JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta perusahaan fintech legal memindahkan kantor operasionalnya. Hal itu dilakukan untuk membedakan fintech resmi dengan yang ilegal.
"Kami berharap fintech peer to peer (P2P) lending mau memindahkan operasionalnya ke Sudirman dan Thamrin, itu kan bisa kita lihat berjejer itu industri keuangan," jelas Direktur Pengaturan, Perizinan, dan Pengawasan Financial Technology Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Hendrikus Passagi di DBS Bank Tower, Jakarta, Rabu (22/1).
Bukan hanya menjadi pembeda, tapi juga memudahkan para pengguna maupun OJK sendiri dalam melakukan pengawasan terhadap dana nasabah yang dikelola. Dengan begitu, kawasan-kawasan yang mudah diakses dapat menjadi lokasi operasional pinjaman online.
"Penting bagi kami untuk menjaga keamanan dana sehingga kami harus sangat berhati-hati dan memperhatikan, bukan hanya kemampuan pengelolaan keuangan tapi juga dari segi penampilan kantor, lokasinya dan kesiapan operasional dari kantor," tambah dia.
Kepala Bidang Humas dan Kelembagaan AFPI Tumbur Pardede menyebutkan bahwa fintech tidak lagi dikategorikan sebagai startup. Maka dari itu, perusahaan disarankan untuk memperhatikan bagaimana cara menjaga kepercayaan nasabah.
"Kita sudah masuk ke dalam kategori jajaran perusahaan yang kredibel, masing-masing platform ini kami mengarahkan agar dapat kepercayaan dari masyarakat. Mulai dari mudah di akses, jelas, itu sebenarnya untuk kepentingan internal masing-masing," terangnya.
Ketentuan-ketentuan yang yang wajib disediakan oleh para pelaku pinjaman online tersebut, seperti ruang rapat yang juga bisa digunakan sebagai tempat diskusi bersama nasabah yang mengalami kendala.
"Ruangan dari sisi perkantoran itu sendiri yang intinya adalah bagaimana bisa mengakomodir bagaimana stake holder (nasabah) itu datang ke kantor. Dengan kita memiliki satu kantor yang berlokasi sama seperti industri keuangan yang lain, itu akan memudahkan mereka," tutupnya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal