WASHINGTON (RIAUPOS.CO) - Unilever memboikot iklannya, saham dua raksasa media sosial, Facebook dan Twitter, langsung rontok hingga lebih dari 7 persen pada akhir pekan lalu.
Unilever menegaskan tidak akan memasang iklan di Facebook, Twitter, dan Instagram setidaknya hingga akhir tahun ini. Keputusan itu imbas dari maraknya unggahan pengguna ketiga media sosial tersebut yang kerap membahas kondisi politik yang terpolarisasi serta embel-embel ujaran kebencian.
"Berdasarkan pada kondisi polarisasi saat ini dan pemilu yang akan berlangsung di AS, maka perlu ada lebih banyak penegakan dalam hal ujaran kebencian," ujar Wakil Presiden Eksekutif Media Global Unilever, Luis Di Cimo, dilansir The Wall Street Journal, mengutip CNN, Ahad (28/6/2020).
Luis melanjutkan, pihaknya akan terus mengawasi dan meninjau ulang keputusan pembatasan iklan ke depannya seiring dengan perilaku masyarakat.
Unilever yang menaungi merek produk harian dari pasta gigi, sabun, hingga sampo, yang banyak digunakan masyarakat, diketahui memiliki anggaran iklan tahunan mencapai US$8 juta.
Komitmen Unilever dalam memasang iklan di Facebook juga sangat tinggi. Bahkan, perusahaan produk konsumen itu menduduki peringkat pengiklan ke-30 tertinggi di Facebook pada 2019, yang diperkirakan menggelontorkan pundi uang hingga 42 juta ke platform besutan Mark Zuckerberg itu.
Saham Facebook terperosok hingga 8,3 persen menjadi US$216,08 per lembar pada Jumat (26/6) lalu, sedangkan saham Twitter anjlok 7,4 persen menjadi US$29,05.
Keputusan Unilever juga dikhawatirkan dapat memberikan efek domino yang mengakibatkan beberapa perusahaan memutuskan hal serupa pada platform raksasa media sosial.
Bahkan perusahaan rival Unilever, Procter & Gamble juga dilaporkan akan menarik iklan dari platform media sosial yang membiarkan konten ujaran kebencian atau konten diskriminatif merajalela.
Beberapa perusahaan yang telah memboikot Facebook juga akan menangguhkan iklan hingga setidaknya Juli atau bulan depan.
Merespons kondisi tersebut, Wakil Presiden Solusi Klien Twitter, Sarah Personette, mengungkapkan Twitter tetap menjadi sarana masyarakat menjalin komunikasi dan membangun koneksi.
Dalam hal ini, Twitter tetap memfasilitasi penggunanya untuk mengemukakan pendapat pribadi dengan bebas dan aman, terutama pendapat minoritas atau kaum marjinal.
"Kami menghormati keputusan mitra kami dan akan terus bekerja dan berkomunikasi secara dekat dengan mereka selama waktu ini," terang Personette.
Sumber: AFP/CNN/Berbagai Sumber
Editor: Hary B Koriun