JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Kelapa sawit berperan penting dalam perekonomian di Indonesia. Komoditas perkebunan menjadi sumber devisa negara nonmigas, penyedia lapangan kerja, serta menjadi bahan baku berbagai industri pengolahan. Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) melaporkan kinerja sawit tahun ini di tengah berbagai tekanan ekonomi.
“Sektor sawit mendorong PDB pada angka yang positif sehingga PDB Indonesia pada kuartal III 2022 dapat tumbuh positif di angka 5,72 persen. Secara industri telah berkontribusi pada pendapatan pemerintah, keuntungan bagi perusahaan, lapangan kerja, dan meningkatkan pendapatan bagi petani kecil,” papar Direktur Utama Badan BPDPKS Eddy Abdurachman akhir pekan lalu.
Eddy membeberkan, kinerja penghimpunan dana BPDPKS tahun ini dari pungutan ekspor sawit mencapai Rp34,5 triliun. Sedangkan kinerja imbal hasil dana kelolaan sebesar Rp800 miliar. Penerimaan tersebut turun 51,8 persen dibandingkan tahun lalu yang mencapai Rp71,6 triliun.
Eddy mengatakan bahwa penurunan tersebut terjadi lantaran kebijakan pelarangan ekspor yang diberlakukan pemerintah mulai 28 April hingga 22 Mei 2022. Hal itu berakibat kinerja ekspor sawit pada 2022 menjadi di kisaran 34,67 juta metrik ton dibandingkan pada 2021 yang mencapai 37,78 juta metrik ton. “Di samping itu, ada penurunan penerimaan BPDPKS akibat penghapusan tarif PE kelapa sawit dan turunannya hingga 31 Agustus 2022,” tambahnya.
Untuk tahun depan, BPDPKS menargetkan penerimaan dari pungutan ekspor (PE) sawit tidak jauh berbeda dengan 2022. Yakni, sebesar Rp30-an triliun. Eddy menyebutkan, penurunan itu disebabkan prakiraan penurunan harga minyak sawit (CPO) akibat krisis ekonomi dunia. Target tersebut juga mempertimbangkan ketidakpastian global yang saat ini terjadi. ‘’Akan ada defisit jika kita hanya mengandalkan ekspor. Jadi, proyeksi kita cuma Rp30-an triliun,’’ urainya.
Meski demikian, dia memprediksi apabila Indonesia pada 2023 menerapkan program bahan bakar nabati jenis biodiesel ke dalam bahan bakar minyak jenis solar ditingkatkan menjadi 35 persen atau B35, harga CPO bisa berada di kisaran 970 dolar AS per metrik ton. Dengan begitu, serapan minyak sawit akan berada di kisaran 13,5 juta kiloliter. “Dengan akan diberlakukan program B35, kira-kira volume diserap sebagai bahan minyak sawit biodisel 13,5 juta kiloliter. Ini sekadar proyeksi yang dilakukan BPDPKS,” jelasnya.(esi)
Laporan: JPG, Jakarta