JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Di saat begitu banyak rakyat yang menginginkan agar pemerintah menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) serendah mungkin, namun salah seorang wakil rakyat di DPR menyarankan agar penurunannya tidak terlalu banyak, misal hingga di bawah Rp5.000 per liter.
Alasannya? penurunan terlalu besar sangat berisiko jika di kemudian hari kembali terjadi kenaikan harga. Dengan penurunan yang terlalu banyak maka potensi besaran angka jika terjadi kenaikan kembali tentu akan tinggi pula.
"Ini bisa mengundang demo besar-besaran," kata anggota Komisi VII DPR Kurtubi kepada wartawan di Jakarta, Selasa (8/3/2016).
Kata Kurtubi, harga minyak dunia yang rendah tetap menjadi momen yang tepat untuk menurunkan harga BBM melalui kebijakan harga. Meski tentu saja penurunan tersebut tidak sebanyak yang disuarakan berbagai kalangan, misal di bawah Rp5.000 per liter.
Kurtubi melihat tidak pas jika beberapa kalangan membandingkan harga BBM di Indonesia dengan negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia. Dilihat dari kondisi geografis dan luas wilayah, Indonesia jauh lebih besar sehingga biaya angkutnya jauh lebih mahal.
"Tidak aple to aple membandingkan Indonesia dengan negara tetangga. Indonesia sangat luas dan terdiri atas ribuan pulau, tentu ongkos untuk membawa BBM ke berbagai wilayah tersebut sangat mahal. Di Indonesia, perlu pesawat untuk mengangkut BBM sedangkan Singapura misalnya sangat murah karena cukup mempergunakan truk," jelasnya.
Dewan Pakar Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) Benny Lubiantara juga berpendapat bahwa penurunan harga yang dilakukan hendaknya jangan terlalu banyak. Karena dikhawatirkan akan berdampak buruk untuk jangka panjang.
Menurutnya, jika tingkat domestic price BBM terlalu rendah maka membuat tingkat konsumsi menjadi sangat boros. Jika kondisi demikian terus terjadi tentu sangat berbahaya bagi ketahanan energi nasional. Pasalnya, pada sisi berbeda saat ini sisi suplai justru mengalami penurunan.