Omnibus Law Berdampak pada Iklim Investasi

Ekonomi-Bisnis | Kamis, 19 Desember 2019 - 18:34 WIB

Omnibus Law Berdampak pada Iklim Investasi
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (Raka Denny/Jawa Pos)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Penyerahan draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja molor dari jadwal semula, yakni 12 Desember. Pemerintah berencana membawa draf RUU tersebut ke DPR awal Januari mendatang.

Meski demikian, pemerintah optimistis regulasi itu bisa segera disepakati. Terlebih, RUU Omnibus Law masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020. ”Ya, tentunya kalau masuk (prolegnas) sudah untuk dibahas. Paling lama tiga bulan,” ujar Menko Perekonomian Airlangga Hartarto saat ditemui pada acara Kadin Talks di Jakarta kemarin (18/12).


Dengan masuk prolegnas, kata Airlangga, pembahasan di parlemen bisa dilakukan sesegera mungkin. Itu juga sejalan dengan permintaan Presiden Joko Widodo agar regulasi omnibus law bisa segera rampung.

Airlangga memerinci, dampak omnibus law antara lain perbaikan ekosistem serta iklim investasi dan berusaha dengan menyelesaikan permasalahan bottlenecking dalam birokrasi. Kemudian, terkait ketenagakerjaan, administrasi pemerintahan pusat sampai ke daerah, dan terutama rezim hukum untuk berbisnis.

Ketua umum Partai Golkar itu juga menyinggung sanksi yang ada dalam omnibus law. Sanksi yang nanti diberikan kepada pengusaha nakal berupa denda. Namun, jika masih membandel, akan dicabut izin usahanya. Penghapusan sanksi pidana tersebut bertujuan membuat ekosistem usaha lebih kondusif dan nyaman bagi investor. Menurut Airlangga, kebijakan tersebut telah diterapkan di sektor perbankan, pasar modal, dan lainnya.

Sementara itu, Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan Perkasa Roeslani mengatakan bahwa saat ini pihaknya tengah menyosialisasikan ”RUU sapu jagat” tersebut ke seluruh pelaku dunia usaha. Sebab, implementasi omnibus law banyak dinantikan dan berkaitan dengan dunia usaha.

Rosan berharap diskusi antar pelaku usaha selesai 26 Desember. Selanjutnya, berbagai saran dan masukan akan diserahkan kepada pemerintah. ”Sebetulnya pembahasan berjalan terus, tapi final semua di tanggal 26 Desember. Kemudian kita adakan satu sampai dua kali FGD (focus group discussion) dan finalnya akan kita berikan kepada pemerintah awal Januari,” jelas pria yang juga menjabat ketua Satgas Omnibus Law itu.

Beragam perizinan, lanjut Rosan, dapat dipermudah melalui omnibus law. Dengan begitu, masalah overlapping di pemerintah daerah dan pusat bisa dikurangi. Hal tersebut akan memberikan kepastian bagi para pelaku usaha sehingga investor bisa lebih ringkas dan efisien saat mengurus perizinan.

"Saya memiliki keyakinan yang tinggi, jika ini berjalan, EODB (ease of doing business/indeks kemudahan berbisnis) akan naik ranking dan investasi akan naik. Ini harus dilakukan. Jika tidak, makin banyak yang relokasi pabrik," tuturnya.

Di sisi lain, DPR belum bisa menjanjikan jangka waktu pembahasan RUU Omnibus Law. Apalagi, sampai sekarang surat presiden (surpres) terkait pembahasan omnibus law belum dikirim ke parlemen. ”Sampai sekarang surpres belum dikirim. Jadi belum bisa pembahasan,” kata Ketua DPR Puan Maharani di kompleks DPR/MPR, Senayan, Jakarta, kemarin.

Puan berharap surpres pembahasan RUU Cipta Lapangan Kerja dan RUU Perpajakan segera dikirim ke DPR. Sebab, draf UU Omnibus Law tersebut merupakan inisiatif pemerintah.

Politikus PDIP itu mengaku belum mengetahui secara detail RUU Omnibus Law yang diajukan pemerintah. Alasannya, draf RUU yang meringkas sejumlah regulasi tersebut belum diterima DPR. ”Terus terang saja, kalau saya ditanya seperti apa omnibus law, saya belum tahu barangnya seperti apa,” ucapnya.

Yang diketahui dari paparan saat rapat kerja dengan presiden, tambah Puan, RUU Cipta Lapangan Kerja akan mencakup sedikitnya 82 UU. Jumlah pasal yang dibahas 1.194. Pasal-pasal yang saling bertentangan akan diselaraskan agar tidak kontraproduktif.

Sementara itu, dari segi penegakan hukum, omnibus law dirasa penting untuk sinkronisasi penanganan hukum di Indonesia. Sebab, menurut catatan Ombudsman RI, penyelesaian perkara hukum banyak terkendala karena berkas atau data antar-instansi penegakan hukum tidak terintegrasi.

Dalam catatan tahunan Ombudsman, salah satu persoalan yang sering dikeluhkan masyarakat terkait penegakan hukum adalah penundaan berlarut. Penundaan berlarut itu salah satunya disebabkan koordinasi antarinstansi yang terkesan lambat dan kerap mengoper berkas. Misalnya antara kepolisian dan kejaksaan.

Komisioner Ombudsman RI Laode Ida menilai kondisi tersebut bisa diperbaiki melalui omnibus law. Hukum itu bisa menjadi dasar penanganan perkara yang lebih terintegrasi dan sederhana. Tidak harus melalui birokrasi penegakan hukum yang rumit dan memakan waktu lama. "Omnibus law merupakan salah satu jawaban. Tapi, penyederhanaannya memang tidak bisa bypass begitu saja," tuturnya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook