JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Stok beras dinilai cukup untuk menyuplai keperluan hingga tutup tahun 2018. Agar datanya akurat, Kementan berupaya menyinkronkan data dengan Badan Pusat Statistik (BPS) terkait produksi dan kebutuhan beras.
Sekretaris Direktur Jenderal Kekayaan Negara (Sesditjen) Tanaman Pangan Maman Suherman menyatakan, data produksi padi nasional 2018 diperkirakan 83,04 juta ton gabah kering giling (GKG) yang bila dikonversikan ke beras menjadi 48,29 juta ton. Sementara itu, konsumsi beras diperkirakan 30,37 juta ton. Ini menunjukkan suplai beras nasional masih aman sampai akhir tahun, ujarnya, kemarin (9/10).
Angka produksi beras, lanjut dia, bukan semata-mata hitungan Kementan. Pihaknya mengatakan berkoordinasi dengan BPS dalam penghitungan angka produksi. Selain itu, Kementan mencatat langsung kondisi riil di lapangan. Kami berkoordinasi dengan petugas pengumpul data tanam dan panen dinas pertanian kabupaten yang bertugas di tiap kecamatan. Jadi, tidak benar bahwa angka produksi hanya di atas kertas, tambah Maman.
Terkait musim kemarau, produksi gabah di petani memang sangat berkaitan dengan ketersediaan air. Bagi lahan irigasi, air tersedia sepanjang tahun. Jika ada kekurangan saat kemarau panjang, keperluan air bisa dibantu pompa, baik dari bantuan pemerintah pusat atau daerah maupun mandiri.
Maman menyatakan bahwa kekeringan tidak melanda seluruh negeri. Sebab, ada wilayah yang kondusif untuk ditanami. Ketika kondusif, Kementan membantu percepatan dengan memberikan bantuan alat dan mesin pertanian untuk pengolahan tanah serta tanam.
Pengamat pertanian dari IPB Dwi Andreas Santosa mengatakan bahwa pemerintah tidak boleh lengah dengan asumsi produksi yang surplus dan harus terus mengawasi data beras. Menurut Dwi, gejolak harga bisa menjadi catatan bahwa kondisi di pasar berbeda dengan data produksi beras. Kalau memang stok beras di pasaran menipis, wajar jika terjadi kenaikan harga beras.
Dwi menyebutkan bahwa musim kering pada 2018 lebih kering daripada tahun lalu. Bahkan, dari ramalan BMKG, masa tanam untuk tahun ini mungkin mundur. Jika mundur sebulan saja, stok di masyarakat dipastikan berkurang 2,5 ton atau sekitar 5 juta ton gabah. Kita relatif perlu jeli dalam tata kelola pangan yang sekarang ini. Soal klaim data surplus itu perlu terus diawasi. Wajar kalau ada klaim demikian karena ada kepentingan untuk menciptakan swasembada beras, paparnya.(agf/c15/oki/das)
(Laporan JPG, Jakarta)