MINYAK SAWIT

Embuskan Isu Kerja Paksa, AS Blokir Impor Minyak Sawit Malaysia

Ekonomi-Bisnis | Minggu, 04 Oktober 2020 - 04:03 WIB

Embuskan Isu Kerja Paksa, AS Blokir Impor Minyak Sawit Malaysia

KUALA LUMPUR (RIAUPOS.CO)- Pukulan telak dihadapi eksportir minyak sawit Malaysia. Amerika Serikat (AS) baru saja memblokir impor minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) dari perusahaan CPO terbesar di dunia, FGV Holdings Bhd asal Malaysia atas dugaan kerja paksa. 

Para pekebun kelapa sawit Malaysia mengutuk hal tersebut dan mengatakan itu akan mengancam pekerjaan lebih dari 32.000 petani.


Juru Bicara Asosiasi Nasional Petani Malaysia (NASH) mengatakan bahwa larangan tersebut adalah tindakan sembrono. Ini akan memperburuk reputasi komoditas, sebab CPO Malaysia juga tengah menghadapi kampanye antiminyak sawit di Eropa. 

"Tuduhan kerja paksa dari Bea Cukai AS tidak berdasar, karena sebagian besar pekerja mengoperasikan pertanian mereka sendiri," ujar rilis resmi NASH dikutip dari Bloomberg, Sabtu (3/10/2020).

Sebelumnya diketahui, Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan AS (CBP) mengatakan, pemblokiran itu hasil dari penyelidikan selama satu tahun yang mengungkapkan adanya kerentanan, penipuan, pembatasan pergerakan, isolasi, intimidasi, dan kekerasan fisik hingga seksual terhadap tenaga kerja di FGV. Malaysia selama ini adalah pengekspor CPO terbesar kedua ke AS.

Larangan impor AS itu menjadi pukulan bertubi-tubi bagi industri minyak sawit, yang juga menghadapi penurunan permintaan minyak goreng karena Covid-19 memaksa banyak restoran di berbagai negara tutup. 

Di Malaysia, produsen CPO terbesar kedua di dunia, produksi terganggu karena kekurangan pekerja akibat pembatasan perjalanan, hingga menggunakan tahanan untuk dipekerjakan.

FGV, salah satu produsen minyak nabati terbesar dunia, telah melakukan pembicaraan dengan otoritas AS sejak Agustus tahun lalu dan telah mengambil langkah-langkah untuk menegakkan standar tenaga kerja. 

Produsen Malaysia lainnya, Sime Darby Plantation Bhd, juga akan terkena tindakan sama dari AS, karena sebuah organisasi non-pemerintah telah mengajukan petisi keprihatinan atas dugaan kerja paksa dan anak di perkebunannya.  

Sumber: Bloomberg/Bernama/CNN/Berbagai Sumber
Editor: Hary B Koriun









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook