Kelompok pertanian terpadu Masyarakat Sakai ini, awalnya pada tahun 2013 berjumlah sekitar enam orang, kemudian bertambah jadi delapan orang, lalu 21 dan saat-saat berjaya pada tahun 2016 beranggotakan hingga 60 orang.
Dari banyaknya anggota kelompok masyarakat Sakai yang memanfaatkan lahan perladangan ini, rumah tangga mereka turut terbantu dari pendapatan hasil pertanian dan perikanan yang dibina PHR.
"Para anggota sampai bisa beli motor dari hasil ini, pendapatannya besar saat itu. Kalau sekarang ini ilmu sudah dapat, dan saya pribadi siap mengabdi untuk suku Sakai dalam mengembangkan pemberdayaan Pertamina ini di wilayah perbatinan Sakai lainnya," tuturnya.
Mus Mulyadi dan para kelompok pertanian terpadu Sakai di areal Pematang Pudu kini sudah cukup puas menerima stimulus. Kapasitas dan kapabilitas mereka berkembang, dari semula bertani dengan pola konvensional, kini sudah bisa jauh lebih produktif.
PHR dinilai telah memberikan perhatian lebih bagi kelompok masyarakat Sakai lewat program CSR integrated farming dan pembinaannya.
Bahkan, Direktur Utama PHR Jaffee A Suardin, pada Oktober lalu mengunjungi langsung aktivitas kelompok pertanian itu di Kelurahan Pematang Pudu. Orang nomor satu di sektor hulu migas operasi WK Rokan tersebut menyusuri perladangan itu dengan berjalan kaki. Ia juga berkesempatan menginvestasikan bibit pohon buah untuk ditanam pada lahan yang dikelola Mus Mulyadi.
Di sisi lain, spesialis bidang coorporate social responsibility (CSR) PHR, Priawansyah mengungkapkan bahwa perusahaan migas milik negara ini berkomitmen akan memberikan pemberdayaan bagi masyarakat yang lebih baik, saat ini dan masa mendatang.
"Mulai 2013 dibina dan sampai sekarang ini, kelompok pertanian terpadu Sakai sudah mandiri. Kami berkomitmen untuk skill up dari apa yang dibina Chevron dulu. Juga akan melanjutkan agar lebih maju," kata Priawansyah di Duri, akhir pekan lalu.
Kemitraan SKK Migas, PHR dan Suku Sakai Sudah Terjalin Tiga Dekade
Perhatian serius dilakukan PT Pertamina Hulu Rokan terhadap warga Sakai yang tersebar di Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Siak dan Kabupaten Rokan Hulu. Perhatian khusus diberikan kepada Kelompok Tani Sakai Terpadu, terutama pengadaan bibit yang diperlukan dan pelatihan warga Sakai agar mandiri.
Peran PHR hanya sebagai public partnership dari kelompok tani tersebut. Terutama penyediaan peralatan dan bibit. Bantuan ini sifatnya bergulir. Jadi bibit-bibit ini diberi kemudian dikembangkan dan diawasi pihak PHR hingga berhasil. Setelah itu hasilnya dibelikan bibitnya kembali tanpa harus mendapat suntikan dana dari PHR lagi.
‘’PHR peduli terhadap kebutuhan dasar manusia, kesehatan, pendidikan, perekonomian. Bantuan yang kami lakukan ini merupakan pemberdayaan ekonomi masyarakat Sakai,’’ kata Manager Corporate Communications PT PHR Sonitha Poernomo. ‘’Kami berharap pilot project ini berhasil sehingga ekonomi masyarakat Sakai bisa terangkat,’’ terangnya.
PHR konsen membantu warga Sakai, bantuan yang diberikan berupa pendidikan untuk 1.400 warga Sakai di tingkat SMA/SMK, beasiswa bagi 160 orang warga Sakai di tingkat perguruan tinggi, bantuan ekonomi kerakyatan melalui kelompok tani, memberikan kesempatan kepada warga Sakai untuk menjadi pengusaha melalui program LBD (local business development) dan sebagainya.
PHR juga mendukung pendidikan bagi masyrakat Sakai, suku asli Riau. Fokusnya adalah menyediakan akses peningkatan jenjang dan kualitas pendidikan serta pembangunan kapasitas siswa. Pembinaan masyarakat Suku Sakai merupakan salah satu program investasi sosial PHR di bidang pemberdayaan ekonomi masyarakat. Program ini bertujuan menciptakan kemandirian masyarakat melalui pelatihan pengembangan kapasitas, bantuan teknis, dan menawarkan bantuan pinjaman melalui lembaga keuangan mikro kepada kelompok tani, usaha kecil, dan koperasi.
Program ini telah mendukung lebih dari 2.500 mitra binaan. Pelaksanaannya mencakup 30 sektor, termasuk pertanian, perikanan, komoditas makanan olahan, industri kreatif seperti kerajinan tenun, batik, serta desa wisata berwawasan ekonomi (ekowisata). PHR juga membantu mendirikan sentra-sentra Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di sekitar wilayah operasinya. "Sentra UKM berfungsi sebagai rumah dagang dan pusat bimbingan usaha," katanya.
Untuk mewujudkan masyarakat yang mandiri, kata dia, PHR dan mitra pelaksana program terus melakukan pembinaan, penyebaran peralatan pendukung program, dan pendampingan di lapangan guna meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menjalankan usaha serta mengembangkan potensi lokal.
Hubungan yang harmonis antara SKK Migas-PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) dan masyarakat suku Sakai sudah berlangsung sejak puluhan tahun silam.
Bahkan Bupati Bengkalis Kasmarni mengapresiasi langkah SKK Migas-PT PHR yang sejak dulu terus membantu masyarakat Sakai. “Kami mengapresiasi tinggi kepada SKK Migas-PT PHR atas bantuan dan dukungan dalam pelestarian dan pengembangan nilai seni dan budaya suku Sakai yang ada di Bengkalis,” ujar Kasmarni, baru-baru ini.
Sementara itu, Kepala Perwakilan SKK Migas Sumbagut Rikki Rahmat Firdaus, menyampaikan tahapan perubahan sosial ekonomi wilayah daerah dan masyarakat di Riau memiliki hubungan yang erat dengan awal ditemukannya ladang minyak Blok Rokan hampir seabad silam. Hingga saat ini produksi minyak terbesar sejak zaman Belanda tersebut terhitung telah mencapai hampir separuh total produksi nasional. ‘’Besarnya produksi minyak mentah yang dihasilkan telah menjadi sumber devisa dan modal pembangunan bagi pemerintah pusat dan daerah hingga saat ini,’’ kata Rikki.
Tak sampai disitu, SKK Migas-PT PHR juga berkontribusi dalam pengembangan kualitas sumber daya manusia dan ekonomi masyarakat. Melalui program PRISMA, para pemuda Sakai di Pematang Pudu yang di komando oleh Mus Mulyadi diberikan pelatihan dan pembinaan di bidang pertanian dan peternakan.
"Senang bisa melihat langsung kolaborasi PHR dengan masyarakat Sakai. Tentunya kami bangga melihat hasil nyata dan sesuai. Insyaallah kolaborasi ini akan berkembang," kata Dirut PHR Jaffee, beberapa waktu lalu.
Ia berkomitmen, untuk memberikan nilai tambah bagi masyarakat Sakai dan masyarakat Riau pada umumnya.
Menurut pengamat perminyakan nasional Prof Dr Ing Ir Rudi Rubiandini RS Dipl-Ing mengatakan keberadaan industri migas diharapkan membawa efek ganda bagi peningkatan taraf perekonomian masyarakat tempatan terutama yang berada di sekitar lokasi operasional kontraktor migas tersebut.
‘’Keberadaan industry migas membawa efek ganda bagi pembangunan dan peningkatan perekonomian masyarakat,’’ ujar Rudi belum lama ini.
Sementara itu Pengamat Sosial dan Lingkungan Rawa El Amady mengatakan keberadaan industri perminyakan baik hulu maupun hilir jelas membawa perubahan-perubahan besar pada aktivitas sosial dan lingkungan. Oleh karena itu, lanjutnya, industri perminyakan harus memiliki kearifan lokal dalam berinteraksi dengan lingkungan dan juga dengan masyarakat lokal, utamanya lagi suku asli wilayah itu yakni Suku Sakai.
"Kita berharap keberadaan industri migas itu membawa perubahan yang positif terutama pada warga asli yang berdomisili di sekitar daerah operasi. Jangan mereka hanya jadi penonton sedangkan hasil alamnya diambil," ujarnya lagi.
Menurut Rawa kearifan lokal yang harus diapresiasi oleh industri migas di wilayah operasional adalah kebiasaan, adat setempat dan juga kepercayaan keagamaan yang dianut. "Jangan sampai keberadaan industri kemudian punya kebijakan yang bertolak belakang dengan kearifan lokal yang bisa membuat kendala bagi kelancaran produksi migas itu sendiri.
‘’Adanya program local business development (LBD) yang berupaya melibatkan usaha lokal sebagai supporting unit dalam aktivitas di area operasi. Memberikan porsi-porsi yang sesuai dengan kemampuan bisnis lokal untuk mengerjakan proyek untuk keperluan supporting unit kegiatan operasional migas. Sinergi ini bisa menjadi penguat ketahanan industri migas dan membuat operasional dapat berjalan tanpa banyak kendala di lapangan,’’ tegas Rawa.
Menurut Rawa keberadaan industri migas berbeda dengan industri lainnya semisal tambang yang memerlukan lahan luas dan kerusakan yang lebih besar. Sementara karakteristik perusahaan minyak hulu luas pemakaian lahan maupun pencarian (eksplorasi) hingga pengaliran melalui pipa tidak memerlukan lahan yang terlalu luas sehingga dampak sosialnya tidak begitu banyak. Hanya saja pipa penyaluran distribusi minyak meskipun tidak luas tetapi sangat panjang melewati hingga beberapa kabupaten. Ini juga masalah tersendiri karena rawan pencurian dan harus diantisipasi.***
Laporan HENNY ELYATI, Pekanbaru