MESIR (RP) - Sebuah tim ilmuwan mengklaim telah menemukan bukti hantaman komet ke bumi. Diyakini, kejadian tabrakan benda asing ke Bumi terjadi di Mesir jutaan tahun silam.
Hal ini didapatkan setelah para ilmuwan melakukan serangkaian analisis menentukan kerikil hitam misterius yang ditemukan tahun lalu di gurun Mesir. Batuan ini diduga merupakan bagian dari inti komet pertama yang pernah ditemukan.
"Ini adalah euforia ilmiah yang khas ketika anda menghilangkan semua pilihan lain dan melihat realitas yang ada," ungkap pemimpin studi Jan Kramer, University of Johannesburg Afrika Selatan, seperti dilansir livescience (9/10).
Kerikil hitam, yang dinamai "Hypatia" untuk menghormati matematikawan, astronom dan filsuf perempuan kuno Alexandria, Hypatia, yang juga mengandung makna berlian.
"Berlian biasanya berasal dari karbon. Mereka terbentuk jauh di dalam bumi, pada kondisi tekanan yang tinggi. Tetapi dalam kondisi tertentu juga dapat dihasilkan karena adanya tekanan sangat tinggi yang merupakan dampak dari tabrakan benda asing ke Bumi," lanjutnya.
Dampak ini terjadi sekitar 28 juta tahun yang lalu di Mesir. Diperkirakan komet yang tidak diketahui namanya ini meledak di atmosfer, menyebabkan pemanasan pasir dibawahnya sampai suhu 3.630 derajat Fahrenheit atau 2.000 derajat Celsius. Kondisi ini memicu munculnya sejumlah besar dari kaca silika kuning di wilayah 6.000 km di Gurun Sahara.
Bukti lainnya didapati dari temuan makam Raja Firaun Mesir, Tutankhamun, dimana bros yang dipakainya terbuat dari kaca silika kuning. Menurut para ilmuwan, mungkin berasal dari sebuah komet hasil dampak jutaan tahun yang lalu .
Komet hampir pasti menghantam Bumi berkali-kali selama sejarah panjang planet . Tetapi sebelum asal kerikil Hypatia ditentukan, partikel debu kecil di bagian atas atmosfer dan debu yang kaya karbon di es Antartika adalah satu-satunya materi komet yang dikenal di Bumi.
"NASA dan ESA ( European Space Agency ) menghabiskan miliaran dolar mengumpulkan beberapa mikrogram materi komet dan membawanya kembali ke Bumi, dan sekarang kita punya pendekatan baru yang radikal mempelajari materi ini, tanpa menghabiskan miliaran dolar mengumpulkannya," pungkas Kramer. (esy/jpnn)