MATERI DEBAT PILPRES

Jika Rasio Pajak Dipaksakan Naik, Ini yang Bakal Terjadi

Ekonomi-Bisnis | Senin, 15 April 2019 - 00:22 WIB

Jika Rasio Pajak Dipaksakan Naik, Ini yang Bakal Terjadi
Joko Widodo dan Prabowo Subianto di acara debat kelima calon presiden dan wakil presiden, Sabtu (13/4/2019). (JPNN.com)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Salah satu topik yang mengemuka saat debat terakhir calon presiden dan wakil presiden, Sabtu (13/4/2019) adalah mengenai tax ratio (rasio pajak). Awalnya, calon presiden 02, Prabowo Subianto yang membuka pembicaraan dengan mengatakan mereka akan meningkatkan tax ratio menjadi 16 persen.

Ucapan itu dijawab capres 01, Joko Widodo yang mengatakan tax ratio saat ini 10 persen sekian. Jika dipaksakan naik menjadi 16 persen dalam satu tahun maka akan menimbulkan syok ekonomi.

Lantas, apakah yang dimaksud dengan syok ekonomi? Ekonom Indef Bhima Yudhistira mengatakan, syok ekonomi adalah  terjadi perlambatan konsumsi. Dalam hal ini, masyarakat menengah dan atas kan menahan daya  beli mereka lantaran takut terhadap tingginya pengenaan pajak.
Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

’’Orang akan menahan belanja. Jadi daripada orang belanja dikenakan pajak ya lebih baik agak sedikit menurunkan untuk belanja. Ini terjadi di kelas menengah dan atas. Ini kan udah terjadi pada waktu tax amnesty Kemaren karena uangnya bayak tersebar ke kantong pemerintah akhirnya banyak departemen store berguguran. Karena  kelas menengah atasnya agak gelisah dengan pajak,’’ ujarnya Minggu (14/4/2019).

Pemaksaan pajak yang tinggi juga akan berdampak pada pelaku bisnis. Mereka akan cenderung menunda investasi, aksi korporasi, maupun ekspansi bisnisnya. ’’Pelaku bisnis kalau melihat tax ratio dikejar terlalu tinggi mereka pasti akan melakukan efisiensi, tadinya mau berinvestasi atau beli mesin baru, mau beli pabrik baru, mau ekspansi pada akhirnya akan menunda,’’ tuturnya.

Bhima menjelaskan, sebenarnya target tax ratio sebesar 16 persen merupakan Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) era Jokowi – JK 2015-2019 yang tidak tercapai. ’’Tapi kalau kurun waktu dekat ini memang kalau di paksakan 16 persen, melihat situasi ekonomi global yang masih belum kondusif seperti sekarang ada perang dagang, ketidakpastian permintaan ekspor misalnya,’’ imbuhnya.

Menurutnya, pajak dalam bidang ekonomi akan menimbulkan kontradiksi publik terhadap perekonomian suatu negara. Bhima mengaku bingung terhadap target paslon 01 yang akan memaksa target tax ratio 16 persen, sementara merubah penghasilan tidak kena pajak (PTKP) yang mempertebal kantong masyarakat, dinilai kontradiktif.









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook