Manusia terlalu serakah dan tamak kepada alam. Karenanya tidaklah diherankan kalau petaka dan bencana datang silih berganti di serata ceruk negeri yang bernama Riau ini. Masih membekas dalam ingatan bencana asap yang melanda Riau beberapa bulan lalu.
Serata negeri menderita. Semua aspek mengalami kerugian yang cukup besar, pendidikan, kesehatan, perhubungan dan sebagainya. Ketika dalam hitungan dampak asap yang cukup parah itu mencapai Rp22 triliun lebih. Cukup besar bukan? Sekarang musim asap sudah berlalu, tapi kita jangan lengah, musim asap terkadang menjadi rutinitas tiap tahun di Riau.
Musim asap sekarang sudah berlalu, hujan yang memadamkannya. Hujan yang datang tak hanya memadamkan titik api tetapi menggenangi beberapa negeri, daerah-daerah terisolir, jalan putus tak bisa dilalui, jembatan rubuh karena derasnya arus air. Alam murka, karena manusia sebagai khalifah tidak pandai menjaga.
Manusia terlalu tamak. Ketika membuka areal perkebunan tidak mau menyisakan sedikit areal hutan sebagai penyerap air hujan yang turun. Areal kebun dibuka sampai ke bibir pantai, akibatnya ketika hujan deras datang air mengalir begitu saja tanpa ada penapisnya. Sebagaimana alamnya, air akan bergerak dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah.
Sebetulnya semua bisa dicegah, minimal banjir yang melanda beberapa daerah di Riau tidak separah seperti saat ini, caranya jagalah alam semulajadi dengan sebaik-baiknya. Jangan karena terlalu rakus dengan materi hutan-hutan yang ada diluluh-lantakkan, hutan yang ada di tebang sehingga gundul tidak bersisa.
Padahal menjaga alam semula jadi itu menjadi kewajiban ummat manusia. Karenanya ketika alam murka, kita jangan menyalahkan alam, intropeksilah diri kita masing-masing, apa yang telah kita perbuat untuk kebaikan dunia dan alam ini.
Allah SWT mengancam orang-orang yang sering melakukan perusakan lingkungan hidup dengan bencana alam ataupun penyebaran wabah penyakit karena mereka telah menghilangkan keseimbangan ekosistem makhluk hidup di bumi ini.
Allah SWT berfirman, "Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)" (Q.S. Ar-Rum: 41).
Dalam surat yang lainnya, Alquran memposisikan kedudukan orang-orang yang melakukan perusakan terhadap lingkungan hidup hampir sekelas dengan kaum kafir yang diancam dengan azab yang sangat pedih sesuai dengan firman Allah SWT.
“Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar”. (QS. Al-Maidah (5): 55).
Mari kita peduli kepada alam. Ketika kita (manusia) peduli pada alam semulajadi, dia akan memberikan sejuta manfaat dan kemaslahatan, namun ketika kita tak peduli dan cendrung melakukan tindakan pengrusakan akan alam ingatlah suatu ketika kelak petaka itu akan datang. Jangan sampai petaka itu datang dan menjelang sedetikpun, ketika alam sudah marah takkan terdaya manusia untuk menghambatnya. Betol tak? ***