Selanjutnya yang tak kalah menarik adalah, digelar juga pesta kostum. Jadi, tidak hanya para personil Woy Band yang mengenakkan kostum slowrock era 80-90an tetapi juga para pengunjung dipersilakan untuk berpesta kostum. Pesta kostum itu, khusus bagi pengunjung akan dinilai panitia, di panghujung acara, akan diumumkan tiga pilihan kostum terbaik dan mendapatkan cindramata dari Woy Band Manajemen.
Sementara itu, menurut salah seorang personil lainnya di Woy Band yang ikut bergabung, Zalfandri Zaenal alias Matrock mengatakan sebenarnya Kenangan menjadi sesuatu daya pikat yang bisa dijadikan kekuatan untuk tetap bertahan dan berkarya pada hari ini. Bentangan peristiwa pada kenangan membongkar memori manusia untuk senantiasa mendekap rasa bahagia. Bukanlah halusinasi, tapi inilah kenyataan; kenangan mengajak kembali bergairah menjalani kehidupan ini.
Matrock sapaan akrabnya itu akhirnya kembali memegang dan memiankan gitar bass di kumpulan musik Woy Band. Padahal sudah lebih 13 tahun Matrock tak pernah memegang alat musik ini karena semenjak masuk Jurusan Musik di AKMR tahun 2002 lalu, Matrock lebih banyak memainkan alat musik gambus dan menggarap musik-musik inovatif, sehingga memunculkan nama Matrock sebagai musisi Riau yang diperhitungkan di jagat Tanah Melayu ini.
“Di Woy Band, saya membongkar kenangan bersama kawan-kawan melalui musik slowrock. Bagaimana mungkin saya meninggalkan musik ini, sejak kelas 2 SD saya sudah akrab dengan musik slowrock ini. Musik ini juga yang merangsang saya untuk berlatih memiankan gitar,” ujar Ketua kelompok Musik Blacan Aromatik ini.
Matrock menjelaskan bahwa slow rock 80-90 an yang dimainkan oleh musisi Malaysia, memiliki arti penting dalam perkembangan musik Melayu di nusantara ini. Musik slow rock Malaysia, Matrock lebih petah menyebut slowrock Melayu, memiliki ciri khas kemelayuan yang kuat. Ruh musik Melayu tidak hilang, cengkok Melayu dipertahankan, dan liriknya, kata Matrock, memperkuat identitas musik slowrock Malaysia itu menjadi slowrock Melayu.
“Apa yang disajikan kumpulan slow rock Melayu itu sangat dekat dengan telinga kita.
Ditambah lagi, kita orang Riau ini, pada 80-90 an setiap hari mendengar radio dan menonton televisi negara jiran itu yang sama dengan kita. Tiada sekat untuk kebudayaan, khususnya kesenian Melayu, walaupun kita dibatasi oleh administrasi negara. Artinya kami bicara masalah kebudayaan bukan di wilayah politik,” ujar Matrock tegas.