Wilayah Kerja (WK) Rokan yang dikelola oleh Pertamina Hulu Rokan berada di cekungan batuan sedimen yang cukup luas di wilayah Sumatera tengah ternyata menyimpan miliaran cadangan minyak dan gas tersembunyi lain. Migas tersembunyi itu ada di bebatuan yang disebut tight resevoir atau migas yang terperangkap di batuan berbutir sangat halus. Untuk mengambilnya tidak bisa dengan cara yang biasa (konvensional), karena cara yang biasa hanya bisa dilakukan di bebatuan reservoir berbutir lebih kasar. Diperlukan teknologi khusus.
Laporan HELFIZON ASSYAFEI, Duri
STUDI sebelumnya yang dilakukan di tahun 1998 memuat data soal potensi cadangan minyak dan gas di cekungan WK Rokan. Potensi batuan induk di beberapa sub-cekungan di WK Rokan untuk mengenerasi minyak dan gas mencapai 100 miliar barel minyak dan 72 triliun kubic feet gas. Dari 100 miliar barel tersebut yang sudah ditemukan sebagai minyak dan gas konvensional sebesar 25 miliar barel. Dari 25 miliar barel tadi yang diproduksikan sejak awal ditemukan dengan cara konvensional adalah sekitar 12-13 miliar barel. Masih setengahnya baru yang diproduksikan.
“Jadi masih ada 75 miliar barel lagi yang belum ditemukan dan belum diproduksi. Inilah yang kita eksplorasi lewat cara nonkonvensional yang kita kenal dengan migas nonkonvensional (MNK),” ujar Ketua Tim Teknis Tim Gugus Tugas MNK Rokan, Wikan Winderasta.
Proyek ini merupakan proyek yang ditangani oleh tim gugus tugas yang terdiri dari perwakilan berbagai fungsi. Dukungan pemerintah sangat besar dan harapannya upaya percepatan pengusahaan sumberdaya MNK bisa dilakukan juga di wilayah migas lainnya.
Hal ini diungkapkannya saat menerima Riau Pos dan sejumlah media di Riau di kantornya di Duri Kabupaten Bengkalis setelah menempuh perjalanan 80 km dari Pekanbaru. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa saat ini yang tengah dipetakan baru di wilayah Sub-cekungan North Aman yang akan dilakukan pengujian potensi MNK pada 2 lokasi sumur eksplorasi yang berlokasi di Lapangan Gulamo dan Lapangan Kelok.
Wikan memaparkan bahwa MNK itu adalah hidrokarbon yang terperangkap pada batuan induk (shale oil/gas) tempat terbentuknya hidrokarbon atau batuan reservoir klastik berbutir halus dengan permeabilitas (kemampuan bebatuan untuk meloloskan partikel) yang sangat rendah . Bebatuannya berbutir sangat halus sehingga rendah pori-pori yang bisa mengalirkan partikel migas.
Artinya harus ada teknologi yang bisa mengambilnya untuk diproduksi. MNK ini hanya bernilai ekonomis apabila diproduksikan melalui pengeboran sumur horizontal long-lateral (panjang lateral untuk diproduksikan mencapai 5000-10000 ft.) dengan teknis stimulasi multi-stage hydraulic facturing. Sebuah teknik merekahkan bebatuan halus yang tak berpori itu agar cadangan migas yang ada dapat keluar dan diambil.
Perbedaan utama dengan eksplorasi migas konvensional dengan MNK terletak pada lokasi minyak di lapisan bumi. Lapisan bebatuan migas konvensional umumnya letaknya lebih dangkal dibandingkan migas non konvesional. Karena produksi migas konvensional berasal dari lapisan reservoar di bebatuan berbutir lebih kasar dan berpori-pori sehingga mudah mengalir, maka pada tahap awal bisa mencapai aliran produksi yang tinggi dan relatif stabil.
Sedangkan kalau di reservoar MNK produksi tidak terlalu besar dan cepat turun, namun dengan jumlah sumur horizontal yang banyak, maka akumulasi produksinya akan menjadi besar. Lebih lanjut Wikan menjelaskan bahwa produksi MNK langsung ditargetkan pada batuan induk dan bukan dari minyak yang terlepas (expelled) dari batuan induk dan terperangkap di cebakan struktur seperti di metode konvensional yang diperkirakan hanya 10-20 persen saja dari kemampuan batuan induk mengenerasi minyak. Jadi, ada potensi besar yang masih tertinggal di batuan induk dan itulah yang dituju oleh produksi MNK.
Berbeda dengan di Amerika yang kebanyakan bebatuan berbutir halusnya sebagai batuan induk itu adalah produk endapan laut. Maka di wilayah WK Rokan batuan induk sebagai target MNK merupakan hasil endapan danau.
“Kalau saudara-saudara lihat Danau Singkarak, Danau Maninjau di Sumbar beginilah dulunya di sini yang menghasilkan batuan induk kita yang kita namai Grup Pematang Formasi Brown Shale,” ujarnya.
Wikan menambahkan bahwa potensi sumber daya MNK di WK Rokan berada di Grup Pematang Formasi Brown Shale dan Formasi Lower Red Bed di beberapa sub-cekungan pada kedalaman lebih dari 6.000 feet. Sumur Eksplorasi MNK Gulamo DET-1 yang berada di Sub-cekungan North Aman dengan rencana total depth 8559 fet MD (measure depth) adalah salah satu dari dua sumur eksplorasi vertikal yang direncanakan oleh PT Pertamina Hulu Rokan (PHR), sebagai operator wilayah kerja Rokan, bagi tahapan eksplorasi MNK Rokan. Sumur berikutnya adalah Sumur Eksplorasi MNK Kelok DET-1.
GRAFIS
Proyek MNK Jalani Empat Tahap
Lebih lanjut Wikan menjelaskan bahwa dalam proyek MNK saat ini sedang dan akan menjalani 4 tahapan. Pertama, tahap eksplorasi yang sifatnya untuk pengambilan data dan studi potensi. Dengan kata lain menentukan seberapa besar potensi produksi . Di tahapan pertama ini sumur yang dibangun baru sumur vertical saja. Kedua, setelah data-data akurat didapatkan maka mulai tahap appraisal dengan melakukan pengeboran sumur produksi horizontal long-lateral.
Mengapa sumur horizontal long-lateral harus diaplikasikan sebagai sumur produksi MNK, hal ini karena luas area lapangan MNK ini sangat luas. Bisa dua kali hingga tiga kali lipat besarnya dibanding lapangan raksasa Duri dan Minas. Jadi dengan sumur horizontal long-lateral maka jumlah sumur bisa dihemat karena satu sumur horizontal long-lateral cakupan panjangnya bisa sampai 2-3 kilometer di bawah tanah. Kalau diambil dengan sumur vertikal perlu ribuan bahkan puluhan ribu sumur. Berbeda dengan sumur horizontal diperkirakan hanya puluhan hingga ratusan sumur di area MNK yang luas itu.
Ketiga, akan dilakukan tahap demonstration (pembuktian pengembangan). Keempat, tahap akhir yaitu tahap pengembangan menyeluruh (full-development) bila nilai keekonomiannya sesuai target dan bisa dilanjutkan pengembangan produksi di seluruh area MNK.
“Saat ini kita di tahap pertama dengan dua sumur eksplorasi di area Lapangan Gulamo dan Kelok yang diharapkan rampung di 2024. Maka tahap kedua akan dimulai pengeboran pada tahun 2027-2028. Jika semua tahapan lancar maka harapannya pada tahun 2030, MNK ini akan mulai memasuki tahap pengembangan dan mulai memberi kontribusi migas nasional,” ujar Wikan.
Sementara itu Ketua Tim Gugus Tugas Rokan MNK, Hendro Hari Santoso menambaghkan bahwa PHR saat in juga bekerjasama dengan ahli MNK suatu perusahaan eksplorasi & produksi MNK dari AS yang telah sukses mengembangkan MNK di Amerika Utara dan sejumlah negara lainnya. Permian Basin di Amerika Utara membutuhkan waktu 18 tahun untuk mereka bisa memproduksi MNK secara signifikan. Dari mereka harapannya PHR dapat kita memperpendek rentang waktu tahap eksplorasi hingga pengembangan itu kalau bisa kurang dari 10 tahun.
Hendro juga menjelaskan bahwa upaya mengembangkan sumber daya MNK di luar negeri ada yang berhasil dan ada juga yang tidak. Faktor kendala terkadang ada pada faktor teknis, social, regulasi. Belajar dari hal itu PHR membuat tim terpadu yang melakukan tugas berbeda dengan tujuan yang sama menyukseskan eksplorasi, studi potensi dan percepatan pengembangan sumber daya MNK Rokan ini.
“Makanya ini merupakan proyek yang diharapkan jadi lokomotif nantinya di setiap area migas yang ada di Indonesia bersinergi dalam upaya memproduksi migas 1 juta barel per day,” ujarnya.
Wikan menambahkan bahwa potensi MNK ini secara teori ada di wilayah-wilayah migas konvensional. Di antaranya seperti di sumur Gulamo dengan rencana total kedalaman mencapai 8.559 kaki. Sumur ini merupakan satu di antara dua sumur ekspolrasi vertikal yang direncanakan PHR untuk keperluan pencarian data yang lebih akurat. Satunya lagi akan dibangun di Lapangan Kelok. Berdasarkan proyeksi SKK Migas, potensi migas di wilayan MNK itu mencapai 2,3 miliar barel. Sedangkan gas di kisaran 20 triliun kaki kubik (triliun cubic feet/CTF).
Semua upaya ini tentu memerlukan investasi yang sangat besar karena proyek migas non konvensional adalah bisnis dengan karakter high technology, high cost, dan high risk. Dalam paparannya PHR menyebutkan bahwa untuk investasi satu sumur eksplorasi atau sumur pengembangan horizontal MNK nantinya akan sangat besar hingga puluhan juta dollar AS. Termasuk untuk sumur eksplorasi MNK tersebut dalam mendukung target nasional.
Di kesempatan lain Dirut PHR Chalid Said Salim menyebut PHR menyiapkan belanja modal untuk investasi menjaga dan meningkatkan produksi ini pada 2023 senilai 850 juta USD. Sedangkan estimasi capital expenditure pada 2024 mencapai 1,1 miliar USD.
Menuju Sumur Eksplorasi Gulamo
Siang menjelang sore kami bergerak dari Lapangan Duri menuju sumur eksplorasi MNK Gulamo DET-1. Menempuh perjalan darat hampir 2 jam lebih atau lebih dari 190 Km dari Lapangan Duri. Melewati deretan kebun sawit, hutan, pemukiman, rimba dan juga jalan tanah yang berdebu. Tubuh terguncang ke kiri dan ke kanan saat menempuh perjalanan menuju lokasi sumur MNK Gulamo tersebut.
Sebagai catatan keseriusan PHR dalam upaya meningkatkan produksi tidak hanya dengan memperbanyak sumur pengembangan. Bahkan PHR berupaya mencari cadangan baru lewat eksplorasi migas non konvesional (MNK). Bukan setakat wacana tetapi PHR sudah melakukan tajak perdana MNK di Lapangan Gulamo, Kecamatan Bangko, Kabupaten Rokan Hilir, Riau, Kamis (27/7/2023).
Tajak perdana itu diresmikan langsung oleh Meneg ESDM, Arifin Tasrif didampingi oleh Kepala SKK Migas, Dwi Sucipto, Dirjen Migas, Tutuka Ariadji. Selain itu juga hadir Direktur PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati, Dirut Pertamina Hulu Energi, Wiko Migantoro, Dirut PHR, Chalid Said Salim dan Gubernur Riau Syamsuar.
Dalam melakukan evaluasi potensi (teknis) MNK Rokan, PHR melakukan kerja sama dengan perusahaan internasional yang telah terbukti berhasil mengusahakan dan mengembangkan sumberdaya MNK di Amerika Serikat. Untuk mendukung upaya ini PHR juga melibatkan Tim Percepatan Pengusahaan MNK yang dibentuk oleh kementerian ESDM.
Tepat beberapa saat sebelum azan Asar kami sampai di sumur eksplorasi MNK Gulamo disambut oleh beberapa perwira PHR yang bertugas di sana. Setelah beberapa briefing dilakukan, wartawan diperbolehkan mendekati rig raksasa dengan jarak aman yang ditentukan oleh perwira PHR untuk mengambil gambar. Bahkan beberapa fotografer diperkenankan menaiki lantai 1 rig raksasa tersebut.
Rig raksasa itu khusus didatangkan dari wilayah regional Sumatera yang sebelumnya beroperasi di Jambi. Kepada Riau Pos, Drilling Supervisor PHR Aga Brandon Manik menjelaskan bahwa operasi pengeboran sumur eksplorasi MNK Gulamo menggunakan rig berukuran besar dengan tenaga 1,500 HP. Sebagai pembanding, operasi eksplorasi dan eksploitasi migas konvensional di Wilayah Kerja Rokan umumnya menggunakan rig 350 HP/550 HP/750 HP.
Diperlukan area well pad yang cukup luas 2.5 ha atau 2.5x lebih luas dari well pad pada umumnya. Pada tahap pengembangan nantinya well pad ini dapat mengakomodasi sekitar 8 kepala sumur. Aga menjelaskan bahwa operasi Rig ditangani oleh timnya selama 24 jam dengan dua sif. Sif pertama jam 07.00 WIB hingga 19.00 WIB. Sif kedua jam 19.00 hingga jam 07.00 WIB. Di lokasi rig juga dibangun mess karyawan dan juga fasilitas umum seperti musala. Saat ditanya tugas utamanya? Aga mengatakan bahwa memastikan semua berjalan sesuai SOP dan membawa timnya pulang dari tugas dalam keadaan selamat.
Aset WK Rokan
Daerah operasi WK Rokan seluas 6.200 Km2 meliputi 7 kabupaten/kota di Provinsi Riau dengan bentangan jarak Utara ke Selatan mencapai 175 km. WK Rokan memiliki 80 lapangan aktif dengan kurang lebih 11.300 sumur dengan produksi minyak 169.000 barel per hari dan gas 15 MMsdd. Untuk mendukung operasi WK Rokan memiliki digital & innovation centre (DICE) dan Production Rellability and Innovatioan Managemen (PRIME) mendukung operasi yang andal dan efisien.
Kontribusi pada Daerah
Ada dampak positif dari hadirnya investasi hulu migas lewat WK Rokan. Antara lain dampak yang dirasakan langsung adalah Dana Bagi Hasil migas (DBH), Program Pengembangan Masyarakat (PPM) sebagai tanggungjawab sosial (Corporate Responsibility), Participating Interest (PI) 10 persen, Pajak dan Retribusi Daerah (PDRD), PBB Migas serta pemberdayaan tenaga kerja lokal. Saat ini dari 2.300 pekerja di PHR, 70 persen adalah warga Riau.
Adapun dampak tidak langsung meningkatnya pendapatan dari bisnis penyedia barang dan jasa lokal, BUMD dan Badan Usaha lokal, penggunaan fasilitas penunjang operasi oleh masyarakat seperti jalan, pasokan minyak bumi untuk BBM, pasokan gas untuk bahan bakar kelistrikan di daerah dan industri turunan penunjang. Saat ini saja ada 37.000 mitra kerja PHR. Menurut EVP Upstream Bussines PHR WK Rokan, Edwil Suzandi total pendapatan negara yang dihasilkan WK Rokan mencapai Rp63 triliun. Sedangkan 10 persennya untuk daerah yang disebut dengan participating interest (PI) yang disalurkan lewat BUMD. Jadi daerah penghasil migas seperti Riau selain mendapat dana bagi hasil (DBH) Migas dari APBN juga mendapatkan PI 10 persen langsung dari pendapatan WK Rokan.
Sementara itu Corporate Secretary PHR WK Rokan, Rudi Ariffianto menambahkan bahwa keberadaan WK Rokan tidak semata kepentingan bisnis, namun juga tanggung jawab sosial.
“Ada 3 pilar utama kami dalam beroperasi yakni tanggungjawab lingkungan, sosial dan bergeraknya ekonomi warga sekitar daerah operasi,” ujarnya.
Tanggung jawab sosial itu ada yang bersifat berkelanjutan (sustainable) adan yang tidak. Yang berkelanjutan misalnya beberapa program bantuan CSR menjadikan desa mandiri lewat desa wisata sudah dilakukan dan membuahkan hasil seperti di Kampung Patin XIII Koto Kampar. Mulanya hanya untuk usaha budi daya ikan patin. Tapi sekarang kampung patin itu berkembang dengan produksi Abon, Salai yang mencapai 15 ton/hari dengan penghasilan perhari total bisa mencapai Rp90 juta.
Kini di kampung patin bukan hanya fokus budi daya tetapi juga ada yang usaha home stay, pemandu wisata, kuliner, kriya, produksi abon dan salai. Kunjungan wisatawan ke desa wisata ini tercatat mencapai 15 ribu pengunjung per bulan. Program CSR Lestari lainnya juga dilakukan untuk membangun destinasi wisata bersertifikasi yakni di Pulau Rupat dan Bukit Batu. Selain itu juga membantu peralatan 280 nelayan di Rohil dan 210 nelayan di Dumai.
Sedang program yang tidak berkelanjutan misalnya adalah operasi pasar murah saat harga-harga sembako melonjak. Hingga saat ini tercatat ada 21.000 penerima manfaat dari CSR yang disalurkan PHR paling bannyak diterima oleh usaha mikro kecil menengah (UMKM). Paca alih kelola dari kontraktor asing Chveron, PHR mampu membuktikan bahwa anak negeri ternyata mampu mengelola bisnis migas dengan profesional.***
Editor: Edwar Yaman