JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Pernah memergoki anak tidak berkata jujur, padahal sebagai parents tentu tidak mengajarinya berbohong? Jangan langsung marah ya, Ma, Pa! Berbohong termasuk salah satu fase tumbuh kembang alami pada anak. Cari tahu alasannya dan sikapi dengan bijak agar tidak terus berlanjut.
Anak mulai bisa berbohong ketika memasuki usia 3 tahun. Di usia itu, anak belum bisa membedakan antara fantasi dan kenyataan. Tak heran, terkadang anak gemar membesar-besarkan sesuatu atau menceritakan imajinasinya. Dalam hal tersebut, tidak ada maksud untuk berbohong.
’’Berbohong adalah tahapan normal yang dilalui seorang anak meskipun tujuan anak pada mulanya bukan untuk berbohong,’’ ujar Cania Mutia MPsi Psikolog.
Seiring berjalan waktu, si kecil mulai bisa berbohong dengan berbagai alasan. Sebab, anak mulai belajar konsep benar dan salah. Mereka biasanya akan berbohong untuk menghindari hukuman karena tahu sudah berbuat salah. Misalnya, mengaku tidak membeli mainan di sekolah karena takut tidak diberi uang saku lagi.
’’Anak di usia 4–6 tahun biasanya juga berbohong untuk mendapatkan perhatian atau pengakuan dari orang sekitarnya,’’ imbuh psikolog klinis di RSIY PDHI Jogjakarta itu. Misalnya, berkata mengerjakan tugas sekolah sendiri agar dipuji ortu, padahal di sekolah dia dibantu guru.
Terkadang, mereka juga akan berbohong untuk menghindari aktivitas yang tidak disukai seperti mengaku sudah tidur siang di rumah nenek, padahal belum melakukannya. Meski termasuk fase alami, bisa jadi anak meniru perilaku bohong dari ortu yang juga sering berbohong.
’’Kebiasaan itu membuat anak merasa berbohong adalah hal yang wajar dan dibenarkan. Misalnya, orang tua berjanji membelikan mainan, tetapi tidak membelikan dengan dalih lupa,’’ jelas Cania.
Karena itu, jika menjanjikan sesuatu, ortu harus menepatinya. Di usia 7–8 tahun, anak mampu membedakan jenis kebohongan. Yakni, kebohongan baik dan kebohongan buruk. Di usia itulah ortu bisa mulai mengajari anak untuk bersikap jujur dan sopan dengan mempertimbangkan perasaan orang lain. Jangan merespons kebohongan anak dengan ekspresi marah atau perilaku menyalahkan, memojokkan, bahkan memukul.
’’Jika kondisi anak dan orang tua sudah tenang, katakan bahwa ortu sangat menghargai kejujuran dan sampaikan bahwa kebohongan akan merugikan diri anak,” lanjutnya. Berikan hukuman dengan tujuan mendidik dan kasih sayang. Dengan begitu, anak akan menyadari jika perilaku berbohong membawa konsekuensi negatif. Namun, orang tua tetap menyayanginya.
'’Misalnya, anak berbohong pada temannya, minta dia meminta maaf dan menjelaskan yang sebenarnya pada temannya,’’ tambah founder @rumahrangkul itu.
Untuk mengetahui anak berkata jujur atau tidak, ortu bisa melihat gelagatnya. Biasanya, ketika berbohong, anak terlihat gelisah dan menghindari eye contact saat berbicara.
’’Saat menjawab, ceritanya akan berbeda-beda, tidak konsisten,’’ ujarnya. Jika demikian, cari tahu alasan anak berbohong. Supaya bisa membantu anak mencari solusi yang lebih baik daripada berbohong. Membiarkan anak berbohong akan berdampak buruk untuk dirinya. Anak akan terus membuat kebohongan-kebohongan lain dan kehilangan dirinya sendiri. ’’Bahkan bisa berkembang menjadi gangguan psikologis yang serius, misal gangguan tingkah laku atau ODD dan kebohongan patologis,’’ tandas Cania.
MELATIH ANAK BERKATA JUJUR
• Hindari memberi label ”pembohong” atau ”tidak bisa dipercaya” pada anak.
• Sampaikan pada anak bahwa jika dia berkata jujur, mama papa tidak akan marah.
• Pastikan orang tua merespons kejujuran anak dengan netral.
• Apresiasi setiap kali anak berkata jujur.
• Selalu berperilaku jujur pada anak agar menjadi role model yang baik.
• Tanamkan bahwa meski orang tua tidak selalu tahu apa yang dilakukan anak, Tuhan Maha Melihat dan Maha Mendengar.
Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman