JAKARTA (RP) - Mengantisipasi gratifikasi yang biasa diterima Kepala Kantor Urusan Agama (KUA), Irjen Kantor Kementerian Agama (Kemenag) RI akan mengeluarkan solusi multi tarif nikah resmi hingga Rp 1 juta.
Hal ini berawal ketika Kemenag Kabupaten Kediri mengeluarkan kebijakan kontroversial. Mereka memutuskan menghentikan layanan pencatatan nikah di luar jam kerja dan di luar kantor per hari ini, Ahad (1/12).
Kebijakan yang diambil oleh Kantor Urusan Agama (KUA) di bawah Kantor Kemenag Kabupaten Kediri itu sejatinya tidak salah. Bahkan sesuai aturan, yakni Peraturan Menteri Agama (PMA) 11/2007. Inspektor Jenderal (Irjen) Kemenag M Jasin mengatakan, Kemenag memang tidak menganjurkan pencatatan nikah dilakukan di luar KUA dan di luar jam kerja.
Namun Jasin mengakui kondisi di lapangan saat ini dilematis. Dia mengatakan upaya jajaran KUA di Kediri itu bagus, karena mencegah praktik gratifikasi bagi penghulu. Slama ini petugas pencatat nikah yang bekerja di luar jam kerja dan di luar KUA sering mendapatkan gratifikasi dari keluarga mempelai. ‘’Gratifikasi memang, karena tidak ada aturannya,’’ katanya kemarin.
Untuk langkah aman, proses pencatatan nikah dilakukan di KUA dan pada hari kerja. Sementara tarif yang dipatok sebesar aturan pemerintah, yakni Rp30 ribu. Petugas KUA tidak ada alasan lain meminta atau menerima gratifikasi. Sebab mereka tidak mengeluarkan ongkos apapun.
Sebagai jalan tengahnya, Jasin mengatakan saat ini Itjen Kemenag sedang menyusun multi tarif pencatatan nikah untuk disodorkan ke Menag Suryadharma Ali. Selanjutnya oleh Menag bisa diusulkan lagi ke Kementerian Keuangan.
Isi konsep multi tarif itu adalah; biaya nikah Rp0 untuk pasangan dari keluarga miskin dengan menunjukkan keterangan dari pihak berwenang. Kemudian biaya nikah Rp500 ribu untuk kelompok pasangan dari keluarga ekonomi umum. Terakhir tarif nikah rata-rata Rp1 juta untuk keluarga kaya. Keluarga golongan ini bisa dideteksi dengan kemampuan menyewa gedung untuk pernikahan dengan harga di atas Rp25 juta.
Konsekuensi dari penerapan multi tarif ini, pencatatan nikah bisa dilakukan di luar jam kerja dan di luar KUA. Karena tarifnya sudah dinaikkan, petugas KUA dilarang menerima gratifikasi. Jika terbukti masih menerima gratifikasi, diancam sanksi pemberhentian dengan tidak hormat.
Mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu mengatakan, petugas pencatat nikah adalah abdi negara. Bagaimanapun juga, tugas mereka adalah melayani masyarakat. ‘’Dengan penerapan multi tarif ini, penghulu bisa leluasa menerima undangan masyarakat,’’ katanya. Kebijakan ini diharapkan terbit Desember ini. (jpnn/wan)