KELUARGA YOSUA CURIGAI TKP PENEMBAKAN

Rekaman CCTV di RS Polri Kramat Jati Ditengarai Raib

Feature | Senin, 18 Juli 2022 - 13:20 WIB

Rekaman CCTV di RS Polri Kramat Jati Ditengarai Raib
FERDY SAMBO DAN NOFRIYANSAH JOSUA (JAWAPOS.COM)

Tirai yang menutupi kasus kematian Brigadir Polisi Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigpol J) perlahan-lahan tersingkap. Kali ini soal rekaman CCTV yang bisa menjadi kunci untuk mengungkap kasus tersebut. Ternyata bukan hanya rekaman CCTV di sekitar rumah Kadivpropam Polri Irjen Ferdy Sambo yang hilang. Rekaman CCTV di RS Bhayangkara Tk 1 R. Said Sukanto (RS Polri) pun ditengarai raib.

Laporan: Jawapos.com, Jakarta



Jawa Pos kemarin mendatangi RS Polri di Kramat Jati, Jakarta Timur. RS itu disebut menjadi lokasi pengurusan jasad Yosua pascainsiden di rumah Kadivpropam Jumat (8/7) lalu.

”Kebanyakan baru tahu (kalau dibawa ke RS Polri) setelah viral hari Senin (11/7) itu,” kata seorang petugas RS Polri.

Petugas yang tidak ingin disebut namanya itu tidak tahu persis kapan jasad Yosua tiba di RS Polri. Sebab, pada saat itu dia sedang libur. ”Setahu saya nggak banyak yang tahu. Ketika ramai, baru pada tahu kalau jenazah sempat dibawa ke sini (RS Polri, Red),” ungkapnya.

Dia melanjutkan, kemarin pagi ada rombongan anggota polisi yang datang ke RS Polri menggunakan ambulans. Mereka meminta petugas menghapus rekaman CCTV, khususnya yang mengarah ke jalur masuk kendaraan. ”CCTV di tempat parkir juga diminta dihapus,” tuturnya.

Dia tidak tahu persis alasan penghapusan memori CCTV tersebut. Namun, dia menduga ada kaitannya dengan peristiwa tewasnya Yosua. Informasi yang beredar, rekaman video di RS Polri dan rumah Kadivpropam diambil polisi untuk kepentingan penyidikan.

Sebagaimana diberitakan, Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan menyebut Yosua tewas akibat baku tembak dengan Bharada E di rumah Kadivpropam Irjen Ferdy Sambo Jumat (8/7) lalu. Baku tembak dipicu ulah Yosua yang melecehkan dan menodong Putri Ferdy Sambo, istri Kadivpropam, dengan senjata api. Namun, narasi tersebut dituding janggal. Pihak keluarga Yosua menyatakan bahwa Yosua sempat disiksa sebelum ditembak mati. Dugaan tersebut kemarin ditegaskan lagi oleh Kamaruddin Simanjuntak, pengacara keluarga Yosua.

Dia memaparkan fakta-fakta untuk mendukung dugaan tersebut. Fakta itu mengacu pada foto jenazah sebelum dimakamkan. Kamaruddin menyebut, sejumlah ponsel keluarga Yosua sempat diretas oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Namun, beruntung foto-foto tersebut bisa diselamatkan. ”Foto-foto itu ada backup-nya,” kata Kamaruddin saat dihubungi Jawa Pos kemarin (17/7).

Dari foto-foto itu, lanjut Kamaruddin, dapat dilihat bahwa selain bekas luka tembak, ada beberapa luka yang diduga bekas pukulan dan robekan akibat benda tajam. Di antaranya terdapat di tangan, kaki, belakang telinga, dan dagu sampai leher. ”Lubang telinganya bengkak, sampai rahangnya itu berpindah,” ujar advokat asal Medan tersebut.

Ada pula luka memar di bagian bahu dekat tulang selangka. Sekilas, bagian tubuh itu tampak rusak. Kerusakan parah yang diduga akibat penyiksaan juga terlihat di bagian jari-jari tangan. ”Pertanyaannya, itu luka setelah ditembak atau sebelum ditembak?” kata pengacara yang ditunjuk sebagai kuasa hukum keluarga Yosua tersebut. Sederet bekas luka itu membuat Kamaruddin berkeyakinan bahwa Yosua mengalami penganiayaan sebelum ditembak mati.

Keyakinan itu tentu berseberangan dengan penjelasan resmi Polri yang menyebut bahwa Yosua tewas karena baku tembak dengan Bharada E. ”Kalau itu luka setelah ditembak, untuk apa lagi tangannya dirusak, kakinya ditusuk, bahunya juga dirusak, dan perutnya memar seperti pukulan benda tumpul?” terangnya.

Atas nama keluarga Yosua, Kamaruddin menegaskan, pihaknya akan terus menyuarakan kejanggalan-kejanggalan tersebut. Kamaruddin menegaskan, narasi baku tembak di rumah Kadivpropam yang bermula dari pelecehan jelas tidak bisa diterima. Sebab, sebelum meninggal, tepatnya pukul 10.00, Yosua sempat menelepon pihak keluarga. Saat itu, Yosua mengaku berada di Magelang menuju Jakarta bersama Kadivpropam dan istrinya.

”Estimasi perjalanan itu sekitar tujuh jam, berarti sampai Jakarta pukul 5 sore,” paparnya. Merujuk keterangan resmi Polri, Yosua disebut terlibat adu tembak dengan Bharada E pukul 17.00. ”Kalau tewasnya jam 5 sore, kemungkinan besar tewasnya bukan di rumah itu (Kadivpropam, Red), tapi di tempat lain,” imbuh advokat yang punya hubungan saudara dengan ibu Yosua tersebut.

Di sisi lain, Komisioner Komnas Hak Asasi Manusia (HAM) M. Choirul Anam menyebut, pihaknya mendapat banyak keterangan dari keluarga Yosua di Jambi. Komnas HAM juga sudah mengantongi foto-foto dan video yang berkaitan dengan peristiwa meninggalnya Yosua. ”Kami juga diberikan konteks, foto-foto itu diambilnya gimana, konteksnya apa,” terangnya.

Respons Mabes Polri

Mabes Polri tak mau larut dalam berbagai spekulasi yang berkembang di masyarakat. Mereka tetap berupaya memperkuat proses pembuktian ilmiah dalam kasus penembakan Yosua. Salah satunya dengan mengombinasikan bukti ilmiah dengan keterangan saksi-saksi. Bukti ilmiah tersebut diharapkan bisa menghindari spekulasi-spekulasi dalam kasus penembakan di kediaman Ferdy Sambo.

Kadivhumas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan, jangan sampai kasus tersebut dianalogikan tanpa bukti ilmiah. Serta dikomentari oleh orang yang bukan ahli dalam bidangnya. ’’Ini justru bisa memperkeruh keadaan,’’ terangnya.

Tim gabungan internal dan eksternal melakukan beberapa langkah pendekatan scientific crime investigation. Misalnya, kedokteran forensik berupaya merampungkan hasil otopsi. ’’Laboratorium forensik juga melakukan uji balistik dari proyektil, selongsong, dan senjata api,’’ jelasnya.

Selanjutnya, ada sejumlah langkah yang ditempuh di tempat kejadian perkara. Dia mengatakan, Inafis Polri melakukan olah TKP untuk menemukan sidik jari dan deoxyribonucleic acid (DNA). ’’Jarak dan sudut tembakan juga dicari,’’ urainya.

Petugas juga masih berupaya menemukan CCTV di dalam dan luar rumah Kadivpropam. Bahkan, handphone milik korban penembakan juga sedang coba ditemukan. ’’Semua dilakukan,’’ ungkapnya.

Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) juga melakukan pemeriksaan saksi-saksi. ’’Pembuktian ilmiah dan pemeriksaan saksi dilakukan paralel atau sejajar,’’ jelasnya.

Kendati tim gabungan dan Dittipidum dikerahkan, ternyata penyidik dari Polres Metro Jakarta Selatan masih menangani kasus tersebut. ’’Dittipidum akan berikan asistensi,’’ tegasnya.

Setiap bukti ilmiah itu akan dilihat kesesuaiannya dengan hasil pemeriksaan saksi-saksi. Dengan semua proses tersebut, diharapkan fakta yang sebenarnya akan terungkap. ’’Polri akan menyampaikan secara objektif, mohon bersabar. Tim sedang bekerja,’’ ujarnya.

 

 

Sumber: Jawapos.com

Editor: E Sulaiman









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook