PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Produksi sawit secara nasional dalam kurun empat tahun belakangan ini cenderung stagnan dan bahkan menurun. Hal itu disebabkan berbagai faktor yang menjadi kendala yang dialami petani maupun perusahaan pengelola sawit. Diantaranya pertama, sejumlah regulasi yang membuat kawasan kebun misalnya tiba-tiba di peta masuk ke dalam kawasan hutan.
“Ada beberapa faktor yang membuat produksi cenderung stagnan dan tidak meningkat diantaranya kebijakan regulasi, permasalahan sosial yang dihadapi perusahaan sawit misalnya sudah punya kebun plasma saat minta perpanjangan izin harus buat kebun plasma baru lagi,” ujar Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesai (Gapki) pusat Eddy Martono.
Hal itu diungkapkannya setelah menghadiri Raker Gapki cabang Riau yang berlangsung di Hotel Jatra, 27 Februari 2023.
Padahal, lanjutnya, konsumsi lokal minyak kelapa sawit untuk pangan dan energ naik terus. Kalau kebutuhan dalam negeri tak terpenuhi maka devisa akan jadi korban karena ekspor tak jalan demi memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Permasalah kedua adalah kampanye negatif terhadap sawit. Menurutnya masalah kampanye negatif sawit tak pernah selesai. Selama ada persaiangan dagang maka selama itu akan ada kampanye negatif itu.
"Itu murni persaingan dagang minyak nabati dunia sehingga ada upaya menjelekkan minyak sawit yang padahal banyak manfaatnya dan lebih murah di pasaran dunia,” ujarnya.
Permasalahan ketiga adalah belum maksimal berjalannya program peremajaan sawit rakyat (PSR). Sehingga hal ini jelas membuat produksi jadi menurun karena proses replanting terhadap tanahaman yang sudah habis umur produktifnya terkendala. Menurutnya itulah diantaranya peran Gapki memberi masukan kepada pemerintah terkait regulasi, mendorong program PSR dan juga mengcounter kampanye negatif sawit di dunia internasional.
“Gapki sudah lebih 2 tahun dari usia 40. Artinya 42 tahun itu usia sudah sangat matang menghadapi berbagai dinamika internal dan eksternal. Gapki kini juga telah dikenal secara nasional maupun internaisonal. Tetapi tantangan juga semakin berat,” ujarnya lagi.
Selain itu banyaknya masalah sosial yang dihadapi perusahaan seperti tuntutan pengadaan kebun plasma baru setiap perpanjangan izin membuat produktivitas perusahaan jadi menurun.
“Perusahaan kalau banyak masalah sosial ujungnya malah terjadi penurunan produktivitas,” ujarnya lagi.
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa Gapki rutin mengikuti meeting bersama pemerintah. “Kita sampaikan ke kementerian aturan yang menghambat. Contoh kebun semula tak masuk kawasan lindung gambut lalu masuk dan penyelesaiannya mengapa harus dipusat mengapa tidak di daerah saja kan teknologi sudah canggih. Kita beri masukan,” ujarnya.
Kecuali, lanjutnya, bila kutan lindung dirambah itu salah. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa kontribusi Gapki melawan kampanye hitam juga ada dengan mendatangkan konnsultan di internaisonal untuk melakukan kampanye di eropa. Menerbitkan tulisan mengenai bisnis sawit iIndonesia yang ramah lingkungan.
“Bahkan Ispo kita suistainabel tak kalah dengan RSPO sama sekali tak pernah berhenti didukung oleh BPD PKS,” ujarnya.
Sementara itu Ketua Gapki Cabang Riau Lichwan Hartono pada kesempatan itu mengatakan bahwa tujuan Rapat Kerja (Raker) Gapki Cabang Riau adalah mendukung dan mengevaluasi pelaksanaan program organisasi secara lokal maupun kebijakan Gapki pusat di daerah.
“Kita berharap Gapki terus mampu meberi kontribusi positif kepada sawit Indonesia,” ujarnya.
Laporan: Prapti Dwi Lestari
Editor: Eka G Putra