JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Maskapai plat merah PT Garuda Indonesia (Persero) melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan menyelesaikan lebih awal atas kontrak kerja pegawai sejumlah karyawan termasuk profesi penerbang. Dampak signifikan pandemi corona yang memukul industri maskapai, disebut Garuda Indonesia sebagai alasan utama penyelesaian kontrak tersebut.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan bahwa pihaknya tengah berupaya keras untuk menjaga operasional perusahaan tetap sehat.
"Ini keputusan berat yang harus kami ambil. Kebijakan ini diambil sebagai langkah berkelanjutan dalam upaya menyelaraskan suplai dan demand operasional penerbangan yang saat ini terdampak signifikan karena pandemi," ujar Irfan, Selasa (2/6).
Irfan menegaskan bahwa PHK tersebut hanya untuk karyawan dengan status hubungan kerja waktu tertentu. Dikabarkan ada sekitar 150 lebih pilot yang masih berstatus perjanjian kontrak waktu tertentu (PKWT) yang terimbas PHK tersebut.
Sebelumnya, Garuda Indonesia juga mengumumkan telah merumahkan 800 karyawan dengan status tenaga kerja kontrak atau Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) sejak 14 Mei 2020 lalu. Namun Irfan tak mengkonfirmasi apakah 800 karyawan yang dirumahkan tersebut sudah termasuk 150 pilot yang di PHK.
Irfan hanya kembali menegaskan bahwa kebijakan tersebut merupakan bagian upaya strategis yang harus dilakukan maskapai plat merah untuk memastikan keberlangsungan bisnis perusahaan. Menurut Irfan, cash flow perusahaan terpengaruh negatif akibat berkurangnya jumlah penerbangan di tengah wabah virus corona.
"Kebijakan tersebut dilakukan dengan pertimbangan yang matang dengan memperhatikan kepentingan karyawan maupun perusahaan. Di samping itu, implementasi kebijakan ini juga telah melalui kesepakatan dan diskusi dua arah antara karyawan dan Perusahaan," tegasnya.
Penurunan signifikan mobilitas masyarakat, tak terkecuali melalui moda udara disebut Irfan telah memukul mundur load factor maskapai penerbangan hingga 90 persen. Garuda Indonesia sendiri diketahui juga mengandangkan alias grounded hampir 70 persen armadanya selama pandemi melanda Indonesia.
Langkah penyelamatan operasional pun dinilai sangat vital sebab Irfan memprediksi bahwa pemulihan industri penerbangan pasca pandemi sangat sulit.
"Mengembalikan penumpang dari 10 persen menjadi 100 persen bukanlah hal mudah. Bahkan untuk waktu dua hingga tahun mendatang," beber Irfan.
Sementara itu, menanggapi tentang langkah yang diambil oleh Garuda Indonesia, Staf Khusus Menteri Badan Usaha Milik Negara Arya Sinulingga mengatakan bahwa pihaknya menyerahkan permasalahan tersebut ke internal Garuda Indonesia. Kementerian BUMN meyakini bahwa Garuda Indonesia sudah mempertimbangkan secara matang baik dari sisi bisnis maupun dari sisi manajemen.
"Kami serahkan kepada manajemen Garuda, dampak corona, konsekuensi bisnisnya, termasuk efisiensi yang dilakukan supaya Garuda bisa bertahan dan bisa beroperasi. Mereka punya pilihan dan kita tahu pilihan-pilihannya sulit," ujar Arya.(agf/jpg)