KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Populasi Satwa Liar Prioritas di Indonesia

Advertorial | Rabu, 15 Mei 2019 - 08:11 WIB

Populasi Satwa Liar Prioritas di Indonesia

JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, jumlah populasi satwa liar prioritas di Indonesia mengalami peningkatan. Meski masih banyak tantangan, peningkatan jumlah populasi satwa liar yang dilindungi ini menunjukkan bahwa kerja konservasi pada pemerintahan ini menunjukkan hasil yang positif.

Hal ini diungkap Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK, Wiratno dalam acara Ngobrol Pintar (NgoPi) bersama wartawan di Pekanbaru, Senin (13/5).

Populasi satwa liar prioritas ini tersebar di berbagai kawasan konservasi dan juga kawasan hutan serta di luarnya. Pada beberapa site monitoring terlihat ada peningkatan seperti jalak bali Diantaranya Jalak Bali di TN Bali Barat, dari 31 ekor di 2015 menjadi 191 ekor di 2019. Dalam kurun waktu yang sama, Badak Jawa di TN Ujung Kulon, naik dari 63 ekor menjadi 68 ekor.

Owa Jawa dari 546 ekor menjadi 1.107 ekor. Gajah Sumatera dari 611 ekor menjadi 693 ekor. Harimau Sumatera dari 180 ekor menjadi 220 ekor, dan Elang Jawa dari 91 ekor ke 113 ekor.

Wiratno mengatakan peningkatan jumlah populasi satwa liar prioritas ini tak terlepas dari peran media serta masyarakat yang ikut terlibat aktif dalam semangat konservasi. Karena itu pihaknya selalu membuka diri pada pihak-pihak yang ingin memberi informasi terkait konservasi.

"Saya gak akan basa basi kalau ada laporan dari bawah. Seluruh Balai Besar/Balai Taman Nasional dan Balai Besar/Balai Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) juga sudah punya call center. Kalau ada laporan harus respon. Kalau tidak direspon, silahkan langsung lapor ke nomor WA pribadi saya, pasti saya akan respon," kata Wiratno di hadapan lebih dari 150 wartawan yang hadir, seraya membagikan nomor handphone pribadinya.

Wiratno mengatakan bahwa sudah banyak langkah koreksi (corrective action) dilakukan di bawah kepemimpinan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya. Salah satunya adalah dengan melibatkan masyarakat secara aktif. Banyak temuan-temuan dan upaya di lapangan, justru berasal dari laporan masyarakat, dan diselesaikan bersama-sama dengan melibatkan masyarakat.

"Pelibatan publik baik melalui grup WA maupun media sosial menjadi salah satu kunci menjaga kelestarian ekosistem kita. Bersama publik kita harus melindungi kawasan yang masih utuh, merestorasi yang rusak, bangun koridor, dan upaya-upaya konservasi lainnya," jelas Wiratno.

Kawasan konservasi di Indonesia saat ini mencapai 27,14 juta ha. Ada sekitar 6.000 desa mengelilingi kawasan. Wiratno mengajak semua pihak untuk bersama-sama menjaga dan mengelola alam dengan benar, agar mendatangkan keberkahan dan kesejahteraan masyarakat sekitar kawasan.

Ia mencontohkan perubahan perilaku masyarakat di kawasan ekowisata Tangkahan, Kecamatan Batang Serangan, Kabupaten Langkat Sumatera Utara.

"Dulu di sini banyak aktivitas penebangan hutan. Namun sekarang masyarakat di sana tidak lagi beraktivitas mengganggu hutan. Mereka jaga kelestarian kawasan sehingga wisatawan banyak datang. Ada miliaran uang yang dihasilkan untuk menghidupi masyarakat sekitar kawasan itu," katanya.

Sementar itu Direktur Pencegahan dan Pengamanan Hutan Ditjen Penegakan Hukum KLHK Sustyo Iriyono mengatakan pihaknya konsisten melakukan berbagai upaya baik pencegahan maupun penindakan hukum terhadap kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan.

"Meski baru berusia 4 tahun, tapi Gakkum KLHK sangat tegas. Kami perkuat bukan hanya jumlah personil, tapi juga kemampuan. Kami menjalin kerjasama dengan berbagai instansi, sehingga informasi yang kita butuhkan terhadap pencegahan dan penegakan hukum mudah dilakukan," ujarnya.

Dalam kegiatan ini turut hadir sebagai pembicara Ketua Majelis Lingkungan Hidup Muhammadiyah Riau Dr Elviriadi. Ia mengapresiasi KLHK yang menggelar acara bersama media di di daerah.

"Ini langkah yang luar biasa untuk membangun komunikasi yang soft tentang isu-isu lingkungan," katanya.

Dikatakan Elviriadi, masyarakat melayu Riau sendiri sudah sejak dulu mempunyai kearifan lokal dalam menjaga hutan. “Kami punya rimbo larangan, yang dijaga masyarakat sama seperti kawasan konservasi”, kata Elviriadi.

Acara NgoPi menjadi agenda rutin yang digelar PWI Riau bekerjasama dengan KLHK. Ketua PWI Riau, Zulmansyah Sekedang mengatakan acara ini menjadi wadah komunikasi sekaligus edukasi bagi wartawan tentang kerja-kerja nyata KLHK selama ini.

Turut hadir pada acara Ngopi tersebut Kepala Biro Hubungan Masyarakat, Kepala Balai Besar KSDA Riau, Kepala Pusat Pengendalian Pembanguan Ekoregion (P3E) Sumatera, Kepala UPT dan 150 wartawan.(ADV)

 

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook