JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Usai harap-harap cemas menunggu jawaban, kini industri otomotif dalam negeri harus gigit jari. Sebab, Menteri Keuangan Sri Mulyani telah menolak permintaan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang yang sebelumnya mengajukan wacana relaksasi pajak mobil baru.
"Kami tidak mempertimbangkan saat ini untuk memberikan pajak mobil baru nol persen seperti yang disampaikan industri maupun Kementerian Perindustrian," ujar Ani melalui video conference, Senin (19/10).
Menkeu menjelaskan, sebelum ada permohonan relaksasi pajak mobil baru, pihaknya telah memberikan dukungan kepada industri melalui beberapa insentif. Selain itu, pemerintah juga akan mengevaluasi berbagai insentif yang telah diberikan ke berbagai sektor agar tetap menjunjung prinsip keadilan.
"Setiap insentif yang kita berikan akan kita evaluasi lengkap, sehingga jangan sampai kita berikan insentif, di satu sisi berikan negatif ke kegiatan ekonomi yang lain," tegas Ani.
Seperti diketahui, pemerintah pusat memang tidak bisa asal-asalan dalam menggeber insentif. Sebab, realisasi penerimaan pajak hingga September 2020 tercatat masih mengalami kontraksi 16,9 persen. Kontraksi penerimaan pajak tersebut tercatat lebih dalam dibandingkan dengan akhir bulan sebelumnya yang sebesar 15,6 persen. Penyebabnya, apalagi kalau bukan tekanan dari sisi pendapatan negara yang masih dipengaruhi pelemahan ekonomi akibat Covid-19.
"Memang mengalami tekanan karena bisnis dan pembayar pajak mengalami tekanan,"jelas mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.
Menanggapi penolakan wacana relaksasi pajak tersebut, pelaku industri otomotif mengaku dapat memahami keputusan tersebut. Meski diakui bahwa stimulus berpotensi mempengaruhi penjualan otomotif secara umum, namun pemerintah memiliki prioritas untuk memulihkan ekonomi di semua sektor.
"Apa yang diputuskan pemerintah itu untuk perbaikan ekonomi kita semua. Menkeu fokus memberikan stimulus ke semua sektor terdampak, tidak hanya satu sisi. Karena harapannya roda ekonomi dapat bergerak. Kalau ekonomi bergerak diharapkan otomotif nanti juga bergerak maju," ujar Direktur Marketing & Inovasi Bisnis dan Penjualan PT Honda Prospect Motor Yusak Billy.
Billy menambahkan bahwa pembatalan tersebut bakal berdampak pada minat konsumen yang tengah menantikan realisasi relaksasi pajak. Bahkan, lanjut Billy, sudah ada beberapa konsumen yang mulai gencar menanyakan ketersediaan unit ketika wacana tersebut kali pertama berembus.
"Belum sampai pesan, tapi sudah banyak yang tanya. Mungkin mereka ingin memastikan jika ada relaksasi pajak unit yang mereka inginkan ada. Tapi dengan batal ini tentu ada kemungkinan batal (minat konsumen, red)," beber Billy.
Sementara itu Sekretaris Jenderal Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara mengatakan bahwa wacana pajak nol persen telah membuat calon konsumen menunda untuk melakukan pembelian mobil. Kukuh menyebutkan bahwa hal tersebut terlihat dari trafik penjualan yang menurun di dealer. Gaikindo sendiri sangat mengapresiasi wacana relaksasi pajak yang diinisiasi Kementerian Perindustrian.
"Kalau pajak nol persen kita realistis saja itu mungkin agak berat. Namun relaksasi dalam bentuk apapun sekarang ini akan sangat membantu. Bukan sekadar (relaksasi, red) penjualan, tapi menyelamatkan ekosistem industri kendaraan bermotor di Indonesia," ujar Kukuh.
Terpisah, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menilai, penolakan Ani tentu beralasan. Meski, Piter pun mengaku mendukung wacana pemberian relaksasi pajak mobil baru itu.
"Saya sebenarnya sangat mendukung usulan penghapusan pajak itu sebagai insentif. Tapi saya juga memahami posisi Bu Menteri (Menkeu)," jelasnya kepada Jawa Pos (JPG).
Piter menyebut, posisi pemerintah terbilang dilematis. Di satu sisi, seluruh pihak berharap pemerintah memberikan banyak stimulus. Tetapi di sisi lain, masyarakat juga mengkritisi kondisi fiskal pemerintah yang defisit dan berujung pada kenaikan utang pemerintah.
"Kalau kita ingin memberikan insentif stimulus pada perekonomian, maka di sisi lain ya kita harus merelakan kondisi defisit APBN yang melebar. Kalau defisitnya melebar, utangnya kan naik. Nah Menperin ingin ada insentif, tapi kata Menkeu 'nanti dulu'," jelas Piter.
Menurut dia, apabila Menkeu mengabulkan permintaan relaksasi pajak mobil baru, maka penerimaan pajak akan makin anjlok. Kondisi pemerintah yang terus menerus disudutkan dengan polemik utang pemerintah menjadikan pemerintah terbelenggu dan tidak leluasa dalam memberikan insentif. Padahal, seluruh pihak harus melihat kebijakan pemerintah dari banyak sisi. Pemerintah tentu telah mempertimbangkan berbagai aspek dalam membuat kebijakan.(dee/agf/jpg/yus)