JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Di tengah risiko pelemahan ekonomi global, kinerja ekonomi domestik terus menunjukkan penguatan. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menuturkan, salah satu langkah yang ditempuh pemerintah adalah mendorong hilirisasi. Sebab, meningkatkan nilai tambah dan daya saing komoditas.
"Hilirisasi yang dilakukan pemerintah telah mampu meningkatkan nilai ekspor pada sejumlah komoditas seperti kelapa sawit yang tumbuh menjadi 28,52 miliar dolar AS pada 2021, serta besi dan baja yang juga tumbuh menjadi 21,47 miliar dolar AS di tahun 2021," jelasnya Airlangga.
Airlangga melanjutkan, hilirisasi juga mampu menciptakan lapangan kerja, meningkatkan devisa, dan membuat neraca perdagangan positif. "Kalau kita tidak beranjak dari hilirisasi maka value tidak bertambah. Oleh karena itu, hilirisasi berbagai komoditas harus didorong," tuturnya.
Dia juga menyinggung peran sektor pertanian yang menjadi pengungkit kinerja ekonomi nasional dengan kontribusi terhadap PDB sebesar 12,98 persen. Peran pertanian tersebut salah satunya ditopang oleh kinerja perkebunan sebagai kontributor terhadap PDB pertanian hingga 27 persen. "Untuk itu, pemerintah berupaya mengoptimalkan subsektor perkebunan melalui berbagai langkah. Sehingga, dapat mendorong kinerja pertanian yang berdampak pada perekonomian nasional," paparnya.
Pemerintah telah menyiapkan bantuan pembiayaan melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang memiliki plafon sebesar Rp373,17 triliun pada 2022 dan akan meningkat sebesar Rp470 triliun pada 2023. Penggunaan KUR tersebut dapat menjadi opsi investasi jangka panjang bagi para pelaku sektor pertanian khususnya pada komoditas kelapa sawit. "Pada sektor pertanian telah diberikan KUR sebesar Rp70 triliun dan bisa meningkat karena tidak ada batasan bagi sektor pertanian," ucapnya.
Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Joko Supriyono menuturkan, produksi sawit diproyeksi stagnan tahun ini. "Outlook 2022 adalah produksi stagnan, konsumsi domestik naik dan ekspor turun. Sehingga bisa dikatakan kondisi 2022, ekspor menurun dan stok meningkat. Semua destinasi negara tujuan ekspor turun, hanya Amerika (AS) dan Singapura yang nilainya positif," jelasnya.
Joko menjelaskan, terjadi penurunan produksi CPO sejak Mei 2022. Hal itu dikarenakan perusahaan perkebunan sawit dan petani membatasi panen tandan buah segar (TBS). Meski produksi turun, biaya produksi justru naik. "Industri sawit 2022 semester satu not so good, produksi minus 10 persen. Polanya sejak Mei 2022 turun terus," tuturnya.(dee/dio/esi)
Laporan JPG, Jakarta