Penyakit rabies sudah memakan korban jiwa di Riau tahun ini. Seorang warga di Desa Kempas Jaya, Kecamatan Kempas, Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) meninggal dunia setelah digigit anjing yang mengidap rabies. Antisipasi penyebaran rabies pun mulai dilakukan.
Laporan EVAN GUNANZAR, Pekanbaru
Matahari pagi baru naik ke peraduannya. Beberapa orang tampak asyik berbincang sambil membawa keranjang. Sesekali terdengar suara “meong” dari dalam tempat yang mereka bawa. Antrean kucing dalam keranjang untuk mendapatkan suntik vaksin rabies semakin panjang.
Ya, baru dibuka, salah satu pusat layanan kesehatan (Yankes) hewan di Pekanbaru ini langsung ramai diserbu pemilik hewan yang ingin lakukan vaksinasi pelihharaannya. Petugas pun dengan sigap mengatur antrean tersebut.
Moca, Moci, dan Moli merupakan pasien yang datang di awal waktu bersama dengan pemiliknya Dhila. Ya, memang ini bukan pusat kesehatan biasa, melainkan Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan) beralamat di Jalan Pesantren Gang Karya Bakti, Kecamatan Kulim, Pekanbaru.
Tempat ini bisa dimanfaatkan secara gratis oleh masyarakat. Kesadaran warga untuk melakukan pemeriksaan kesehatan hewan maupun vaksinasi rabies di layanan kesehatan hewan cukup tinggi, terlebih adanya peningkatan jumlah kasus rabies di sejumlah daerah.
Moca dan Moci mendapat giliran awal pemeriksaan hari itu, Selasa (25/7). Yang bertugas untuk melakukan pemeriksaan adalah drh Yudi. Satu demi satu drh Yudi memeriksa kesehatan Moca dan Moci. Mulai dari berat badan, lidah, hingga kebersihan kuping yang dijumpai masih sedikit kotor. “Ini telinganya masih kotor ya Dhila, harus sering di-bersihkan untuk mencegah infeksi,” kata drh Yudi.
Meski begitu, kondisi kucing campuran berjenis kelamin jantan ini cukup sehat sehingga bisa dilakukan vaksinasi rabies. Setelah Moca dan Moci, selanjutnya kucing Dhila yang lain yatu Moli yang diperiksa. Setelah didata, Moli pun dibawa ke ruang pemeriksaan. Sang dokter kembali melakukan tugasnya, namun kali ini drh Yudi menemukan ada scabies (kudis). “Molinya terkena scabies ya Dhil. Mau diobati dulu atau vaksinasi rabies?,” tanya drh Yudi.
Dhila yang menyadari hal tersebut memberi keputusan untuk dilakukan pengobatan scabies terlebih dahulu. “ Iya, dituntaskan scabies-nya dulu aja dok, biar kunjungan selanjutnya bisa dilakukan vaksinasi,” kata Dhila.
Scabies pada kucing disebabkan oleh infeksi tungau sarcoptes scabei dan notoedres cati. Pada kucing, penyakit ini bisa menimbulkan rasa tidak nyaman, gatal-gatal, iritiasi kulit, bahkan kulit berkerak. Bagi Dhila, kesehatan hewan menjadi penting terlebih hewan-hewan peliharaannya tinggal berdampingan dengannya.
Dhila juga cukup peduli dengan penyakit rabies untuk pencegahan terhadap peliharaan kesayangannya. “Mereka (kucing, red) ini kan sering bersama saya. Jadi kalau kucing-kucing ini sehat, tentu yang lain juga ikut aman, termasuk dengan pemberian vaksinasi rabies, biar tidak tertular,” jelas Dhila.
Untuk melakukan pemeriksaan di puskeswan ini, ada beberapa tahap. Diawali dengan pengisian data pasien yang dilakukan oleh petugas, mulai dari NIK pemilik, usia hewan peliharaan, jenis kelamin hewan peliharaan, hingga riwayat vaksinasi rabies. Ini untuk mengetahui apakah hewan peliharaan tersebut sudah mendapatkan suntikan vaksin atau belum.
Setelah pendataan dianggap cukup, pasien dibawa ke ruang tindakan untuk menjalani pemeriksaan. Mulai dari berat badan, pengukuran suhu tubuh, hingga pemeriksaan kebersihan hewan. Namun, tidak semua hewan peliharaan yang dibawa ke puskeswan ini bisa dilakukan vaksinasi rabies.
‘’Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi untuk menjalani vaksinasi rabies seperti hewan harus sehat, hewan tidak dalam keadaan stres, hingga hewan harus berusia minimal tiga bulan,’’ kata Medik Veteriner Muda Dinas Pertanian dan Perikanan (Distankan) Kota Pekanbaru drh Suci Mardiya. “Selain itu jenis hewan yang bisa dilakukan vaksinasi rabies seperti anjing, kucing, serta monyet” kata Suci.
Vaksinasi rabies dianggap penting. Pasalnya, selain untuk menjaga kesehatan hewan peliharaan , pemberian vaksin antirabies pada hewan akan memberikan perlindungan pada manusia dari dampak gigitan hewan rabies. Suntikan antirabies pada hewan juga bisa mencegah risiko kematian hingga 100 persen pada manusia.
Rabies sendiri merupakan penyakit yang 99 persen fatal. Namun 100 persen dapat dilakukan pencegahan. Rabies merupakan penyakit mematikan yang disebabkan oleh virus rhabdovirus yang menyerang sistem syaraf pusat (SSP) hewan mamalia, termasuk manusia dengan case fatality rate (CFR) yang sangat tinggi.
Virus rabies terdapat pada air liur anjing, kucing, serta kera apalagi hewan penderita rabies lain. Manusia dapat tertular rabies melalui gigitan anjing atau hewan penular rabies. Lebih lanjut Suci menjelaskan, hewan yang terjangkit rabies biasanya tidak mau lagi bersama pemiliknya atau disayang pemiliknya.
“Tanpa ada provokasi, tiba-tiba menggigit. Kemudian dia biasanya mencari tempat-tempat yang tidak terang atau sepi. Juga ada yang menjulurkan lidah dan mengeluarkan air liur. Itu sudah spesifik ke rabies,” jelas Suci.
Gejala lain yang bisa dilihat seperti memakan benda asing seperti batu dan kayu, nafsu makan berkurang, lumpuh,dan kejang hingga mengalami kematian.
Bagi masyarakat yang terkena gigitan, Suci menyarankan agar luka gigitan dicuci menggunakan sabun dengan air mengalir selama 15 menit. Kemudian melaporkan ke Distankan Pekanbaru sehingga bisa mendapatkan surat rekomendasi yang dibawa ke puskesmas atau fasilitas kesehatan lain.
“Kami sudah bekerja sama dengan beberapa puskesmas terkait kasus gigitan hewan penular rabies ini. Jadi puskesmas selalu minta surat rekomendasi dari Bidang Peternakan Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Pekanbaru,” jelasnya.
Sebagai penyakit yang mematikan, Suci mengimbau warga yang merasa peliharaannya terdapat gejala rabies untuk segera dikurung selama 14 hari dengan asupan makanan dan nutrisi yang cukup. Apabila dalam 14 hari peliharaan masih hidup, bisa dipastikan hewan tersebut bebas dari rabies.
Suci juga mengingatkan agar pemilik hewan peliharaan rutin melakukan vaksinasi rabies minimal 1 kali dalam setahun. “Masyarakat bisa melakukan vaksinasi rabies gratis di Puskeswan Tenayan Raya setiap Selasa mulai pukul 09.00 WIB dan di Puskeswan Rumbai setiap Rabu di waktu yang sama,” ungkapnya.
Selain itu, masyarakat juga bisa mendapatkan vaksinasi rabies gratis di Kantor Distankan Kota Pekanbaru di setiap jam kerja serta saat World Rabies Day (WRD) yang biasa dilakukan setiap bulan September.
Selain menyiapkan pelayanan kesehatan hewan, Distankan Kota Pekanbaru membentuk tim untuk melakukan vaksinasi door to door. Meski banyak pemilik hewan sangat terbuka dengan kedatangan tim, namun tidak sedikit juga yang menyepelekan tugas mereka.
Seperti yang dialami Kasi Kesehatan Hewan (Keswan) dan Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet) Dinas Pertanian dan Perikanan (Distankan) Pekanbaru, drh Rita Setyawati yang sudah mengemban tugas ini sejak 2006 silam.
Dirinya mengaku banyak suka duka yang dirasakan saat menjalani tugas lapangan. Mlai dari dijamu oleh tuan rumah, hingga kakinya digigit anjing. Kejadian itu menurutnya, terjadi saat awal-awal dirinya bertugas di Distankan, dan melakukan pelayanan di Payung Sekaki.
“Saat itu kami melakukan penyuntikan di salah satu rumah yang memiliki lima anak anjing dan satu induk. Kebetulan induknya tidak bisa dipegang sehingga kami memutuskan untuk melakukan vaksinasi kepada anak-anaknya terlebih dahulu,” ceritanya kepada Riau Pos.
Menurutnya, karena usia anak-anak anjing ini sudah mencapai usia tiga bulan maka sudah bisa divaksinasi rabies. “Jadi saat anaknya ditangkap oleh yang punya, anjingnya berontak. Terus saat mau disuntik semakin melawan. Nah, saat itu saya digigit sampai celana robek. Padahal pakai yang cukup tebal saat itu,” lanjut Rita.
Setelah digigit Rita langsung menjalankan SOP (standar operasional prosedur) yang biasa dilakukan, yaitu mencuci luka pakai sabun di air mengalir hingga 15 menit. Lebih lanjut dirinya menceritakan, setelah peristiwa itu induk anjing langsung diinkubasi untuk dilihat perkembangannya selama 14 hari.
Setelah 14 hari anjing tidak mati berarti tidak menularkan rabies. Meski kerap mendapatkan berbagai kendala di lapangan, Rita merasa itu semua bagian dari risiko kerja. “Enggak kapok, tapi ya tetap waspada karena juga bagian dari risiko bekerja,” lanjut Rita.
Selain itu, saat bertugas dirinya mengaku sering mendapat penolakan dari pemilik hewan untuk dilakukan vaksinasi. “Berbagai alasan terkadang diberikan pemilik peliharaan seperti takut mati, atau gak bisa menangkap hewan mereka,” ungkapnya.
Meski begitu Rita tetap memberikan edukasi mengenai manfaat dari vaksinasi rabies kepada pemilik hewan peliharaan. Selain pengalaman yang kurang menyenangkan, Rita dan tim juga sering mendapat hal yang menyenangkan saat bertugas.
Dirinya menceritakan sangat berkesan saat masyarakat sangat antusias membawa hewan peliharaannya untuk divaksinasi. “Sangat senang sekali saat masyarakat banyak yang datang bersama hewan peliharaannya. Bahkan ada yang sambil membawa tempat khusus untuk membawa seluruh peliharaannya,” ungkap Rita.
Liburan sekolah menjadi waktu yang cukup menyenangkan bagi Rita untuk melakukan vaksinasi rabies. Keberadaan anak-anak ini sering kali membantu tugas Rita. “Terkadang anak-anak yang menunjukkan lokasi warga yang memiliki peliharaan. Malahan terkadang mereka membantu kucing berkeliaran untuk ditangkap,” jelasnya.
Menurutnya vaksinasi rabies bisa dikatanya berhasil apabila mampu melakukan vaksinasi terhadap 70 persen dari populasi hewan yang ada di wilayah yang dilakukan vaksinasi.
“Dukungan perangkat daerah dalam menyukseskan vaksinasi rabies sangat penting, karena sebagai perpanjang tangan Distankan dalam menyampaikan informasi dan edukasi mengenai rabies,” tuturnya.(egp/das)