JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Cerita KKN di Desa Penari menjadi seru dan seram gara-gara penguasa gaib Desa Penari, Badarawuhi. Dengan pesona dan sosok misteriusnya, sosok Badarawuhi menjadi salah satu daya tarik cerita. Aktris Aulia Sarah pun berhasil menghidupkan karakter makhluk halus tersebut dalam film KKN di Desa Penari yang tayang mulai 30 April lalu.
Film horor pertama bagi Aulia itu membuatnya semakin dikenal setelah membintangi beragam judul film seperti Backstage (2021) dan Ketika Tuhan Jatuh Cinta (2014). Berikut hasil chitchat tim Jawa Pos (Jawa Pos Group) dengan Aulia, Sabtu (28/5/2022) lalu.
Apa reaksi pertama Aulia ketika membaca utas tentang KKN di Desa Penari yang ditulis Simple Man di Twitter?
Jujur, aku baru tahu utas itu setelah ada info tentang casting karena aku enggak terlalu aktif di Twitter. Tapi, sebelum casting, aku meluangkan waktu sehari untuk riset. Aku menggali banget gimana sih kisahnya lewat YouTube, Twitter, dan artikel. Pas baca utasnya, aku merasa, ’Wow, ini ternyata true story, lho.’ Terus, aku shock melihat jumlah pembacanya. Padahal, ini baru cerita yang dibagikan lewat tulisan, tapi pembacanya udah banyak banget. Hype-nya juga gila. Terus, semuanya sangat detail. Karakternya pun kuat semua, keren banget. Jadi, aku merasa sangat tertantang untuk mengikuti casting.
Setelah dapat peran sebagai Badarawuhi, tantangan apa yang kamu rasakan?
Banyak sekali. Apalagi, ini adalah film horor pertamaku. Badarawuhi kan bukan manusia, melainkan makhluk dari alam lain. Ia adalah jin siluman ular, tapi juga sang penari. Lalu, karena ia adalah siluman ular, selama proses reading, otomatis aku enggak hanya duduk. Aku ikut workshop pendekatan sama ular. Terus, aku juga latihan nari karena ia adalah sang penari yang punya gelar dawuh.
Bisa dibilang menari menjadi poin sentral di peran ini, ya. Ceritakan prosesnya, dong!
Karena aku bukan penari, menurutku, capek sih. Mulai sebelum syuting sampai proses reading, latihannya sekitar satu bulanan lah. Aku pernah ikut sanggar tari daerah waktu TK dan SD. Tapi, habis itu aku enggak pernah nari tradisional lagi. Pas SMP-SMA, aku ikutnya modern dance. Dapat kesempatan untuk memerankan karakter yang bisa menari, apalagi tarian tradisional, bikin aku happy banget. Sebuah tantangan baru, tapi juga kayak nostalgia masa kecil aku. Walaupun capek, tetap enjoy.
(Spoiler alert) Scene apa yang paling berkesan?
Di scene adegan hajatan itu kan aku harus menari selama satu lagu utuh tiap take. Scene itu diambil setelah melalui lebih dari lima kali take. Karena dasarnya bukan penari, pas ambil scene itu aku merasa capek banget. Tapi, setelah aku mendengar kata ”action” dan harus mulai nari lagi dari awal, capeknya tiba-tiba hilang. Entah kenapa, aku langsung semangat aja. Sampai aku sendiri heran kok aku lincah banget narinya, kayak bukan aku. Mungkin dapet semacam energi tambahan yang membuat aku semangat narinya.
Apa yang kamu suka dari Badarawuhi?
Hampir semuanya seru. Make-up-nya aja beda. Aku suka sama make-up yang berkarakter. Belum lagi bajunya. Memang bajunya cuma satu, tapi Indonesia banget, Jawa banget. Aku suka look-nya. Terus, lokasi syutingnya juga di hutan. Bayangin aja kami melakukan scene menari di hajatan, tengah malam, dengan diiringi suara gamelan. Walau sebenarnya asing dan agak creepy, aku suka detail setnya.
Terus, yang paling tak terlupakan itu ketika aku akting di scene sama ular. Aku benar-benar dililit ular sanca besar yang beratnya bisa sampai 30–40-an kilogram. Belum lagi adegan di kolam yang aku berendam bareng sama ular. Ularnya emang kecil, tapi panjangnya sekitar 1 meter dan ada 50 ekor.
Sekarang film ini sudah ditonton lebih dari 8 juta orang. Bagaimana tanggapanmu?
Shock banget. Aku juga sejak awal yakin film ini sangat merakyat sehingga mudah diterima penonton. Tapi, untuk mendapatkan hype sebesar ini, jujur aku sama sekali enggak menyangka. Aku bahagia dan bersyukur sekali sama Allah karena dikasih berkah ini. Terima kasih untuk 8 juta penonton yang sudah nonton.
Sumber: Jawa Pos
Editor: Edwar Yaman