Instrumen musik Melayu menghantar lenggak-lenggok langkah model yang mengenakan pakaian muslim bermotif khas Melayu. Di-canting di bahan serat rayon oleh pengrajin batik lokal Riau berkolaborasi dengan pasangan desainernya, turut menggetarkan panggung fashion show terbesar Tanah Air dalam Jakarta Muslim Fashion Week (JMFW) 2024.
TANGERANG (RIAUPOS.CO) - Anak Bono, salah satu motif batik dari Yusmaini yang ditampilkan oleh empat model di atas catwalk membuat decak kagum ratusan pengunjung di sisi kiri dan kanan. Setiap langkah, disorot lighting pentas nan menawan membuat jepretan puluhan fotograper di ujung panggung tak henti menyalakan shutter tanpa flash.
Karena, dengan ilmu dan keterampilan yang didapatkannya dari Batik Andalan, ia memiliki usaha sendiri yang bisa memberikan tambahan penghasilan bagi keluarga kecilnya. Sehingga sekarang diakuinya, mampu menyekolahkan sang anak hingga ke jenjang strata dua (S2).
"Dari llmu dan keterampilan yang saya dapatkan, sekarang bisa menambah pendapatan keluarga. Alhamdulillah sekarang anak sudah S2. Dengan tampil di sini (JMFW 2024, red) belum membuat saya puas. Ke depan saya akan berusaha tampil lebih baik lagi. Kami akan coba terus sehingga bisa menembus pasar fashion nasional," asa Yus diamini beberapa rekannya.
Bagi Yus dan rekan-rekannya pembatik lokal dari Riau, untuk bisa berbicara lebih banyak di kancah nasional memang kekayaan dan keberagaman Provinsi Riau dari sisi tenun dan batik harus terus dikembangkan dengan berinovasi secara bersama-sama. "Kita bisa angkat filosofi daerah. Selain warna yang merah, kuning, dan hijau yang menjadi khas Melayu, harus kita kembangkan ke warna-warna lembut untuk dicoba. Sehingga bisa masuk pasar fashion lebih luas," kata Yus sembari memperlihatkan salah satu karyanya 7 Bono Mati 1.
Selain motif Anak Bono dan 7 Bono Mati 1, Yusmaini juga mengembangkan kombinasi motif Daun Pegagan, Daun Keduduk, Tepak Sirih, dan lainnya.
Selain Yus Pelalawan x Anfiha, karya wastra Riau berbahan serat rayon (viscose) lainnya yang tampil di panggung catwalk JMFW 2024 kemarin adalah Batik K’loso Bandar Sei Kijang x Isas, Batik Seikijang x Lailimra, Batik Bono x Lilclo, Batik Seruni Dayun x Neeka dan Batik Nagori x Sakinah by Thiffa Waisty.
Seluruhnya tampil di panggung JMFW 2024 dengan iringan instrumen khas musik Melayu dalam karya yang diberi nama Sajak di Atas Ombak, kolaborasi APR x Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API).
JMFW 2024 dilaksanakan bersamaan dengan Trade Expo Indonesia (TEI) 2023. Ada 200 brand lokal terlibat di JMFW 2024, dengan 150 di antaranya merupakan desainer modest fashion, yang berlangsung 19-21 Oktober 2023.
Dibuka Wakil Menteri Perdagangan Republik Indonesia, Jerry L Sambuaga yang menegaskan bahwa penyelenggaraan JMFW akan menjembatani cita-cita Indonesia sebagai kiblat modest fashion dunia. Di mana melalui kolaborasi dengan para stakeholder yang ikut serta, menjadi upaya berkelanjutan terhadap produk lokal bangsa.
Bebapa nama desainer seperti Najua Yanti, Zeta Prive, Irna La Laperle, Qnanz, Magdara x Riana Meilia menjadi pembuka mengawali fashion show ini. Kemudian beberapa merek ternama fashion muslim Tanah Air juga akan tampil secara bertahap hingga akhir pekan ini.
Memang, sejalan dengan visi pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai kiblat fesyen muslim dunia, produsen serat viscose-rayon Asia Pacific Rayon (APR) memperkuat komitmennya dalam mendukung pengembangan modest fashion yang berkelanjutan dengan kembali berpartisipasi dalam perhelatan Jakarta Muslim Fashion Week (JMFW) 2024.
Head of Marketing Communications Asia Pacific Rayon (APR) Zoey Rasjid mengatakan kali ini APR berkolaborasi dengan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Riau. "Di JMFW 2024 ini APR menggandeng 6 perancang busana dan 6 pengrajin batik asal Riau dalam menampilkan koleksi modest fashion yang terinspirasi dari wastra khas budaya Melayu Riau bertemakan "Sajak di atas Ombak" yang terinspirasi oleh ombak Bono yang hanya muncul di Sungai Kampar, Provinsi Riau," katanya dalam sesi konferensi pers di lokasi pameran.
Ia mengatakan dengan menggandeng desainer dan pengrajin dari Riau ini, APR ingin mengangkat bahwa Riau adalah salah satu fashion style hub di Indonesia. Pada kegiatan fashion show ini, desainer dan pengrajin menampilkan 24 koleksi bajunya. Jadi dari desianer dan pengrajin itu berkolaborasi untuk membuat desain. Adapun untuk 24 look yang ditampilkan itu semuanya adalah batik.
Dikatakan Zoey, baik desainer maupun pengrajin ini, semuanya baru pertama kali show di JMFW ataupun pada show besar seperti ini, terkhususnya para pengrajin. "Itu juga kan sesuatu bagi mereka. Kita juga ingin memperlihatkan ke mereka supaya mereka tahu bahwa kreasi mereka diapresiasi oleh banyak orang juga," ungkapnya.
Karya yang ditampilkan, merupakan wastra (kain tradisional) dicanting dengan motif yang terinspirasi dari alam di Sungai Kampar seperti Ombak Bono, Daun Semangka, Sungai Kampar, Ikan Arwana, Pucuk Pakis, dan Bintang Berayun.
Adapun, seluruh kolaborasi merupakan hasil dari pelatihan bernama Kelas Berbagi yang diinisiasi API Riau dan didukung oleh APR. Kelas Berbagi secara konsisten dilaksanakan sejak Januari 2023 yang bertujuan untuk mempersiapkan UKM fesyen dan desainer lokal agar mampu bersaing dengan tren dan pasar saat ini. Salah satu Kelas Berbagi yang diadakan oleh API Riau adalah "Enriching Your Design Using Traditional Wastra" yang menghadirkan Ion Akhmad, fashion consultant sekaligus Co-founder Luxina.id. Ion juga merupakan kurator dan mentor bagi para peserta pelatihan yang ingin menampilkan karyanya di runway JMFW 2024.
Seluruh kolaborasi perancang busana dan pengrajin batik asal Riau ini terpilih untuk tampil di JMFW setelah melewati proses ketat. "Ini adalah tantangan sekaligus kesempatan bagi pengrajin batik serta desainer untuk menggabungkan elemen tradisional ke dalam format kontemporer, menjauhkannya dari kesan etnik untuk menciptakan karya yang dapat digemari sesuai tren saat ini," ujar Ion
Akhmad. Kolaborasi APR dengan desainer dan pengrajin batik lokal ini juga sejalan dengan komitmen keberlanjutan APR2030 untuk mendukung terwujudnya Riau sebagai textile hub di Indonesia, serta membantu merevitalisasi kerajinan tekstil tradisional Indonesia.
Presiden Direktur APR Basrie Kamba mengungkapkan, sudah tiga tahun pelaksanaan JMFW dan sudah banyak inisiatif, serta peserta yang ikut. Selaku Ketua API Riau, ia berharap tahun depan lebih banyak sponsor dan industri yang ikut dengan melibatkan desainer skala kecil.
"Ajang ini membuat pelaku industri kecil ya, tahu bahwa pasar pakaian muslim sangat besar. Karena di Indonesia itu bisa sampai 25 miliar dolar AS-28 miliar dolar AS yang jumlahnya cukup besar dan berpotensi untuk kita dari Riau bertarung dan berinovasi merebut pasar ini," tegas Basrie Kamba.
Diakui Basrie, dari Riau, ini pertama kali pengrajin usaha kecilnya naik pentas catwalk nasional. Dengan melewati proses mulai dari memilih kurasi di mana diminta dua orang, yakni dari Jakarta Fashion Hub dan salah satu media fashion nasional. Guna memberi kurasi secara perlahan dan bertahap hampir dua bulan, di mana API Riau sudah memulai dari Januari dengan memberikan dorongan melalui pelatihan-pelatihan.
"Dengan ikut JMFW 2024 ini, skala mereka yang benar-benar kecil, pengrajin dan desianer yang pendapatan sangat kecil, selama ini beli bahan dari Jawa, maka pelan-pelan Riau harus punya konveksi atas potensi yang dimiliki. Karena kalau Riau mau jadi hub, pasarnya bukan saja Malaysia dan Singapura, jadi harus bangkit dan jualan di Riau dulu," beber Basrie.
Presiden Direktur APR yang sesekali melemparkan jokes kepada Riau Pos ini pun menyadari, bahwa diperlukannya perbaikan administrasi, dan regulasi serta kebijakan yang mendukung pelaku usaha kecil. Hal ini sesuai dengan pertemuan API dan asosiasi terkait lainnya dengan Presiden Joko Widodo yang menginginkan pasar tekstil dan fashion Indonesia sedapat mungkin bisa sama dengan pasar internasional.
“Dari JMFW ini, kita ingin kawan-kawan akan belajar dan banyak yang mereka bisa lihat. Ini juga pentas buat belajar. Kita berharap mereka memanfaatkan. Kita paham, tekstil pasar besar di Indonesia, rata-rata dibuat pengrajin di Jawa,’’ ujarnya. ‘’Kami pernah ditanya Pak Jokowi, kenapa tak bisa kita buat seperti di luar. Nah dari situlah APR coba kembangkan, berharap 6 pasang desainer dan pengrajin ini dapat tumbuh wastra tenun maupun batik Riau. Dengan industri yang beragam di bidang fashion ini, kita harus tetap memperbaiki karya secara bersama-sama," jelas Basrie.
APR, ditegaskannya, akan tetap melakukan pembinaan dan terus bekerja bersama-sama pengrajin dan desainer lokal. Hal ini juga senada dengan tema yang diangkat pada JMFW 2024, yakni Sajak di Atas Ombak.
Apa maknanya? Menjawab Riau Pos perihal makna dari tema yang diangkat, Basrie mengungkapkan bahwasanya sajak itu masing-masing punya bahasa, perspektif, serupa teman-teman di Riau yang kaya dengan khasanah, seni, budaya dan wastra. "Tenun kita macam-macam, kita harus berubah, menyesuaikan pasar. Misalnya dari warna," ulasnya.
Karenanya, sajak itu merupakan mewakili pembatik yang beragam dan bermacam-macam. Kemudian ombak, diakuinya, Riau tentu berbeda dengan Tanah Jawa. Diibaratkannya, ombak itu mengayun, mendayu-dayu, berakselerasi di luasnya lautan pasar fashion.
"Semua berbeda-beda, itu jadi kekayaan aset di Riau. Jadi mari berbagi ilmu dan kekayaan yang merupakan awal agar semua kita di Riau berkarya, bikin inovasi, bikin tenun, batik. Karena sajak di atas ombak itu, mari jadikanlah sebuah karya," ajaknya.
Dari enam karya yang tampil, bisa dilihat merepresentasikan beberapa daerah di Riau, seperti Pelalawan, Siak, dan Kuansing. Lantas apakah tidak menutup kemungkinan daerah lain di Riau juga akan dapat tampil di JMFW ke depannya dengan karya-karyanya.
Menurut Basrie, API bukan saja milik beberapa kabupaten tertentu, namun juga milik seluruh kekayaan wastra Riau. Sehingga, benar-benar dapat menjadi produk fashion yang bisa dibeli di pusat perbelanjaan dan ritel modern.(das)
Laporan Eka G Putra, Tangerang