BOGOR (RIAUPOS.CO) - Badan Litbang dan Inovasi (BLI) KLHK ikut berperan dalam persuteraan alam di Indonesia dengan menerapkan ulat sutera unggul yang diberi nama PS 01 dan BS 09, serta tanaman murbei unggul SULI 01 sebagai pakan ulat sutera.
Inovasi ini menjadi jawaban atas tantangan utama dalam usaha hulu persuteraan alam di Indonesia, yaitu rendahnya produksi kokon per satuan luas (25 kg per 1 box telur), sehingga penghasilan yang didapatkan belum optimal. Selain itu, kualitas kokon yang dihasilkan banyak petani belum dapat memenuhi kriteria kokon sebagaimana yang diinginkan oleh pengrajin benang sutera, sehingga impor benang sutera alam masih sangat tinggi di Indonesia.
Kepala BLI Agus Justianto menyampaikan, sejak mulai diluncurkannya inovasi tersebut pada tahun 2013, telah dilakukan berbagai aplikasi di lapangan. "Keberhasilan inovasi tersebut, perlu disebarluaskan agar dapat direplikasi di tempat-tempat lain dan ditingkatkan skalanya secara luas," ujar Agus saat Peluncuran Teras Inovasi di Bogor, Kamis (21/11/2019).
BLI bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL), melakukan transfer teknologi pengembangan telur ulat sutera, dan murbei hibrida ini kepada Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) Bina Mandiri Sukabumi, Jawa Barat.
KUPS adalah pemegang Izin atau Hak Perhutanan Sosial yang akan dan/atau telah melakukan usaha dan atau dapat dikatakan sebagai usaha rintisan berbasis masyarakat di dalam dan sekitar hutan. Salah satu KUPS adalah KUPS Persuteraan Alam.
Kegiatan pengembangan telur ulat sutera dan murbei hibrida dilakukan melalui skema kemitraan kehutanan antara KUPS Sutera Bina Mandiri dengan PT. Begawan Sutera Nusantara.
"Dengan modal Rp150.000 per pemeliharaan, mereka mendapat omset Rp2.460.000 per panen atau dalam 27 hari. Pendapatan kelompok per tahun dari komoditi kokon dapat mencapai Rp20 juta/tahun ditambah dengan penghasilan dari tanaman sayur tidak menentu," jelas Dirjen PSKL Bambang Supriyanto.
Lebih lanjut, Bambang menyampaikan, Indonesia merupakan produsen sutera ke-9 di dunia. Indonesia, menurut Bambang, memiliki sejumlah potensi untuk meningkatkan produktivitas sutera alamnya.
"Kualitas benang yang dihasilkan lebih bagus. Budidaya persuteraan alam juga cocok dikembangkan di Indonesia, karena murbei sebagai pakan ulat sutera, tumbuh sepanjang tahun," tuturnya.
Kegiatan persuteraan alam Indonesia berkembang di Sulawesi, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. Khusus untuk Provinsi Jawa Barat tepatnya di Garut dan Sukabumi, sebagai sentra persuteraan, kebutuhan telurnya berasal dari BLI.
"Penggunaan bibit unggul persuteraan alam ini, merupakan upaya membangkitkan kembali persuteraan alam," ujar Bambang.(rls)