dia berharap agar temuan itu akan ditindaklanjuti oleh pihak yang berwenang secara hukum. Yakni Satgas Antimafia Bola Polri dan Komdis PSSI.
“Meskipun kami meyakini sudah menjaga kode etik dan tidak ada niat buruk, namun tentu kami tak bisa melarang orang berkeberatan dengan liputan kami,” imbuhnya.
Oleh sebab itu, pihak yang keberatan bisa menyalurkannya melalui mekanisme yang telah diatur. Yakni, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Seperti meminta hak jawab, atau melakukan pengaduan ke Dewan Pers. “Meski begitu, kami siap mengikuti proses apapun untuk mempertanggungjawabkan karya jurnalistik kami,” kata Abdul Rokhim.(jpc/jpg)