JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Pemerintah kembali memberi angin segar pada para aparatur sipil negara (ASN) dengan status pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Setelah memberikan jaminan kenaikan gaji berjenjang, kini mulai ada sinyal soal jaminan pensiun untuk PPPK.
Sebagai informasi, munculnya status PPPK pada 2019 lalu sempat menjadi polemik. Salah satunya terkait jaminan pensiun. Meski dinyatakan ASN, PPPK tak dapat uang pensiun layaknya pegawai negeri sipil (PNS). Karenanya, skema PPPK menuai penolakan keras saat itu.
Namun, kegalauan itu sepertinya bisa sedikit mereda. Pasalnya, dalam uji publik revisi Undang-undang Nomor 5/2014 tentang ASN muncul bahasan mengenai kesejahteraan PPPK.
Dalam RUU ASN ini, kesejahteraan PNS dan PPPK akan digabung dalam konsep penghargaan dan pengakuan ASN yang merupakan bagian dari manajemen ASN secara keseluruhan. PPPK diberikan jaminan pensiun dan jaminan hari tua dengan skema defined contribution.
Deputi Bidang SDM Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) Alex Denni menyebutkan, perbaikan rancangan penghargaan dan pengakuan ASN ini dilakukan secara menyeluruh. Selain itu, amanatnya juga dipersiapkan untuk dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan anggaran. ”Agar sistemnya semakin adil dan kompetitif,” jelasnya.
Lebih lanjut, Alex menyampaikan, revisi Undang-Undang No. 5/2014 ini merupakan jawaban atas dinamika perubahan global yang mempengaruhi manajemen sumber daya manusia aparatur. Secara garis besar, terdapat tujuh klaster pembahasan dalam RUU ASN.
Tujuh klaster tersebut meliputi penguatan sistem merit, penetapan keperluan ASN, kesejahteraan ASN, penyesuaian ASN sebagai dampak perampingan organisasi, penataan tenaga honorer, digitalisasi manajemen ASN, serta ASN di lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
”Di revisi UU ASN nanti, salah satu yang diperkuat adalah bagaimana ASN bisa semakin kompetitif, lincah, dan dinamis untuk menjawab tantangan zaman,” katanya, Ahad (68). Misalnya, untuk PPPK bisa diperluas cakupannya dengan skema kerja yang lebih adil.
Regulasi yang sedang dibahas tersebut, lanjut dia, juga sekaligus menjadi solusi atas permasalahan tenaga non-ASN yang saat ini jumlahnya membengkak. Dari proses verifikasi yang dilakukan, jumlah tenaga honorer saat ini mencapai 2,3 juta orang dari proyeksi sebelumnya yang hanya tinggal sekitar 400 ribu orang. Pembengkakan jumlah tenaga non-ASN atau honorer tersebut terjadi terutama di pemerintah daerah.
Alex menegaskan, pada prinsipnya, pemerintah berupaya mengamankan 2,3 juta tenaga non-ASN tersebut agar tak ada pemberhentian massal. Dalam upaya ini, pemerintah juga memperjuangkan supaya pendapatan mereka tidak boleh ada pengurangan dari yang diterima saat ini. Salah satunya, dengan mengatur skema kerja yang adil dan tepat.
Misalnya ada tenaga non-ASN yang jenis keahlian dan keperluan instansinya diperlukan pada waktu yang bisa disepakati bersama. Ini menguntungkan pegawai yang bersangkutan, karena dia mendapatkan pendapatan yang adil yang tentunya tidak mengurangi pendapatannya saat ini. ”Sekaligus kami memastikan tidak boleh ada pembengkakan anggaran,” ungkapnya.
Menurut Alex, RUU ini disusun dengan harapan bisa menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada dalam manajemen ASN secara keseluruhan. Tujuan akhirnya, menciptakan ASN profesional yang berjiwa melayani dan membawa Indonesia menjadi negara maju.
Hal lain yang dijelaskan soal pandangan bahwa PNS tidak bisa dipecat. Sebab, kata dia, ada bab yang menekankan bahwa kinerja menjadi komponen penting yang bisa memberhentikan PNS.
Uji Publik RUU ASN telah dilakukan beberapa kali. Salah satunya, di Universitas Negeri Padang (UNP) yang dihadiri para akademisi di sejumlah perguruan tinggi di Padang hingga perwakilan pemda di Provinsi Sumatera Barat.
Pada kesempatan tersebut Dekan Fakultas Ilmu Sosial UNP Afriva Khaidir menilai, revisi UU ASN merupakan sesuatu yang sangat lazim karena perubahan global sosial dan politik yang demikian cepat. ”PPPK akan sangat terlindungi dengan Undang-Undang ini, itu harus diakui. Teorinya menjustifikasi perubahan ini, apalagi ada desakan situasional yang menuntut perubahan,” tuturnya.
Uji publik juga telah dilakukan bersama akademisi perguruan tinggi di sekitar Universitas Negeri Semester (Unness) hingga perwakilan pemda di provinsi Jawa Tengah. Rektor Unness Prof S Martono mendukung revisi UU ini. Menurutnya, birokrasi saat ini belum optimal dalam memberikan pelayanan yang maksimal bagi masyarakat.
Martono memberi masukan tiga hal terkait revisi ini. Pertama, kepastian status kepegawaian. Kedua, kepastian pemberian pelayanan maksimal bagi masyarakat. Dan ketiga, kesejahteraan ASN. ”Kami yakini UU ASN ini pasti memberikan yang terbaik, terutama kesejahteraan ASN. Sehingga ASN yang berkinerja tinggi, akan mendapatkan reward yang tinggi,” tuturnya.(mia/jpg)
Laporan JPG, Jakarta