Makam Raja-Raja Rambah Jadi Bukti Sejarah dan Naikkan Marwah Rokan Hulu

Advertorial | Senin, 27 Desember 2021 - 16:28 WIB

Makam Raja-Raja Rambah Jadi Bukti Sejarah dan Naikkan Marwah Rokan Hulu
Pintu gerbang masuk ke Makam Raja-Raja Rambah yang berlokasi di Desa Rambah, Kecamatan Rambah Hilir, Kabupaten Rohul. (HUMAS PEMKAB ROHUL FOR RIAU POS)

MAKAM bersejarah yang dikenal dengan nama Makam Raja-Raja Rambah yang terletak di Desa Rambah, Kecamatan Rambah Hilir Kabupaten Rokan Hulu (Rohul) merupakan makam raja yang pernah berkuasa di Kerajaan Rambah dahulunya.

Kerajaan Rambah merupakan salah satu dari lima kerajaan Melayu di daerah Rokan Hulu dengan ibukota kerajaan yang pada awalnya berada di kompleks Sungai Kumpai dan berada di pinggir Sungai Batang Lubuh (Sungai Rokan), di mana lokasi kompleks makam saat ini berada.

Berdasarkan catatan sejarah adanya kerajaan di Rokan (sekarang Rokan Hulu dan Rokan Hilir), bermula dari Kerajaan Rokan Tua yang berpusat di Koto Intan (sekarang Desa Koto Intan, Kecamatan Kunto Darussalam). Kerajaan ini tumbang karena serangan dari Kerajaan Aru Aceh.

Bubarnya Kerajaan Rokan Tua, muncul kerajaan baru yaitu Kerajaan Pekaitan dan Batu Hampar di wilayah Tengah Rokan. Kerajaan ini pun tidak bertahan lama karena serangan Kerajaan Aru juga. Lenyapnya kerajaan ini, terbentuklah tiga kerajaan di bagian hilir Sungai Rokan (sekarang Kabupaten Rokan Hilir), yakni Kerajaan Kubu dengan ibu negeri Teluk Merbabu, Kerajaan Bangko dengan ibu negeri Bantaian, dan Kerajaan Tanah Putih dengan ibu negeri Tanah Putih.

Sementara di bagian hulu (sekarang Kabupaten Rokan Hulu), muncul pula lima kerajaan yang diperintah secara turun-temurun oleh bangsawan raja, yaitu Kerajaan Tambusai, ibunegerinya Dalu-dalu, Kerajaan Rambah ibunegerinya Pasirpengaraian, Kerajaan Kepenuhan ibunegerinya Koto Tengah, Kerajaan Kunto Darussalam ibunegerinya Kota Lama, dan Kerajaan Rokan ibunegerinya Rokan IV Koto.

Setiap kerajaan ini berdiri mempunyai permulaan yang berbeda-beda. Kerajaan Rambah sendiri berdasarkan cerita banyak orang bermula dari pemekaran Kerajaan Tambusai. Di mana Raja ke-7 Kerajaan Tambusai mempunyai tiga anak yakni dua laki-laki dan satu perempuan.

Raja yang Dipertuan Tua, waktu itu sudah sepuh atau lanjut usia. Menyadari akan umurnya yang sudah lanjut. Sementara dia mempunyai dua putra mahkota yang bisa menggantikannya sebagai raja kelak, apabila dia mangkat, di mana anak yang pertama berada di Tambusai dan tinggal di lingkungan kerajaan.

Sementara anak kedua sedang mengikuti pendidikan di Makkah, maka ada dua versi yang berkembang. Pertama, Raja yang Dipertuan Tua, memanggil anak yang mengikuti pendidikan di Makkah untuk bermusyawarah sekaligus mendudukkan siapa penggantinya sebagai raja, jika dia mangkat kelak.

Hal tersebut disertai pula kehawatiran Raja jika dia mangkat, maka peluang terbesar adalah putra mahkota yang pertama dan yang tinggal bersamanya. Sementara Raja justru berharap anaknya yang kedua yang mengikuti pendidikan di Makkah lah yang menggantikannnya. Dengan harapan, bekal dari pendidikannya dapat membuat Kerajaan Tambusai lebih besar.

Versi kedua, mengatakan justru putra mahkota yang sedang mengikuti pendidikan di Makkah lah yang meminta kepada Raja, untuk membuat kerajaan baru karena dia menyadari tentu anak yang tertualah yang berpeluang besar untuk menggantikan ayahnya sebagai raja, di samping anak tertua banyak dikenal masyarakat karena tinggal di istana raja.

Terlepas dari versi yang ada, keputusannya waktu itu, anak yang kedua putra mahkota diberikan kuasa oleh Raja yang Dipertuan Tua untuk membuat kerajaan baru. Putra mahkota dengan beberapa pengikutnya pun mencari lokasi untuk dijadikan kerajaan dengan menyelusuri Sungai Rokan atau Batang Lubuh arah ke hulu.

Akhirnya, ditemuilah lokasi tersebut yang berada di pertemuan muara Sungai Kumpai dengan Batang Lubuh, Putra Mahkota dengan beberapa pengikutnya membuka lahan tersebut dengan istilah merambah atau rambahan atau perambahan, di mana dapat diartikan individu maupun kelompok dalam jumlah yang lebih kecil maupun besar yang menduduki suatu kawasan untuk dijadikan areal yang bersifat sementara ataupun dalam waktu yang cukup lama pada kawasan hutan. Sehingga bernamalah “Rambah”.

Selanjutnya berdirilah kerajaan baru atas izin Raja Tambusai yang Dipertuan Tua, bernama Kerajaan Rambah dengan raja pertamanya, Yang Dipertuan Muda. Berdirinya kerajaan ini, belum dapat diperoleh sumber yang pasti. Hanya di salah satu nisan makam (sekarang sudah hancur ditimpa pohon) tertera angka berhuruf arab 1292 tanpa ada tanda Hijriah atau Masehi.

Jika tahun tersebut, tahun Hijriah, maka tahun 1292 tersebut maka tahun masehinya adalah 1871 M, berarti abad 18 atau 19. Namun Jika 1292 adalah Masehi, maka kerajaan ini ada sejak abad ke-12 atau 13 Masehi. Hal ini didukung sebagimana tercatat dalam buku “Negara Kartagama” Karangan Prapanca, tahun 1364 M, Syair ke 13, bahwa “Seluruh Pulau Sumatera (Melayu) telah menjadi daerah yang berada di bawah kekuasaan Majapahit, meliputi Rakan (Rokan)”.

Rokan pada waktu itu telah ada kerajaan, bernama Kerajaan Rokan Tua, dengan pusat kerajaan berada di Koto Intan (sekarang Desa Koto Intan, Kecamatan Kunto Darussalam). Rokan juga disebut dalam Kronik Cina, maupun roteiros (buku-buku panduan laut) Portugis (Marguin 1364 M).

Selanjutnya kata Rokan terdapat dalam buku Sulalatus Salatin, sebagaimana Muchtar Lutfi, Wan Saleh dalam Sejarah Riau, bahwa abad 14-15 Raja Rokan (Rokan IV Koto) berasal dari keturunan Sultan Sidi (Raja V Rokan IV Koto), saudara dari Sultan Sujak dari Sumatera Barat.

Selain itu didasarkan kepada puing-puing keramik yang ditemukan di lokasi makam, maka keramik tersebut adalah keramik pada masa Dinasti Ming, suatu dinasti yang berkuasa di Cina antara 1368-1644. Saat kunjungan ke Kabupaten Rohul, Senin (15/4/2019) lalu, Kepala Badan Arkeologi Sumut Dr Ketut Wiradayana MSi, mengatakan, berdasarkan salah satu bukti yang ditemukan di Makam Raja-Raja Rambah (pecahan keramik) terdeteksi daerah ini telah ada sejak Dinasti Ming, kisaran abad 15 dan 16, namun perlu didalami lagi.

Dalam kompleks makam terdapat 11 Raja Rambah yang dimakamkan, di antaranya adalah Pertama, makam Gapar Alam Jang Dipertuan Muda. Kedua, makam Mangkoeta Alam Jang Dipertuan Djumadil Alam. Ketiga, makam Teonggol Kuning yang Dipertuan Besar Alam Sakti. Keempat, Poetra Mansyoer. Kelima Soeloeng Bakar yang Dipertuan Besar. Keenam Abdoel Wahab yang Dipertuan Besar (Almarhum Kajo).

Selanjutnya ketujuh, makam Ali Domboer Jang Dipertuan Besar (Alm Saleh). KedelapanSati Lawi Jang Dipertuan Besar (Almarhum. Pandjang Janggoet). Kesembilan, Sjarif Jahja Jang Dipertuan Moeda. Kesepuluh, Ahmad Kosek Jang Dipertuan Djoemadil Alam, dan terakhir ke-11 makam Muhammad Sjarif Jahja Jang Dipertuan Besar (Almarhum Besar Tangan Sebelah).

Sementara raja yang ke-12 wafat di Pekanbaru, yakni T Saleh dimakamkan di pemakaman depan Mutiara Hotel Pekanbaru. Sampai saat ini, belum ditemukan referensi periode Raja berkuasa dari 12 raja yang ada. Namun kalau dikaitkan dengan kekuasaan raja di Tambusai, di mana terdapat angka tahun pada raja pertama Gelar Sutan Mahyudin Muhammad Kahar, akhir masa kekuasaannya 951 M.

Kemudian baru ada angka tahun pada Raja ke-15, Sultan Abdul Wahid 1864-1887. Berarti antara raja pertama dengan raja ke-15 mempunyai rentang waktu 913 tahun. Jika diambil rata-rata dari 15 raja, maka 913 dibagi 15 adalah 60-61 tahun. Sementara Raja Rambah adalah anak raja yang ke-7, berarti 420 tahun, berarti perkiraan adanya Kerajaan Rambah pada tahun 1300 atau 1400, atau abad ke-13 atau 14.

Sementara pusat kerajaan pindah dari Sungai Kumpai, sekarang Dusun Kumu, Desa Rambah, Kecamatan Rambah Hilir. Kira-kira 9 km dari Pasirpengaraian atau 5 km dari Kantor Bupati Rokan Hulu arah ke Dalu-dalu Kecamatan Tambusai ke Pasirpengaraian di masa Raja ke-11, diperkirakan pada akhir abad 18 dan awal abad ke-19 ( 1898 atau 1901) karena Raja ke-12, T Saleh berkuasa sejak tahun 1902.

Jika bukti sejarah Istana Raja Rambah di Pasirpengaraian, sekarang hanya berupa tapak tanah perumahan tempat Raja dan keluarganya yang ada seperti Rumah Putih (Kantor Raja) sekarang Kantor Perpustakaan Arsip, ada tapak tanah rumah kuning (rumah raja). Tapak tanah rumah hijau (rumah anak raja), tapak tanah rumah merah ( rumah hulu balang raja) dan ada kebun raja. Yang semuanya telah menjadi milik masyarakat di Desa Babussalam, Kecamatan Rambah, Kabupaten Rokan Hulu.

Sementara di makam raja-raja rambah, mulai masuk sudah ada musala Raja Rambah, gerbang masuk dengan sisi kiri kanan, nama 11 Raja. Kemudian berjarak dengan jalan semenisasi sejauh 300 meter dari gerbang, maka ditemuilah komplek Makam Raja-Raja Rambah, berpagar 20 meter x 30 meter, terdapat 27 makam besar dan kecil.

Di sebelah kanan masuk juga ada makam masyarakat tidak punya tanda atau nisan, dan ada enam makam yang mempunyai tanda atau nisan. Bahkan ada dua nisan yang lebih tinggi dari nisan yang berada di kompek makam.

Selain itu, di sebelah kanan makam terdapat dua kolam. Satu kolam pemandian raja berada agak ke belakang dan satu kolam lagi pemandian putri raja persis di samping komplek makam. Di antara komplek makam dan kolam pemandian raja, merupakan tapak tanah istana raja dan masjid dahulunya sebelum istana raja pindah ke Pasirpengaraian.

Berdasarkan data dan peta dari BCB Batusangkar, sekarang Balai Pelestarian Cagar Budaya Sumatera Barat (Sumbar) yang membawahi wilayah kerja Provinsi Sumbar, Riau dan Kepulauan Riau, pada awalnya luas komplek Raja Rambah 17 hektare. Namun sekarang baru terbebaskan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Rokan Hulu seluas lebih kurang 3-4 hektare dan telah dipagar besi sebagai batasnya.

Untuk masuk ke kompleks ini dari dulu diingatkan untuk tidak sembarangan, takabur dan tidak sopan. Tapi jangan sampai terpeleset terlalu mengagungkan atau membesar-besarkan, bersikap wajar saja. Namun sebagai gambaran seorang Jerman peneliti Belanda tahun 1901-1903 menggambarkan sakralnya Makam Raja-Raja Rambah, menyebutkan "Kokoh Pagar yang Nampak, Lebih Kokoh Lagi Pagar yang Tidak Tampak”.

Memang jika dipandang sekilas, apalah artinya sebuah komplek kuburan. Tetapi karena ini sudah berumur hitungan abad, kemudian terlihat sekilas bahwa sudah ada aturan peradaban di dalamnya, yang tentu mempunyai nilai-nilai sejarah bagi generasi sesudahnya.

Sampai kepada penilaian, bahwa keberadaan tanah Rokan Hulu, bukan lah seketika, melainkan sejak berabad-abad yang lalu. Bukti sejarah ini sekaligus sebagai marwah dan kebanggaan Kabupaten yang di juluki Negeri Seribu Suluk ini.

Dua tahun lalu, Pemerintah Kabupaten Rokan Hulu telah mewacanakan Cagar Budaya Makam Raja-Raja Rambah akan dijadikan lokasi pembangunan Taman Makam Pahlawan (TMP) Kabupaten Rokan Hulu seluas dua hektare di Desa Rambah Kecamatan Rambah Hilir.

Sebab, Rokan Hulu salah satu kabupaten di Provinsi Riau yang belum memiliki TMP. Maka itu, sudah sewajarnya pemerintah daerah membangun TMP. Mengingat rencana pembangunan TMP mendapat dukungan oleh masyarakat maupun para keluarga veteran, dan pejuang kemerdekaan Rokan Hulu. Sebelumnya, pemerintah daerah telah melakukan komunikasi dengan pihak keluarga Raja Rambah.

Rencana pembangunan TMP mendapat respon positif dan didukung penuh. "Rencana untuk lokasi pembangunan TMP akan bersebelahan dengan makam Raja-Raja Rambah. Keberadaan TMP di dekat makam Raja-Raja Rambah yang ada sekarang akan lebih terawat, terpelihara, dan bersih. Bahkan nantinya pemerintah daerah akan menjadikan kawasan TMP sebagai wisata sejarah," ungkap Bupati Rohul H Sukiman.

Ditegaskannya, pemerintah daerah akan membuat perencanaan pembangunan TMP dan masterplan pembangunan kawasan makam Raja Rambah sebagai objek wisata sejarah di Rokan Hulu. Untuk sumber dana pembangunan TMP di Desa Rambah Kecamatan Rambah Hilir, selain mengunakan APBD Rohul, pemerintah daerah akan berupaya mendapatkan dana APBD Riau dan APBN.

Dengan telah dibangunnya TMP nantinya, pemerintah daerah akan menghubungi pihak keluarga dari para alamarhum veteran, dan pejuang kemerdekaan untuk dipindahkan makamnya ke TMP tersebut. Sehingga pada peringatan HUT Kemerdekaan dan Hari Pahlawan tingkat Kabupaten Rohul, dapat berkunjung ke TMP untuk melaksanakan renungan suci. Gunanya untuk mengingat kembali perjuangan dari para pahlawan pejuang kemerdekaan Bangsa Indonesia, khususnya Rokan Hulu.

Dengan dibangunnya TMP, tentunya akan menjadi monumental simbol perjuangan para pahlawan kepada generasi muda Rohul. Sebab keberadaan TMP dinilai sangat penting untuk menghargai jasa para pahlawan maupun pejuang kemerdekaan. Bahkan juga dapat memotivasi semangat generasi muda untuk meniru semangat berkorban dan perjuangan dari para pahlawan yang gugur dalam perperangan merebut kemerdekaan.

"Kita yakin peninggalan sejarah di Rokan Hulu menyimpan beberapa sejarah yang nilai-nilai terkandung di dalamnya akan bermanfaat bagi masyarakat masa sekarang maupun masa mendatang. Melihat sekilas sejarah ini, ke depan Makam Raja-raja Rambah dapat dikembangkan dan menjadi objek wisata sejarah," tambahnya.(adv)

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook