PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Sebagai provinsi yang memiliki perkebunan kelapa sawit terluas di Indonesia, Riau menjadi percontohan penertiban kebun sawit ilegal. Dari data Komisi IV DPR RI diketahui luas perkebunan sawit ilegal di Riau mencapai 1,8 juta hektare. Namun, dari versi lain luas perkebunan sawit ilegal ini luasnya 1,4 juta hektare.
Demikian disampaikan Gubernur Riau (Gubri), Syamsuar usai melakukan pertemuan dengan Tim Komisi IV DPR RI, dalam rangka pembahasan permasalahan kebun sawit dalam kawasan hutan dan program sawit rakyat di Riau di Gedung Daerah Provinsi Riau, Senin (7/3).
"Komisi IV DPR RI menjadikan Riau sebagai percontohan dalam rangka penertiban perkebunan sawit dalam kawasan hutan. Sebab dari 3 juta hektare lebih perkebunan masuk hutan di Indonesia, separuhnya ada di Riau. Sehingga apabila Riau selesai, yang lain selesai," kata Syamsuar.
Sebagai bentuk perhatian khusus dalam permasalahan ini, lanjut Syamsuar, Komisi IV datang lengkap bersama direktur jenderal (Dirjen) planologi, dirjen perkebunan, dan dirjen gakkum KLHK.
Dari hasil pertemuan ini, kata Gubri, khusus perusahaan yang kebunnya masuk kawasan hutan memang sudah mulai pengurusan izin di KHLK. "Sedangkan, yang masih kita harapkan itu dari segi kelompok petani sawit rakyat yang di daerah dengan luas kebun 5 hektare ke bawah. Kami minta supaya ini (validasinya, red) didelegasikan ke pemda agar khusus para petani ini dapat diinventarisasi oleh kabupaten/kota," kata Gubri.
Masyarakat, kata Gubri juga antusias untuk membantu percepatan pengurusan izin kebun petani yang masuk kawasan hutan. Dalam hal inilah, pemda perlu dilibatkan untuk percepatan validasi agar selesai sesuai target.
"Saya juga sudah bertemu beberapa kepala desa, mereka ingin sekali membantu percepatan pengurusan izin kebun masyarakat dalam kawasan hutan tersebut," jelasnya.
Dalam kesempatan tersebut, Gubri Syamsuar juga meminta agar pemerintah pusat melibatkan pemerintah daerah dalam melakukan validasi dan verifikasi lahan perkebunan kelapa sawit masuk kawasan hutan atau kebun sawit ilegal yang ada di daerah. Khususnya yang berkaitan dengan kebun sawit rakyat.
"Tim validasi kebun ini kan ditunjuk langsung oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan yang ikut hanya dinas kehutanan saja, dinas perkebunan pun tidak ikut. Maunya kami ada juga dari pemerintah kabupaten/kota yang ikut dilibatkan. Kan mereka yang tahu warganya," kata Gubri.
Selain itu, Gubri juga meminta dukungan anggaran, agar proses verifikasi keabsahan dan kejelasan pemilik lahan khususnya petani rakyat yang punya sertifikat tapi lahan kebunnya di kawasan hutan tersebut, tuntas sesuai target.
"Kami sendiri tidak punya biaya untuk itu, sedangkan kami sudah mengesahkan APBD 2022. Karena itu kami minta dana dari pusat seperti menjalankan program TORA itu juga dana dari pusat," pintanya. (adv/sol)