APINDO: RI HARUS FOKUS INDUSTRI YANG HASILKAN NILAI TAMBAH

Kerja Sama Dagang Belum Maksimalkan Ekspor

Ekonomi-Bisnis | Senin, 06 Februari 2023 - 11:56 WIB

Kerja Sama Dagang Belum Maksimalkan Ekspor
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (ISTIMEWA)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - KEBERADAAN kerja sama dagang berupa Free Trade Agreement (FTA) dinilai belum optimal mendorong kinerja ekspor. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengungkapkan bahwa pertumbuhan pengiriman barang ke negara mitra justru relatif lebih lambat setelah mengikuti perjanjian FTA.

Salah satu alasan karena beberapa regulasi dalam negeri masih kontradiksi dengan dibuatnya perjanjian perdagangan bebas. Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani mengatakan, hasil riset pihaknya terhadap perjalanan FTA selama ini, ekspor ke negara non-FTA tumbuh 4,1 persen (2012-2021) dan mitra FTA tumbuh 3 persen.


Kemudian, prosentase ekspor ke negara mitra FTA dari 68 persen (2012), menjadi 66,3 persen (2021). Kemudian, impor dari negara mitra FTA tumbuh lebih tinggi dari 78,3 persen, menjadi 86,3 persen. ''Padahal, FTA tadinya diharapkan agar perdagangan Indonesia bisa tumbuh positif. Kami introspeksi, banyak yang tidak siap ternyata. Tekstil, elektronik, alas kaki itu aja yang siap selama ini. Banyak sektor yang tidak siap,'' ujar Hariyadi akhir pekan lalu.

Dia menegaskan, Indonesia harus berfokus agar terus mengembangkan industri yang menghasilkan nilai tambah. Sebab, ekspor RI terlalu bergantung terhadap bahan mentah atau ekstraktif. ''Kita memang meningkat, tapi yang ekstraktifnya. Tidak untuk yang bernilai tambah,'' bebernya.

Hariyadi menilai, alih-alih mendorong industri nilai tambah, pemerintah justru masih mempersulit industri pengolahan untuk terus tumbuh. Dia mencontohkan, pajak yang dikenakan kepada pelaku usaha saat mengimpor bahan baku. ''Kita mengimpor material kena PPN, belum dagang udah kena. Sedangkan, ketika FTA itu tarifnya nol, barang mereka ke Indonesia. Jadi kenanya di ujung produk kita,'' urainya.

Executive Director Center for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri mengungkapkan, FTA sejatinya hanya bicara akses pasar. Apabila suatu negara tidak bisa membaca pasar, tentu perjanjian perdagangan itu tidak akan dimanfaatkan secara optimal. ''Kalau tidak ada daya saing, marketing intelijen, itu market akses tidak bisa digunakan secara optimum,'' ujarnya.

Dia mengatakan, Indonesia harus mencontoh pemerintah India dan Cina yang mendukung pelaku usahanya dalam mempersiapkan produk yang mempunyai daya saing tinggi. ''Tidak apa-apa mereka disubsidi, tapi dalam kerangka mendukung persaingan,'' kata Jose.

Pada kesempatan terpisah, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan pernah mengatakan bahwa penguatan kerja sama luar negeri berupaya dilakukan untuk menjaga sektor perdagangan tetap tumbuh. Mendag yakin memanfaatkan pasar luar negeri yang dinamis semaksimal mungkin melalui beberapa kegiatan utama yang akan memberikan peluang bagi pelaku usaha nasional untuk tetap dapat melakukan ekspor yang berkualitas.

''Hal itu diwujudkan dengan menginisiasi, menuntaskan, dan mengimplementasikan berbagai perjanjian perdagangan baik Preferential Trade Agreement (PTA), Free Trade Agreement (FTA), maupun Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) dengan berbagai wilayah atau mitra dagang Indonesia, utamanya negara mitra dagang nontradisional atau emerging economy,” ujarnya.(agf/dio/esi)

Laporan  JPG, Jakarta

 

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook