Dalam menyalurkan kredit, Dedy menyebut, OJK akan meminta perbankan lebih berhati-hati dan selektif memilih debitur. Proses evaluasi calon debitur oleh perbankan harus dijalankan sangat maksimal.
Perbankan diminta harus terus menjalankan fungsi intermediasi penyaluran kredit ke sektor yang aman dibiayai. “OJK kini mendorong pembiayaan alternatif lain seperti mengembangkan sektor hilir terbarukan dan UMKM,” katanya.
Dedy menyebutkan, UMKM berkontribusi 60 persen terhadap PDB nasional, dan memiliki unit usaha paling banyak. Meski tak besar, situasi itu dinilai cukup kuat untuk menjadikan segmen ini sebagai penopang perekonomian, sekaligus menjadi pangsa pasar potensial untuk kredit.
Sebagai informasi, sampai November 2015 lalu, jumlah kredit yang diberikan bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Kaltim senilai Rp 102 triliun. Dari nilai itu, 20,19 persen atau Rp 20,6 di antaranya sudah mampu diserap. “Melihat lapangan usahanya, porsi paling besar diserap sektor perdagangan, hotel, dan restoran,” imbuh Dedy.
Meski demikian, posisi pertambangan sebagai sektor usaha terbesar belum tergantikan di Kaltim. Dalam laporan produk domestik regional bruto (PDRB) 2015 lalu, pertambangan kontribusi menyumbang 43 persen. Dibanding beberapa tahun sebelumnya, share tersebut memang cenderung menyusut, seiring pertumbuhan negatif produksinya. (*/roe/man/k15)
Sumber: Prokal/JPG
Editor: Hary B Koriun