Meski tak tahu mengapa stok telur berkurang, namun Mala mengaku mahalnya harga telur menyebabkan penjualan menurun. Jika biasanya ia menjual 20 hingga 30 papan per hari, kini permintaan hanya sekitar 10 papan saja. Dan menurutnya, tingginya harga telur memaksa masyarakat membeli dengan jumlah kecil atau per butir saja.
Senada dengan Mala, pedagang telur lainnya yang biasa buka lapak di Pasar Sukaramai juga mengeluhkan turunnya omzet karena harga telur yang tinggi.
Beni adalah salah satu di antaranya. Warga Delima ini kini mengaku omzetnya turun 30 persen sampai 50 persen. Namun dirinya hanya bisa pasrah sampai harga telur normal kembali.
Sementara itu, seorang pembeli teluir bernama Della menuturkan, kenaikan telur dirasakannya sangat memberatkan. Terlebih dirinya juga sehari hari sering menggunakan telur sebagai bahan masakannya.
“Solusinya ya terpaksa beli telur pecah saja. Harga lebih murah. Tapi ya harus langsung diolah agar tidak keburu busuk,” ungkap warga Jalan Ahmad Yani tersebut.
Ia berharap, pihak terkait dapat mengikat atau mengendalikan harga. Sehingga kenaikan kenaikan seperti itu tak terjadi lagi. Menurutnya, jika terus dibiarkan, bisa bisa orang dengan ekonomi pas pasan sepertinya tak bisa mencukupi gizi karena harga semakin mahal.