MUSIC & MOVIE

Thor 4: Kisah tentang Cinta dan Halilintar yang Kurang Menggelegar

Hiburan | Selasa, 00 0000 - 00:00 WIB

Thor 4: Kisah tentang Cinta dan Halilintar yang Kurang Menggelegar
Logo film Thor: Love and Thunder (MARVEL STUDIOS)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) –  Setelah muncul terakhir kali pada 2019 dengan perut buncit dalam Avengers: Endgame, Thor sang Dewa Petir dari Asgard akhirnya kembali lagi dalam film solo keempatnya. Rilis pada 6 Juli 2022, film tersebut berjudul Thor: Love and Thunder.

Disutradarai oleh Taika Waititi, Thor: Love and Thunder kembali menghadirkan Chris Hemsworth sebagai Thor Odinson beserta wajah-wajah lama lainnya seperti Tessa Thompson (Valkyrie), Jaimie Alexander (Sif), dan sang sutradara sendiri sebagai pengisi suara Korg.


Thor: Love and Thunder juga kembali menampilkan aktris Natalie Portman sebagai Jane Foster, mantan kekasih Thor yang terakhir kali muncul di Thor: The Dark World (2013). Menariknya, Jane kini tidak hanya dihadirkan sebagai seorang ilmuwan cerdas, melainkan sebagai pahlawan super yang juga memiliki kekuatan seperti Thor.

Untuk sosok antagonis, Waititi menggaet Christian Bale yang berperan sebagai Gorr The God Butcher. Pemeran Batman dalam trilogi The Dark Knight yang disutradarai Christopher Nolan tersebut kembali membuktikan kelasnya sebagai aktor jempolan dalam film ini.

Thor: Love and Thunder mengambil latar waktu setelah kejadian di Avengers: Endgame, di mana Thor memutuskan melanglang buana bersama para kru Guardians of The Galaxy ke berbagai penjuru semesta untuk membasmi kejahatan.

Perjalanan Thor bersama Peter Quill alias Star Lord dan koleganya terpaksa berakhir setelah mendadak ia mendapat kabar dari Sif bahwa para dewa yang ada di berbagai belahan dunia tewas secara mengenaskan satu per satu.

Dalang di balik kematian para dewa tersebut adalah sosok sadis bernama Gorr, sang jagal dewa. Kebrutalan yang dilakukan Gorr bukannya tanpa alasan. Dikisahkan bahwa Gorr awalnya merupakan seseorang yang religius dan sangat memuja para dewa. Namun, rentetan kenyataan pahit dan pengkhianatan yang ia alami membuat Gorr diliputi kekuatan hitam yang membuatnya mampu memanggil dan menggunakan Necrosword, pedang pembantai dewa.

Direngkuh amarah membara yang berangkat dari kesedihan dan kekecewaan, Gorr lalu bersumpah membunuh semua dewa, tidak terkecuali Thor.

Perjalanan Thor untuk menghentikan Gorr kembali mempertemukannya dengan Jane Foster yang tengah mengidap kanker stadium 4. Jane, secara ajaib, berhasil mendapatkan kekuatan halilintar layaknya Thor, bahkan mampu menggunakan Mjolnir, palu milik Thor yang diceritakan sudah hancur di Thor: Ragnarok.

Sama seperti tiga film pendahulunya, Thor: Love and Thunder kembali menawarkan adegan aksi berbalut visual yang ciamik dengan bumbu komedi yang menghibur. Berdurasi selama 2 jam, Waititi mengemas film ini dengan sedemikian rupa hingga tetap asyik disaksikan tanpa mendatangkan rasa bosan.

Unsur komedi yang cukup fresh juga hadir di sini, seperti bagaimana Stormbreaker, kapak milik Thor, bisa memiliki rasa cemburu kala Thor kembali ‘CLBK’ dengan Mjolnir yang kini dipegang oleh Jane.

Dari segi akting, Christian Bale adalah sosok yang paling layak mendapat tepuk tangan. Dikenal sebagai salah satu aktor yang sangat totalitas dalam bermain peran, Bale sukses mengejawantahkan sosok Gorr dengan begitu mengerikan, namun juga sanggup membuat penonton menaruh simpati padanya.

Thor: Love and Thunder juga semakin seru dengan sejumlah lagu dari band rock legendaris asal Amerika Serikat, Guns n’ Roses yang dimasukkan ke dalamnya.

Lagu-lagu seperti Welcome to The Jungle, Sweet Child O’ Mine, Paradise City,  dan November Rain yang dimasukkan di beberapa adegan terdengar begitu pas dan di titik tertentu berhasil membuat bulu kuduk ikut merinding.

Terlepas dari semua hal positifnya, Thor: Love and Thunder juga memiliki kekurangan. Dari sudut pandang pribadi, kekurangan utama film ini terletak pada jalan cerita yang terlalu banyak sub-plot di dalamnya. Hal ini akhirnya membuat Thor: Love and Thunder menjadi film dengan cerita yang sangat terburu-buru.

Salah satu sub-plot yang sangat disayangkan adalah bagian di mana Jane mendapatkan kekuatan petir dan menjelma menjadi Mighty Thor. Tanpa ada penjelasan komprehensif yang masuk akal, tiba-tiba saja Jane sudah mahir bertarung melawan pasukan monster ciptaan Gorr.

Belum hilang tanda tanya akan hal tersebut, penonton sudah diajak fokus ke drama percintaan Thor dan Jane yang juga dikemas dengan tidak mendalam. Pada akhirnya, romansa antara Thor dan Jane pun tidak berasa gregetnya.

Latar belakang Gorr yang memegang peranan penting di film ini pun sama sekali tidak dijelaskan. Padahal, ia layak mendapatkan screen time yang lebih banyak. Kalau saja ada sekelumit penjelasan tentang siapa dirinya, rasanya sosok Gorr sebagai antagonis juga bisa semakin kuat.

Meski diperankan dengan ciamik oleh Bale, kekurangan yang sangat disayangkan itu akhirnya membuat Gorr cuma berstatus sebagai ‘penjahat biasa’ di dunia Marvel Cinematic Universe (MCU).

Secara keseluruhan, Thor: Love and Thunder adalah sebuah film seru, menghibur, dan sangat layak ditonton, khususnya untuk Anda yang mengikuti alur cerita film-film MCU. Fokus saja pada adegan aksi dan komedi di dalamnya, karena jika Anda menuntut kekuatan plot, maka film tentang cinta dan halilintar ini jelas akan kurang menggelegar.

Sumber: Jawapos.com

Editor: Edwar Yaman

 

 

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook