PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Di seluruh dunia, orang-orang meningkatkan upaya untuk mencegah perubahan iklim, menurut temuan terbaru dari Climate Reality Barometer kedua dari Epson. Penelitian dari pemimpin teknologi global menunjukkan bahwa untuk sementara ekonomi dunia terbukti menjadi gangguan dari upaya untuk mengatasi tantangan perubahan iklim, perubahan iklim tetap menjadi perhatian utama bagi banyak orang.
Demikan dikatakan Presiden Global Epson Yasunori Ogawa, Ahad (6/11). Dikatakannya, terlepas dari setahun dampak iklim yang belum pernah terjadi sebelumnya, survei tersebut juga mengungkapkan bahwa orang-orang semakin optimis bahwa bencana iklim dapat dihindari dalam hidup mereka. "Namun, data juga menunjukkan bahwa terdapat variasi yang signifikan dalam tingkat kepercayaan yang didorong oleh faktor-faktor seperti ekonomi dan usia," jelasnya.
Tidak mengherankan, kata Yasunori Ogawa, masalah keuangan langsung menjadi perhatian utama masyarakat. Sementara memperbaiki ekonomi 22 persen dan kenaikan harga 21 persen berada di urutan teratas dalam daftar prioritas responden, perubahan iklim menempati urutan ketiga yang sangat dekat 20 persen. "Terlepas dari penurunan ekonomi global, konflik, dan tagihan energi yang melonjak, krisis iklim tetap menjadi perhatian banyak orang di seluruh dunia," katanya.
Namun, kata dia, kekhawatiran iklim tidak mengarah pada pesimisme. Sebelum COP 26 pada November 2021, 46 persen responden global optimis bahwa bencana iklim dapat dihindari dalam seumur hidup. "Saat dunia bersiap untuk COP27 di Mesir, optimisme telah meningkat menjadi lebih dari 48 persen. Ini terjadi terlepas dari dampak perubahan iklim yang disaksikan selama setahun terakhir, menunjukkan ‘defisit realitas’ pada orang-orang yang berpotensi salah dalam memahami dampak perubahan iklim di masa depan untuk dunia," jelasnya.
Menelusuri lebih jauh, jelas bahwa rata-rata global menutupi variasi regional yang mengejutkan dalam tingkat kepercayaan. "Optimisme lebih rendah di sebagian besar negara maju, misalnya, daripada di negara berkembang," ujarnya.
Masing-masing negara anggota G7 semua mencatat tingkat optimisme secara signifikan di bawah rata-rata global 48 persen: Kanada 36,6 persen, Prancis 22,5 persen, Jerman 23,8 persen, Italia 25,2 persen, Jepang 10,4 persen, Inggris 28,4 persen dan AS 39,4 persen.
Ekonomi yang berkembang pesat dan tumbuh cepat mencatat tingkat optimisme iklim secara signifikan di atas rata-rata global, Cina 76,2 persen, India 78,3 persen, Indonesia 62,6 persen, Kenya 76 persen, Meksiko 66 persen dan Filipina 71,9 persen.
Menurutnya, penelitian menunjukkan bahwa orang melihat perubahan iklim sebagai ancaman utama - setara dengan krisis keuangan yang sedang berlangsung. "Survei terhadap 26.205 orang di 28 pasar menunjukkan bahwa meskipun dampak iklim meningkat, optimisme iklim telah tumbuh menjadi lebih dari 48 persen. Selanjutnya kesadaran akan perubahan iklim mengarahkan orang-orang dari seluruh dunia untuk mengadopsi gaya hidup yang lebih berkelanjutan," jelas Yasunori Ogawa.
Menurut Yasunori Ogawa, temuan juga menunjukkan bahwa usia merupakan faktor, dengan rentang usia tertua dan termuda paling peduli tentang perubahan iklim. Mereka yang berusia 55 tahun ke atas adalah satu-satunya kelompok yang mengutip perubahan iklim sebagai masalah global yang paling mendesak 22,2 persen. Sedangkan kelompok 16 hingga 24 tahun adalah satu-satunya yang menempatkannya di peringkat kedua 19,3 persen– semua rentang usia lainnya menempatkannya di peringkat ketiga.(rls/esi)